5. Terpesona

181 6 0
                                    

"Yah, anterin Arum ke sekolah ya pagi ini," pinta Arum sambil sarapan.

"Kamu gimana sih Rum, udah dari dulu ayah anterin kamu ke sekolah," sahut Lukman terkekeh geli.

Arum menggelengkan kepalanya dengan kencang. "Bukan, maksud Arum anterin Arum sampe pintu gerbang."

"Biasanya juga sampe pertigaan. Kenapa tiba-tiba minta dianterin sampe pintu gerbang?"

"Emm... Itu yah, Arum pengen kayak temen-temen Arum yang dianterin sampe pintu gerbang," sahut Arum beralasan. Padahal Arum ingin menghindari anak berandalan kemarin.

"Emang kamu nggak malu dianterin pake motor butut, sementara temen-temen kamu dianterin pake mobil mewah?"

"Enggak lah, masa Arum malu."

"Anterin sampe depan pintu gerbang ya yah," pinta Arum dengan memasang wajah memelas.

"Iya," sahut Lukman seraya tersenyum.

Dengan aksi memelas akhirnya Arum berhasil melewati gerombolan anak berandalan yang nongkrong lagi di tempat kemarin dengan selamat.

Arum mencium tangan kanan Lukman.

"Ayah jadi terlambat gara-gara kamu," ujar Lukman kesal.

"Hehehe... Maaf," ujar Arum seraya tersenyum manis. Lukman yang gemas akhirnya mengacak-acak rambut Arum hingga berantakan.

"Ayah!" pekik Arum kesal sambil merapikan rambut serta poninya.

"Ayah berangkat dulu."

"Hati-hati yah!" teriak Arum sambil melambaikan tangannya. Tanpa sengaja mata Arum beradu pandang dengan Zion yang tengah memperhatikannya. Cowok itu benar-benar tengah terpesona oleh kecantikan dan senyuman manis Arum.

Cepat-cepat Arum membalikkan badannya dan berjalan masuk. "Ngapain sih si rambut putih ngelihatin aku?" gerutu Arum ketakutan.

Setelah Arum masuk, tiba-tiba Zion tersenyum tipis dan tidak disadari oleh teman-temannya yang lain.

"Pak Seno, akhir-akhir ini anak-anak berandalan itu suka sekali berkumpul di depan sekolah kita," ujar Lisa.

"Jangan-jangan mereka mau mengajak siswa kita tawuran," lanjut wanita itu dengan raut khawatir.

"Sudah berapa hari anak-anak itu terlihat di depan sekolah kita?" tanya Seno selaku kepala sekolah.

"Tiga hari pak," sahut Romli.

"Selain menakut-nakuti siswa kita, mereka juga mengganggu pemandangan. Lihat saja penampilan mereka, berantakan seperti preman, saya heran mereka dari sekolah mana?" Lisa tampak memijat pangkal hidungnya.

"Kalau begitu pak Romli dan scurity usir mereka, dan jangan biarkan mereka datang lagi," ujar Seno.

"Kalo mereka masih datang juga, telepon Satpol-PP," lanjut pria itu.

"Baik pak," sahut Romli.

Romli dan scurity sekolah berjalan keluar sekolah untuk menemui anak berandalan yang masih saja nongkrong meskipun bel masuk sekolah sudah berbunyi beberapa menit yang lalu.

"Hey kalian! Jangan nongkrong di sini!" teriak Romli dengan galaknya.

"Kenapa pak!" tanya salah satu dari gerombolan tersebut dengan santainya.

"Kalian tidak lihat jam berapa sekarang?"

"Jam tujuh lewat pak," sahut cowok itu.

"Kalian pelajar kan?" tanya scurity sekolah dengan nada lebih lembut dibandingkan Romli.

ZionTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang