20. Kakek Konglomerat

91 5 0
                                    

Tomi menyuruh Lukman melajukan mobilnya menuju ke gang sekolah Lentera Bangsa. Seperti biasa, mobil itu berhenti diseberang jalan. Tomi duduk tenang dengan tatapan tertuju ke arah luar jendela. Tak berapa lama siswa-siswi keluar dari gang tersebut. Tak terkecuali dengan Zion dan Arum. Mereka berjalan berdua menuju ke penjual es kelapa muda pinggir jalan. Tampak keduanya mengobrol dengan akrab sambil menikmati es kelapa.

Tatapan mata Lukman ternyata tertuju ke arah yang sama dengan Tomi.

"Loh, Arum sama siapa itu?" gumam Lukman yang masih bisa didengar oleh Tomi.

"Ada apa Lukman?"

"Itu tuan, anak saya sama siapa? Kok rambutnya dicat putih gitu, emang anak sekolah rambutnya boleh dicat?"

"Oh, jadi gadis itu anak kamu?"

"Iya tuan."

"Kita ke sana sekarang."

"Iya tuan."

Mobil itu akhirnya menyebrang jalan, berhenti di dekat penjual es kelapa. Lukman keluar dari mobil lalu membuka pintu penumpang bagian belakang.

Zion dan Arum tampak terkejut dengan kedatangan tamu tak diundang.

"Ayah," gumam Arum panik. Ia tidak tahu kalau ayahnya akan datang ke sini dan memergokinya tengah bersama Zion yang kini sudah resmi menjadi pacarnya.

Disaat Arum panik dipergoki oleh ayahnya tengah duduk berdua dengan cowok. Zion justru berekspresi marah dalam sepersekian detik setelah menatap ke arah depan. Tangannya terkepal erat. Ia mengalihkan pandangannya ke Arum.

"Gue duluan ya." Zion meninggalkan Arum saat melihat kedua pria dewasa itu berjalan mendekat.

"Eh kok pergi?" Arum semakin panik melihat Zion pergi meninggalkannya, lantas bagaimana ia menghadapi ayahnya seorang diri.

"Cowok itu siapa Rum?" tanya Lukman masih mengamati cowok yang kini berjalan menjauh.

"Itu temen Arum yah," sahut Arum gugup.

"Emang boleh ya, anak SMA rambutnya dicat?"

"Itu...." Arum semakin gugup dan bingung menjawab pertanyaan itu. Pasalnya di sekolahnya tidak ada aturan rambut siswa-siswi harus hitam. Rada aneh juga sih sekolahnya. Sampai sekarang Arum juga masih bingung.

"Nama kamu siapa?" tanya Tomi.

"Oh, ini Arum anak saya tuan, Arum salim sama tuan Tomi, majikan ayah."

Arum pun mencium tangan Tomi dengan sopan.

"Saya dengar kamu pernah sekolah di Luis High School, berarti kamu pinter juga ya?"

"Ah, nggak juga pak, saya cuma beruntung," sahut Arum merendah.

"Arum ini suka membaca tuan, makanya alhamdulillah dia pinter," sahut Lukman bangga dengan anaknya.

"Di rumah saya banyak buku, kamu bisa baca sepuasnya," ujar Tomi.

"Iya pak," sahut Arum kikuk.

"Panggil kakek saja."

"Iya kek."

"Ayo ke rumah saya dulu, sekalian makan malam sama saya," ajak Tomi ramah.

***

Seperti perkataan Tomi tadi, kini Arum berdiri dengan kagum melihat deretan buku-buku yang sangat banyak. Bukan buku tentang percintaan namun buku tentang bisnis dan berbagai buku tentang ilmu pengetahuan.

"Silakan kalo mau baca-baca, saya tinggal dulu ya."

"Iya kek," sahut Arum sopan.

Setelah Tomi pergi Arum langsung berkeliling perpustakaan yang luasnya melebihi kamarnya. Buku sebanyak ini, namun tidak ada sedikitpun debu yang menempel. Luar biasa, pikir gadis itu kagum.

ZionTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang