6- Sebuah Pesona

102 23 0
                                    

Kamu ibarat bola basket. Sangat aku sukai hingga tak lelah untukku berlari demi mendapatkannya.

***


Satu semester telah terlewati. Sesuai dugaannya, Rana mendapat peringkat pertama dan disambut dengan antusias oleh warga kelas, termasuk Aidan yang menjadi orang pertama mengucapkan selamat pada gadis itu.

Seperti biasa, Anara menjadi yang kedua setelah sahabatnya. Harusnya ia bersyukur, tapi perasaan iri menggerogoti hatinya, terlebih saat dirinya melihat tatapan bangga yang dilayangkan sang pujaan hati pada Rana.

Kini setelah libur panjang dan kembali masuk sekolah, tekad Nara kembali tumbuh. Sebenarnya beberapa minggu di semester dua, ia kerap mendapat kekecewaan.

Rana terpilih menjadi anggota OSIS bersama dua teman lainnya, sedangkan Nara berakhir menjadi anggota MPK. Ia dengan enggan menerimanya karena hal tersebut dipilih langsung oleh anak OSIS atas rekomendasi para guru.

Lainnya adalah Rana dan Lala lolos seleksi paduan suara. Lagi-lagi Nara gagal. Ia tahu, suaranya tak seindah teman-temannya, tapi kenapa rasanya hidup tak adil? Sejak awal Rana selalu menjadi pusat perhatian karena mampu melakukan segalanya. Sedangkan Nara? Ia merasa tak mampu melakukan apapun, termasuk membuat Aidan bangga padanya.

"Ra, ponsel lo bunyi tuh!"

Nara yang sedang melamun terkesiap. Ia melirik pada layar ponselnya yang menampilkan satu nama. Refleks Nara melirik teman sebangkunya yang sudah melemparkan tatapan menggoda. 

"Cieee, ditelepon Kak Zian!" Miya menyenggol bahunya membuat Nara berdecak.

Hubungannya dan Zian masih jalan di tempat. Mereka masih saling berbalas pesan, kakak kelasnya itu juga berkali-kali melemparkan kode, tapi ia berpura-pura tak mengerti. Rasanya, keinginan menggebu untuk move on lenyap sudah. Nara mulai mengurangi komunikasi mereka. Sengaja memberikan balasan lama, berharap Zian mundur sendirinya. Namun, lelaki itu pantang menyerah, bahkan pernah mengisikan pulsa karena mengira Nara kehabisan kuota, padahal ia sengaja menonaktifkan data internet untuk menghindar.

Panggilan berakhir tanpa Nara perlu mengangkatnya. Ia membuka chat yang dikirimkan.

Kak Zian: Pulang bareng yuk!

Seketika jantung Nara berdebar cepat. Ia panik dengan ajakan Zian. Kalau mengiyakan, pasti gosip akan menyebar. Menolak? Nara merasa tidak enak, makanya ia menunda balasan dan memikirkan pilihan terbaik.

Jujur saja, Nara sempat tertarik karena fisik lelaki itu, tapi tidak berlangsung lama karena pesona Aidan terlalu kuat sehingga ia tak mampu berpaling. Nara menyesal sudah meladeni hingga akhirnya sulit mengakhiri.

"Ra itu ada Kak Zian!" teriakan Irgi membuat warga sekelas langsung menyorakinya. "Cieee, Nara!"

Nara jadi salah tingkah. "Apa sih kalian!"

"Jadi, lo sama Kak Zian sekarang? Bukannya kemarin-kemarin pedekate sama Kak Dipta?" tanya Wisnu sinis. Kalau kata Miya, lelaki itu benar-benar tertarik padanya meski Nara sangsi. 

Oh, ya. Mereka masih belum tahu hubungannya dengan Dipta. Sekarang Nara tak terlalu memikirkan spekulasi orang-orang mengenai kedekatan mereka. 

"Ra, ini samperin dulu!" Irgi yang berdiri di pintu kelas kembali berbicara. 

Enggan, Nara bangkit dari tempat duduknya, mengabaikan tatapan beragam teman-temannya. Lagipula, kenapa lelaki itu harus menemuinya? 

Memaksakan senyum, ia menyapa Zian yang menatapnya dengan binar penuh. Satu teman yang menemaninya berpura-pura terbatuk.

About Aidan ✔️Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang