15. Penasaran Berakhir Iri

107 8 0
                                    

Tiara yang kembali menjadi kebanggaan maminya, mulai penasaran dengan keadaan Arum yang telah disingkirkan oleh maminya. Ia penasaran saja bagaimana nasib saingannya itu. Karena ia mendengar rumor kalau Arum masuk ke sekolah bobrok.

Tiara yakin Arum menjadi target bully di sekolah barunya yang bobrok itu. Wajahnya yang kalem dan sok suci itu pasti mengundang para pembully mendekat. Seringai muncul di bibir Tiara sambil menatap ke arah jendela mobil yang tengah melaju.

"Pak, pergi ke sekolah Lentera Bangsa dulu sebelum ke sekolah," perintah Tiara dengan angkuhnya di jok belakang.

"Baik non," sahut sopir yang mengantar Tiara, pria paruh baya itu tidak berani bertanya lebih lanjut karena perangai Tiara yang sangat buruk dapat mengancam pekerjaannya sebagai sopir gadis itu.

"Maaf sebelumnya non, bukannya sekolah Lentera Bangsa itu, sekolahnya anak-anak nakal?" tanya sang sopir setelah mengingat tentang sekolah yang terkenal karena tempat anak-anak nakal bersekolah.

"Iya," sahut Tiara menyeringai licik. Kalau bukan karena bantuan maminya, Arum tidak masuk ke sekolah bobrok itu. Lantaran hanya sekolah itu saja yang bersedia menerima Arum, sementara sekolah yang lainnya sudah diberi wanti-wanti oleh maminya untuk tidak menerima Arum di sekolah mereka.

Tiara sudah tak sabar melihat penderitaan saingannya.

Mobil yang ditumpangi Tiara mulai berjalan lambat. Sebelah alis Tiara terangkat tidak melihat keberadaan bangunan sekolah di sekitarnya.

"Kenapa berhenti di sini?" tanya Tiara dengan nada terdengar judes. Ia mengira sang sopir sedang mempermainkannya.

"Sekolahnya masuk ke dalam gang itu non," ujar sang sopir seraya menunjuk sebuah gang yang terlihat kotor dan penuh coretan di bagian dindingnya.

Kening Tiara berkerut jijik melihat gang kotor itu.

"Beneran pak di dalem gang itu ada sekolah?" tanya Tiara tak yakin. Apalagi tidak ada satupun siswa berseragam yang masuk ke dalam sana.

"Iya, saya tidak bohong, memang sekolahnya di dalam sana," sahut pria itu takut-takut.

"Awas aja kalo bapak bohong." Tiara berbicara dengan nada terdengar sinis.

Gadis cantik itu mengambil ponsel mahalnya dari saku dan mulai mencari tahu tentang sekolah Lentera Bangsa.

Senyum penuh meremehkan muncul di bibir Tiara.

"Elo emang pantes masuk ke sekolah bobrok itu, Rum. Istilahnya kembali ke tempat sebenarnya. Orang miskin kayak elo nggak pantes sekolah di sekolah gue, bikin kotor aja," batin Tiara sambil membayangkan wajah nelangsa Arum.

Sementara itu Zion dan Arum turun dari angkot dan berjalan bersama menuju ke sekolah. Zion memberanikan diri untuk menggandeng tangan mungil gadis di sebelahnya. Awalnya Arum kaget hingga langkah kakinya terhenti. Namun berakhir pasrah sambil tersenyum malu-malu. Mengingat Zion adalah orang yang sudah menyelamatkannya tempo hari. Sekarang Arum tidak takut lagi dengan Zion, justru gadis itu kini mengagumi sosok tersebut.

Tak disadari oleh Arum dan Zion, ternyata ada seseorang yang sedang memperhatikan mereka berdua dari dalam mobil mewah yang terparkir tak jauh dari tempat mereka berjalan sekarang.

Tiara menatap tak percaya melihat Arum digandeng cowok tampan sambil tersipu malu. Terlihat bahagia, tidak seperti ekspektasi Tiara selama ini. Mata gadis itu menajam dengan sorot penuh ketidaksukaan.

"Siapa cowok itu? Dan kenapa Arum kelihatan bahagia?" gumam Tiara mengepalkan tangannya dengan erat dipangkuannya.

"Nggak bisa dibiarin, hidup Arum harus menderita, pokoknya dia nggak boleh bahagia. Gue harus rebut cowok itu, dia lebih cocok sama gue," batin Tiara tak rela melihat Arum bergandengan tangan dengan cowok setampan Zion.

"Bapak lihat cowok itu?" tanya Tiara sambil menunjuk ke arah Zion.

"Ya non," sahutnya.

"Cari tahu siapa namanya dan dimana rumahnya," titah Tiara yang tidak bisa ditolak pria paruh baya itu.

"Ya non."

Tidak sulit untuk mendapatkan identitas Zion. Karena setelah keluar mobil dan bertanya kepada salah satu warga sekitar sambil menunjuk Zion yang berjalan memasuki gang tersebut bersama Arum. Sopir Tiara langsung mendapatkan informasi tentang Zion, dari nama sampai tempat tinggalnya. Tidak sulit lantaran Zion sangat terkenal di kalangan warga sekitar.

Tiara tersenyum penuh kelicikan. Arum tidak pantas bersama pria setampan Zion, hanya dia saja yang pantas bersama cowok itu.

***
"Ini bener rumahnya Zion?" tanya Tiara kepada sang sopir dengan raut kebingungan.

"Iya non, kata ibu-ibu pemilik warung itu memang rumahnya Zion," ujar sang sopir.

Tiara memandang jijik ke arah rumah Zion yang merupakan sebuah ruko, dimana di lantai satu digunakan sebagai bengkel dan lantai dua digunakan sebagai tempat tinggal.

Sepulang sekolah Tiara menyempatkan diri menilik rumah cowok yang telah membuatnya terpesona. Namun ia tak menyangka kalau cowok yang ia suka bukan berasal dari kalangan atas seperti dirinya. Terlihat dari wajah dan postur tubuhnya Zion tidak tampak seperti anak orang miskin. Sehingga Tiara syok. Gadis itu pikir Zion adalah anak orang kaya namun karena berandal jadi dimasukkan ke sekolah bobrok itu.

"Maaf non, sebentar lagi non Tiara ada les bahasa Jerman," ujar sang sopir mengingatkan.

"Yaudah kita pulang," ujar Tiara namun baru beberapa detik tiba-tiba gadis itu menyuruh sang sopir untuk memberhentikan mobilnya kembali. Lantaran ia melihat Zion baru pulang ke rumah.

"Tunggu dulu!"

Tiara terus menatap kediaman Zion berharap cowok yang ia suka keluar agar ia bisa melihat wajah laki-laki itu lebih lama lagi. Tiara beruntung lantaran Zion turun ke lantai satu dan membantu seseorang memperbaiki sebuah motor.

Mata Tiara berbinar-binar. Tampak mengagumi cowok yang ada di seberang sana. Meski tidak memakai baju branded seperti teman-temannya, Zion tetap terlihat keren. Cowok itu hanya memakai wearpack khas orang bengkel. Walau begitu dibandingkan dengan orang bengkel di sana, wajah Zion lah yang paling menonjol.

Cowok keren ditempatkan di tempat kotor sekalipun akan tetap terlihat keren. Terlihat tangan Zion yang putih bersih dalam sekejap langsung berwarna hitam karena terkena oli.

Tiara begitu menikmati pemandangan di depannya, ia belum pernah melihat cowok sekeren Zion sebelumnya. Sebenarnya banyak cowok ganteng di sekolahnya, tapi kebanyakan dari mereka adalah anak mami yang sangat manja. Mereka hanya ganteng saja. Tapi berbeda dengan Zion, dia ganteng sekaligus keren. Bagaimana ya untuk mendeskripsikannya?

"Non, ini udah waktunya ke tempat les," ujar sang sopir mengganggu kesenangan Tiara.

Gadis itu melihat jam di ponselnya dengan wajah cemberut dan menghentakkan benda tersebut dengan kencang ke jok mobil di sampingnya untuk melampiaskan kekesalannya.

"Yaudah kita pulang," sahut Tiara kesal. Ia masih belum puas melihat cowok itu. Tapi sebentar lagi ada les bahasa Jerman, ia tidak mau maminya memarahinya karena bolos.

Keesokan harinya Tiara kembali datang ke kediaman Zion dan rela membolos les piano dan beberapa les lainnya. Hanya untuk melihat Zion lebih lama. Sudah tiga hari Tiara melakukan hal tersebut. Mengamati Zion yang sedang bekerja setelah sepulang sekolah, bahkan tak jarang teman-teman Zion datang dan menjadikan bengkel tersebut menjadi sebuah basecamp. Tempat berkumpulnya anak-anak berandalan.

"Gue nggak bisa gini terus, cuma ngeliatin dia dari jauh. Cih, jangan panggil gue Tiara kalo gue nggak bisa deketin dia, gimanapun caranya," batin Tiara yang tak mau kalah dengan Arum. Gadis sok suci itu saja bisa mendekati Zion, apalagi dirinya yang cantik, pintar dan kaya. Dibandingkan dengan Arum ia jauh lebih unggul.

***
Bersambung...



ZionTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang