"Mami gimana sih, udah dua hari Arum ada di sekolah, katanya mami mau bikin Arum dikeluarin?" rengek Tiara begitu memasuki ruang kerja maminya. Tiara sampai harus repot-repot pergi ke kantor maminya hanya untuk mengeluh.
Rena menatap anaknya dengan datar. "Kali ini mami nggak bisa bikin dia dikeluarin dari sekolah." Wanita dengan pakaian kerja warna hitam dengan lipstik merah menyala duduk di kursi kebesarannya dengan sorot mata angkuh.
"Kok bisa sih mi? Mami kan punya uang, sogok aja kepala sekolahnya." Tiara berjalan dengan menghentak-hentakkan kakinya lalu ia hempaskan bokongnya ke sofa.
Brak!
Suara itu datang dari gebrakan tangan Rena ke meja.
"Kamu pikir segampang itu!" Rena bersuara dengan nada tinggi sampai membuat Tiara menciut. Wanita itu meremas tangannya karena kesal. Entah siapa orang yang memberi Arum beasiswa. Sepertinya bukan orang sembarangan. Pasalnya sebelum Tiara menyuruhnya menyogok kepala sekolah, ia sudah lebih dulu melakukannya, tapi tidak berhasil.
Tiara memalingkan wajahnya dengan kesal. "Mami tau siapa yang ngasih Arum beasiswa?" tanyanya lirih.
"Itu yang lagi mami cari tau." Rena menutup berkas yang dibacanya lalu menyilangkan kaki. Punggungnya ia sandarkan ke sandaran kursi dengan tatapan menerawang. Pekerjaan kantor sudah membuatnya pusing, sekarang ditambah lagi harus mengurus si miskin yang telah mengganggu kesuksesan anaknya menjadi juara kelas.
Melipat kedua tangannya di depan dada Rena menatap anak semata wayangnya dengan sorot tajam. "Kamu bikin Arum nggak betah di sekolah, mami coba cari tahu orang yang ngasih Arum beasiswa, kalo udah ketemu mami bakal rayu dia supaya dia berhenti ngasih Arum beasiswa."
"Iya mi," sahut Tiara patuh.
"Harusnya kamu bisa ngalahin Arum secara akademis supaya mami nggak perlu repot-repot seperti ini." Rena menatap kesal anaknya yang tidak bisa ia andalkan. Selalu saja mendapat juara dua.
Mendengar ucapan maminya Tiara mengembuskan napas kesal. Selalu saja ia yang salah dimata maminya.
***
"Semua salah Arum!" pekik Tiara begitu memasuki mobilnya. Sang sopir pun sampai terkejut mendengar suara Tiara yang lantang. Gadis itu bahkan sampai melempar ponselnya ke jok mobil untuk menyalurkan kekesalannya. Ponsel mahal keluaran terbaru itu tampak tidak ada harganya ditangan Tiara. Semuanya bisa ia beli, tapi hanya satu yang tidak bisa ia beli dengan uang yaitu kebahagiannya. Sudah berkali-kali Tiara lelah dan hampir menyerah. Tapi kebenciannya kepada Arum membuatnya kuat berdiri sampai sekarang. Tekanan demi tekanan dari maminya, menuntutnya agar selalu sempurna membuatnya muak.
"Ke bengkel waktu itu," perintah Tiara.
"Tapi non, kalo ketahuan ibu saya bisa dipecat."
"Cepet ke sana!" bentak Tiara histeris.
"Baik non."
Mobil tersebut pergi ke tempat yang dimaksud, tentu saja karena disana ada Zion, cowok berandalan yang dia suka. Sayangnya maminya sudah mengetahui perasaannya kepada cowok itu, alhasil ia dijodohkan dengan Kenzie, anak dari rekan kerja maminya yang katanya setera dengan dirinya.
Tiara mengamati cowok yang dia suka sedang memperbaiki motor dengan telaten dari mobilnya yang terparkir tak jauh dari bengkel. Pesona Zion yang berkeringat dan kotor terkena oli membuat jantung Tiara berdebar kencang. Padahal Tiara tidak suka kotor, tapi melihat Zion ia tidak merasa jijik sedikitpun, mungkin karena visual Zion diatas rata-rata. Kalau yang kotor-kotoran begitu cowok selain Zion, tentu saja Tiara akan merasa jijik. Visual Zion yang maskulin dengan obeng ditangan kanannya berbanding terbalik dengan cowok yang ada di sekolahnya, rata-rata cowok di sekolahnya suka berdandan. Apalagi Kenzie, cowok itu selalu saja memperbaiki rambut jambulnya setiap saat. Sementara Zion dengan rambut berantakannya saja sudah membuat Tiara klepek-klepek.
KAMU SEDANG MEMBACA
Zion
Teen Fiction( Cerita yang terinspirasi dari mimpi ) jadi dilarang plagiat❗ Tangisan Arum membuat Zion si ketua geng turun tangan. Berandalan berambut putih itu menghajar siapa saja yang menyakiti gadisnya. Rank # 1- ketuageng (10 Agustus 2022) *** Sebuah cerita...