15- Satu dari Banyak Hal

81 20 2
                                    


Beberapa dari mereka fokus mengejar satu hal hingga melupakan banyak hal lainnya

***

Kegiatan pembelajaran sedang berlangsung. Suara Bu Tatina terdengar memenuhi ruangan. Nara menatap angka di whiteboard lalu kembali menulis di buku matematikanya.

Beberapa siswa tidak ada di kelas karena izin untuk mengikuti kegiatan rapat OSIS. Katanya mereka sedang mempersiapkan calon anggota dan ketua yang baru. Sama halnya dengan Rana dan Lala yang sudah ke luar kelas sejak 15 menit lalu.

Nara mengerjakan soal yang diberikan dengan fokus. Ia membalikan badan untuk meminjam penghapus pada Miya yang duduk di belakangnya. Kebetulan sekarang setiap siswa duduk terpisah sehingga Nara tidak memiliki teman sebangku lagi.

Mengembalikan penghapus pada pemiliknya, ia menyempatkan diri mengarahkan pandangan. Didapatinya Alvaro sedang menidurkan kepala. Nara jadi teringat kejadian minggu kemarin yang membuat keduanya menjadi berjarak. Ia tidak tahu siapa yang menciptakan itu, hanya saja Nara kerap merasa canggung dan tidak enak, sedangkan Alvaro sendiri tampak menghindarinya, bahkan tidak mengajaknya berbicara seperti biasa.

Membalikan badan, ia kembali melanjutkan kegiatannya. Ini yang Nara tidak suka dari adanya perasaan dalam pertemanan. Jika ada masalah pasti berdampak.

Nara menjadi orang pertama yang berhasil menyelesaikan tugasnya. Setelah menyimpan buku, ia meminta izin pada sang guru untuk pergi ke toilet. Saking tak fokusnya berjalan, ia hampir menabrak seseorang. Nara meringis, hendak menggumamkan kata maaf, rapi lelaki di depannya sudah mendahului.

"Hati-hati, Kak."

Mendongak, Nara mengerjap lalu tersenyum kikuk. "Ah iya"

Ia kira semua sudah berakhir, ternyata lelaki itu masih belum beranjak dari hadapannya. Nara menatap bingung dan agak salah tingkah. "Kenapa?"

Ia malah merapatkan bibir, tampak menahan senyum lalu menggelengkan kepala.

"Tian, ayo! Pak Dirga udah masuk kelas!"

Lelaki yang dipanggil Tian berdecak. Ia kemudian menatap Nara lagi. "Duluan Kak, see you!"

Nara melongo mendengar ucapan adik kelasnya itu. Namanya Septian. Lelaki berwajah kebule-bulean itu cukup terkenal. Bukan karena kepintarannya, melainkan ia memiliki suara yang merdu. Penampilannya juga cukup menarik. Meski tubuhnya tidak terlalu tinggi, Septian memiliki wajah yang tampan. Pakaiannya selalu terlihat putih bersih dan rapi, bahkan saat seragamnya di keluarkan pun, malah jatuhnya enak dipandang.

"Ngapain?"

Nara tersentak mendengar suara di dekat telinganya. Ia mendongak dan mendapati sosok Aidan. Sepertinya lelaki itu habis membasuh muka. Terlihat dari rambut dan wajahnya yang tampak masih basah, bahkan sisa cipratan air mengenai bajunya.

"Mau ke toilet," ucap Nara tanpa mengalihkan perhatian dari lelaki di depannya.

"Oh, kirain janjian sama adik kelas." Sindiran tersebut membuatnya membeliak. "Kamu liat?"

Aidan mengangguk.

"Tadi cuma-"

"Irgi ada nggak?" potong Aidan. Mendengkus, Nara menjawab dengan malas. "Ada, tapi ada Bu Tina."

Setelah itu, ia berjalan melewati Aidan. Namun, usapan lembut di kepala membuat Nara terkesiap. Menoleh, Aidan terseyum kecil. "Ada daun tadi."

"O-oh iya, em thank's." Nara segera berbalik dan berjalan cepat menuju toilet. Seharusnya ia tidak berharap Aidan sengaja mengusap kepalanya.
***

About Aidan ✔️Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang