2- Beda Rasa

178 32 9
                                    

Lagi-lagi aku tersadar.
Tak ada kata pertama.
Aku, dalam hidupmu.

***


Terlalu banyak perbedaan yang membuat jarak di antara mereka semakin jauh. Kalau dalam pribahasa, diibaratkan langit dan bumi. Mungkin juga, pengharapan Nara pada Aidan bagai punuk merindukan rembulan, tidak akan bisa tergapai.

Nara, gadis penyuka segala sesuatu yang berbau sporty, sedangkan Aidan sebaliknya, tapi bukan berarti dia kemayu. Aidan tetap lelaki cool yang kurang berminat dalam bidang olah raga, makanya terlihat kurus dengan tinggi badan standar. Tidak ada atletisnya sama sekali memang, meski hal tersebut bukan penghambat untuk Nara menyukainya.

Lalu, Nara yang rajin masuk sekolah, sedangkan Aidan sering bolos dan datang terlambat. Tak terhitung berapa kali lelaki itu mendapat hukuman karena keterlambatannya. Masih banyak perbedaan di antara keduanya, tapi dari banyaknya perbedaan tersebut, mereka memiliki satu kesamaan yaitu menyukai dunia sastra.

Jika Aidan mengeluarkan kemampuan sastranya dengan cara memberikan gombalan pada gadis yang menurutnya menarik, maka Nara hanya akan menuliskannya dalam buku diary, termasuk ungkapan perasaannya terhadap lelaki itu.

Derit kursi membuyarkan lamunan Nara. Yakin seseorang menduduki kursi di sebelahnya, ia menoleh dan refleks bersuara, "Ngapain?"

Rasa suka Nara terhadap Aidan sama halnya seperti pada sastra. Namun, hati dan perilaku gadis itu kerap tidak sinkron. Ia bersikap jutek untuk menutupi perasaannya. Jantungnya selalu berdegub lebih cepat kala berdekatan dengan sang pujaan hati.

Lelaki itu tersenyum dan memiringkan wajahnya untuk menatap Nara yang berubah gugup. Berdehem, ia segera memalingkan wajah.

"Liat PR kimia, dong!" ujarnya begitu santainya. Aidan membuka lembaran buku berisi soal kimia yang ditugaskan minggu kemarin. Belum ada satu jawaban pun yang tertulis di sana.

Aidan memang sepemalas itu.

Tidak yakin, Nara membuka tas dan mengambil buku tugas yang ia kerjakan semalam.

"Kenapa gak liat ke Rana aja?" tanyanya. Jujur saja, Nara tidak suka dengan apa yang keluar dari mulutnya sendiri. "Jawaban dia udah pasti bener. Kalau liat yang aku ... pasti banyak salahnya."

Dapat Nara dengar kekehan dari lelaki di sampingnya. Nara hanya bergumam tak jelas.

"Males. Nyalin PR kimia aja harus desak-desakkan kayak gitu!" Aidan mengarahkan dagu pada sekumpulan siswa di bangku Kirana. Tentu saja mereka tengah menyalin jawaban milik gadis yang terkenal pintar itu.

"Jangan nyalahin kalau nanti dapet nilai nol." Setidak yakin itu Nara terhadap kemampuannya. Ia memang pernah mendapat nilai tinggi saat SMP, bahkan hampir menyaingi juara umum, tapi Nara pikir semua hanya kebetulan meski saat itu dirinya berada dalam kelas unggulan.

Aidan tampak akan menyela, tapi melihat Nara yang hendak kembali berbicara, ia kembali mengatupkan bibirnya.

"Kamu gak ada pilihan lain, 'kan? Lagi males desak-desakkan makanya liat ke aku," dumelnya. Tiba-tiba saja merasa kesal mengingat fakta bahwa lelaki itu biasanya ikut bergabung dengan siswa lain. Nara merasa hm sedikit tak terima selalu dijadikan pilihan kesekian oleh Aidan.

Masih dengan raut bertekuk, Nara membuka bukunya dan menggeser ke arah Aidan. "Nih, cepet kerjain keburu pak Damar dateng!"

Aidan menganggukkan kepalanya diiringi senyum gelinya. Melihat itu, kernyitan di dahi Nara muncul. Ada yang lucu emang?

About Aidan ✔️Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang