3- Terikat dalam Bayangan

152 29 3
                                    

Bahkan aku tak bisa lepas di saat kamu tak mengikatku sama sekali.

***


Pagi dengan cuaca yang cukup terik, tapi tak menyurutkan semangat Nara untuk menjalani hari di sekolah. Selain belajar, ada beberapa hal yang membuat para siswa betah, di antaranya ketika ulangan harian tidak jadi, kelas kosong, dekat dengan orang yang disuka, dan melihat kakak kelas kece.

Bagi Nara opsi terakhir paling menarik. Lupakan saja dulu rasa sukanya terhadap Aidan. Nyatanya lelaki itu kerap dekat dengan banyak perempuan mentang-mentang terkenal karena ketampanannya.

Maka dari itu, Nara dan kedua sahabatnya memanfaatkan jam pelajaran yang kosong untuk memperhatikan lalu lalang. Mereka duduk mengadap jendela yang kebetulan menghadap ke arah lapangan.

"Kak Zian ganteng juga ya?" celetuk Rana membuat mereka segera memperhatikan sosok yang dimaksud tengah berdiri di pinggir lapangan, bercanda dengan teman-temannya.

Ziandra, kelas XI IPS 1, sekelas dengan kakak sepupunya. Lelaki itu memiliki kulit yang putih sehingga kerap menjadi pusat perhatian. Wajahnya juga lumayan tampan dan tidak banyak tingkah. Berbanding terbalik dengan Dipta, entah dari segi penampilan maupun sikapnya.

"Mirip pacar kamu gak sih?" tanya Lala menyenggol bahu Rana yang duduk di sisi kirinya.

Dari sisi kanan gadis itu, Nara ikut mengernyit. "Kak Azril?"

Lala mengangguk, berbeda dengan Rana yang tampak menilik-nilik. "Hm iya ya? Pantesan rasanya familiar," gumam gadis itu. Rana memang sudah memiliki pacar. Namun, mereka tidak satu sekolah. Azril merupakan siswa SMK Tunas Bangsa yang letaknya tidak jauh dari SMA Cempaka.

Merasa diperhatikan, lelaki itu mengarahkan tatapan lalu tersenyum. Nara segera menegakkan badan, melirik bergantian pada kedua sahabatnya. Kak Zian senyum ke siapa?

"Kak Zian senyum ke lo, Ra!" pekik Lala membuatnya tergagap. Nara menggelang cepat, tiba-tiba merasa salah tingkah.

"A-apaan sih? Ya ... enggak mungkin lah!" elak gadis itu.

"Mungkin aja dia naksir kamu." Rana menambahkan. Tak ingin membuat kedua sahabatnya berspekulasi lebih jauh, ia bangkit, hendak kembali ke tempat duduknya, mengabaikan seruan Lala dan Rana yang terus menggodanya.

"Ra?"

Nara menghentikan langkah mendapati Aidan berdiri di depannya, menghalangi. Nara menaikan sebelah alis, lelaki itu hanya memperhatikannya tanpa berkata apa pun. Ditatap seperti itu, wajahnya jadi memanas. Nara berdeham, tenggorokannya tiba-tiba terasa kering.

"Apa sih liat-liat!" Nara mendorong dada Aidan karena jarak mereka terlalu dekat.

Lelaki itu tersenyum lalu berkata dengan suara rendah. "Gak papa, cuma nyapa aja."

Aidan kemudian berlalu ke tempat duduknya. Nara jadi geregetan sendiri karena tingkah lelaki. Ah, tolong bawa dirinya ke dokter sekarang juga. Sepertinya jantung Nara bermasalah.

***

Gadis itu menidurkan wajahnya di atas meja dalam keadaan menyamping, tepat menghadap ke arah Aidan berada. Tugasnya telah selesai ia kerjakan, tinggal dikumpulkan, menunggu teman-teman yang lainnya. Beruntung Nara berada di barisan ketiga sehingga posisinya terhalangi oleh teman yang duduk di depannya.

Sesekali senyumnya terbit mendapati lelaki di seberang sana mengernyitkan dahi, menandakan tengah berpikir keras, bahkan Aidan sampai mengacak rambutnya hingga berantakan. Tambah ... ganteng, hehe. Nara berpura-pura memejamkan mata ketika hampir ketahuan tengah memperhatikan.

Menyerah, lelaki itu menghampiri Rana untuk meminta bantuan. Senyum Nara luntur seketika. Segera ia mengganti posisi tidurannya hingga membelakangi kedua orang tersebut. Ia tidak tahu kalau beberapa detik kemudian, Aidan menatap tepat ke arahnya.

"Baiklah anak-anak, karena waktunya sudah habis, selesai atau tidak selesai silahkan kumpulkan tugasnya," suruh Bu Nilam lalu melirik sang ketua kelas. "Irgi, tolong antarkan bukunya ke ruangan ibu."

"Siap, Bu!" Irgi yang sedang menyelesaikan tugas nomor terakhir membuat gerakan menghormat.

Setelah sang guru keluar kelas, Nara bangkit untuk menyimpan buku di meja depan. Ia kemudian mengambil tasnya berjalan keluar kelas tanpa pamit pada siapapun. Suasana hatinya sedang dalam keadaan buruk.

"Kak Dipta!" panggilnya mendapati sang sepupu melintas di depannya.

"Aku nebeng pulangnya ya? Lagi males jalan nih!" Males ketemu Aidan juga, tambahnya dalam hati. Jarak rumahnya ke sekolah memang bisa ditempuh dengan berjalan kaki. Terlalu dekat jika harus naik kendaraan umum.

"Yah ... gue mau nugas dulu."

"Tumben? Biasanya juga males," julid Nara membuat lelaki itu memberikan jitakan di dahinya.

"Jangan sok ya, mentang-mentang rajin. Pulang bareng Riko aja ya?" pintanya melirik lelaki berambut ikal yang tengah memainkan kunci motor. "Eh Rik! Titip nih bocil!"

Nara melotot lalu melirik Riko yang mengangkat jemarinya, membentuk kata 'oke', pertanda bahwa lelaki itu setuju.

"Ya udah deh, tapi Kak Riko jangan mampir dulu ke warung Mak Lastri. Aku malu banyak kakak kelas," keluhnya. Kebetulan beberapa hari lalu ia diajak pulang oleh sahabat sepupunya. Namun, Riko malah mampir sebentar ke warung yang biasa dijadikan tongkrongan tersebut. Parahnya ia para siswa yang ada di sana malah gencar menggodanya.

Mengangguk, Riko mengajaknya ikut ke parkiran. Motor yang mereka tumpangi melaju, melewati beberapa siswa yang berjalan beriringan menuju gerbang. Di sana Nara menemukan keberadaan Aidan bersama teman-temannya.

Tatapan mereka sempat beradu, tapi lelaki itu malah membuang muka. Nara tidak tahu mengapa Aidan bersikap seperti itu. Aidan dan segala tingkahnya membuat Anara seperti tersesat dalam labirin gelap.

"Eh, Ra!"

Anara yang tengah memandangi pepohonan di pinggir jalan menatap ke arah spion. "Kenapa, Kak?"

"Anak-anak pada nanyain, mereka nyangka lo pacarnya Dipta." Perkataan lelaki itu membuat Nara membeliakkan mata. "Lah? Bukannya Kak Dipta pacaran sama Kak Reta? Kok jadi sama aku sih?"

"Udah putus kali, ke mana aja kamu Siti!"

Menyebalkan sekali sahabat Dipta yang satu ini. Nara memukul punggung lelaki itu hingga mengaduh. Motor yang mereka tumpangi sampai oleh. Beruntung Riko dapat menyeimbangkan diri.

"Astagfirullah, untung gak jatuh." Riko menepi, helaan napas lega terdengar sangat jelas.

"Maaf, Kak. Abis Kak Riko sih," gumam Nara penuh sesal. Jujur saja ia tak kalah terkejut, tangannya sampai bergetar. Bagaimana kalau tadi Riko tidak sigap, mungkin mereka sudah terkapar di tengah jalan dan berlumuran darah.

Membayangkan banyak kendaraan besar yang melintas membuatnya bergidik. Nara bersyukur masih diberi keselamatan oleh sang Pencipta. Ia juga pasti akan merasa sangat bersalah jika terjadi sesuatu pada lelaki yang memboncengnya.

"Kak Riko marah ya?" tanya Nara karena lelaki itu tak menanggapi permintaan maafnya. "Maafin dong, please!"

Riko menghembuskan napas kasar. "Iye iye gak usah melas gitu, gue tadi masih kaget aja."

Nara mengerucutkan bibir. Walaupun begitu, ia tak protes lagi. Keduanya kemudian tenggelam dengan kesibukan masing-masing. Riko fokus pada kegiatan menyetirnya dan Nara kembali mengingat Aidan dengan segala tingkahnya.

Tbc

Halo! About Aidan part 7 & 8 di Karyakarsa udah up yaaaa

About Aidan ✔️Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang