Baru berangkat sekolah, Arum sudah dibuat bingung, pasalnya meja dan kursinya tidak ada. Pasti Tiara dan teman-temannya lah yang mengerjainya. Kalau sudah begini ia harus mengambil meja dan kursi baru di gudang belakang sekolah.
"Hai Rum, mejanya ilang ya?" tanya Citra, seorang gadis yang selama ini tidak pernah menyapanya.
"Iya, udah biasa," sahut Arum.
"Pasti Tiara, ayo gue bantu bawa dari gudang," ujarnya hingga membuat Arum terkejut. Gadis itu tampak ragu, pasalnya selama ini Citra tak pernah sekalipun mengajaknya mengobrol. Apalagi membantunya.
"Nggak usah, nggak pa-pa aku bisa sendiri," tolak Arum dengan halus.
"Pokoknya gue bantu, ayok!" Citra menarik tangan Arum ke gudang belakang.
Selama membawa meja dan kursi, Arum terus mengamati Citra. Takutnya ada unsur pembullyan. Tapi ia perhatikan tidak terjadi apa-apa. Citra tampak tulus membantunya.
"Sebenernya gue nggak suka tingkah Tiara." Dalam keheningan tiba-tiba Citra bersuara. "Tapi gue terlalu cuek, sorry selama ini gue nggak pernah bantuin lo."
"Iya nggak pa-pa."
Citra menoleh ke arah Arum. "Lo terlalu baik Rum."
"Nggak juga, kadang aku juga pengen bales Tiara."
"Susah sih kalo lo lawan Tiara, dia terlalu mendominasi."
"Terus kenapa kamu mau bantuin aku? Apa nggak takut ketahuan Tiara?" tanya Arum khawatir Tiara mengetahui kalau Citra membantunya.
"Lo tenang aja, perusahaan mamanya Tiara lagi goyang. Mamanya aja kemarin dateng ke rumah buat minta bantuan bokap gue. Jadi gue jamin dia nggak bakal bisa nyentuh gue."
"Serius?"
"Hmm, makanya gue berani."
Tiara melihat Citra dan Arum tampak akrab di dalam kelas. Dengan wajah angkuh Tiara mendekati keduanya. "Udah punya temen lo Rum?" Tiara menatap Citra dengan tajam.
Bagaimanapun juga jantung Arum berdetak kencang, takut kalau Citra juga menjadi target pembullyan Tiara.
"Nggak gitu, Citra cuma lagi nanya aja kok," sahut Arum berusaha melindungi Citra.
"Oh?" Sebelah alis Tiara terangkat ke atas. Tampak tak percaya sama sekali. "Lo udah bosen hidup tenang Cit?"
Citra berdiri dan menghampiri Tiara, menatap matanya dengan berani. "Jujur aja gue udah muak Ra," ujar Citra dengan nada datar.
Tiara tersenyum miring. "Udah mulai berani lo?"
"Kalo iya kenapa?" tantang Citra.
"Kita liat aja nanti, hidup lo nggak bakal tenang," ujar Tiara songong.
Citra tersenyum miring, "kita liat aja nanti siapa yang bakal minta maaf duluan."
"Yang pasti bukan gue," ujar Tiara pergi ke mejanya.
Saat istirahat Arum dan Citra berjalan berdua ke kantin. Kaki Tiara memanjang ketika Citra berjalan di sampingnya. Alhasil Citra terjatuh lalu ditertawakan oleh kedua teman Tiara, Caca dan Noni.
"Oops sorry, nggak sengaja," ujar Tiara dengan mimik wajah menyebalkan.
"Kamu nggak pa-pa?" tanya Arum khawatir. Ia berjongkok memastikan Citra baik-baik saja.
"Its oke," sahut Citra berdiri menepuk roknya yang sedikit kotor.
"Ayo Rum, kita pergi ke sana aja, di sini ada preman pasar," sindir Citra lalu menggandeng tangan Arum ke arah lain. Begitu duduk teman-teman yang lain mengerubungi Citra.
KAMU SEDANG MEMBACA
Zion
Teen Fiction( Cerita yang terinspirasi dari mimpi ) jadi dilarang plagiat❗ Tangisan Arum membuat Zion si ketua geng turun tangan. Berandalan berambut putih itu menghajar siapa saja yang menyakiti gadisnya. Rank # 1- ketuageng (10 Agustus 2022) *** Sebuah cerita...