22- Yang Sempat Terbalas (End)

258 23 18
                                    


Terima kasih untuk rasa yang terbalas meski tak sempat saling berbalas.

***


Nara tidak pernah menyesal menyukai seorang Aidan. Meski luka kerap kali ia rasa saat mencoba bertahan untuk tetap menaruh harapan walau lagi-lagi dihempaskan.

Memang tidak seharusnya ia menyalahkan Aidan atas perasaan patahnya. Sejak awal lelaki itu tak pernah menjanjikan apa pun, kecuali sebuah perhatian yang terkadang agak berlebihan dalam sudut pandangnya.

Panggilan 'Sayang' Aidan, nada cemburu setiap melihat Nara bersama lelaki lain, atau bahkan pujian lelaki itu disertai tatapan hangatnya.

Semua mungkin hanya ilusinya. Nara terlalu menyukai Aidan hingga ia menciptakan banyak harapan dan memupuknya sampai tumbuh subur.

Rasa sakit tiga tahun yang dirasa adalah karena ulahnya. Aidan bahkan tak pernah meminta Nara untuk berjuang, pula tidak menyuruhnya agar menunggu.

Aidan tidak jahat karena memacari dua gadis disaat Nara dengan sabar menunggu lelaki itu sadar akan perasaannya. Justru Nara tokoh antagonisnya. Ia menggantungkan perasaan Alvaro- bisa disebut mempermainkannya selama hampir dua tahun. Ia menolak Zian setelah memberikan harapan pada lelaki itu, bahkan berusaha mengabaikan ketulusan Hemma dan Septian. Kurang jahat apalagi dirinya?

Kebenaran lain yang ia sembunyikan selama ini lebih kejam dari yang orang-orang duga. Nara sengaja mendekati mereka untuk menarik atensi Aidan. Berusaha memanas-manasi lelaki itu, berharap keajaiban datang dan Aidan tiba-tiba sadar kalau dirinya menyukai Anara. Namun, semua hanyalah khayalan Nara karena faktanya Aidan tidak sedikit pun menoleh untuk menganggapnya lebih dari seorang teman.

Nara bersyukur Alvaro mengambil keputusan yang tepat untuk meninggalkannya meski terkadang lelaki itu lupa dengan posisinya. Ia lega karena Zian sudah menjadi alumni dan mereka tak perlu bertemu lagi. Lalu, Hemma yang mulai lelah dengan rasa bertepuk sebelah tangannya. Septian? Ia harap adik kelasnya itu akan segera menyerah. Nara tak perlu khawatir karena setelah besok, mereka memiliki kemungkinan kecil untuk bertemu.

Tak terasa tiga tahun berlalu begitu cepat. Besok adalah hari perpisahan untuk kelas XII. Artinya Nara akan benar-benar mengakhiri cintanya yang bertepuk sebelah tangan.

"Nggak kerasa, ya? Kita udah mau pisah aja," ujar seseorang yang entah sejak kapan duduk di sebelahnya. Tanpa menoleh, Nara tentu tahu pemilik suara berat tersebut. Sosok yang sudah ia anggap sebagai saudara saking dekatnya.

"Aku masih inget banget waktu kelas 10, kamu pernah tidur di kelas dengan kepala dimasukin ke dalam tas, Gi," ucap Nara membuat lelaki di sampingnya terkekeh.

"Gue juga inget banget pertama masuk kelas, Wisnu teriak-teriak manggilin cewek manis bergelang putih."

"Dan gelang itu hasil minjem punya Miya," lanjut Nara. Ia tak menyangka Irgi masih mengingatnya hingga kini. Lelaki itu bilang, ia mengenal Nara karena teriakan si badboy Wisnu yang katanya jatuh cinta pada pandangan pertama padanya.

Lalu, keduanya terdiam, memilih memandangi para adik kelasnya- anggota OSIS yang berkeliaran karena tengah mempersiapkan acara perpisahan untuk besok. 

Banyak yang Nara pikirkan sebenarnya, selain ketidaksiapan berpisah dengan teman-temannya, ia juga belum siap menghadapi kehidupan di luar sana. Nara bahkan pusing memikirkan nasibnya yang masih terombang ambing. Setelah gagal SNMPTN, rasa percaya dirinya mulai menurun. Ternyata menjadi juara umum selama tiga tahun tak menjadi dirinya lolos masuk PTN yang diinginkannya. Hh, sepertinya Nara harus berjuang keras lagi untuk mengikuti SBMPTN.

About Aidan ✔️Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang