11- Mengurai Warnamu

106 20 1
                                    

Tentang kamu yang terlalu abu-abu. Dapatkah aku mengurai warna itu?

***


Tak terasa, waktu begitu cepat berlalu. Namun, tak ada yang berubah dengan perasaan Nara. Masih stuck pada satu hati. Pun Aidan yang bersikap seperti biasa. Terkadang perhatian dan begitu dekat, tapi di lain waktu terasa sangat jauh hingga Nara tak mampu menjangkaunya.

Nara memandangi kartu ujian kenaikan kelas di tangannya. Keinginannya tak terkabul untuk bisa satu ruangan dengan sang pujaan hati. Setidaknya ia merasa sedikit lega karena Rana juga tak memiliki kesempatan sepertinya. Entah bagaimana perasaan gadis itu terhadap Aidan, tapi ia yakin ada ketertarikan.

Anehnya, mereka yang tampak begitu dekat tak pernah mengubah status menjadi lebih dari teman sekelas. Nara juga tak mengerti.

Memasukan kartu tersebut ke kotak pensilnya, Nara segera berdiri dan mencantolkan tas. Ia kemudian mengangkat kursi dan menyimpan ke atas meja dengan posisi terbalik. Kebetulan hari ini, semua kelas diwajibkan bersih-bersih karena hari Senin nanti, ujian kenaikan kelas akan dilaksanakan.

Nara berjalan ke pojok kelas untuk mengambil sapu yang tersisa, mulai bergabung dengan yang lain. Mendengar suara tak asing, ia mendapati Aidan naik ke atas meja, ternyata lelaki itu hendak membersihkan jendela paling atas dengan kemoceng ditangannya.

Wisnu yang jail malah menggoyangkan meja tersebut hingga Aidan hampir terjatuh.

"Wisnu!" Nara refleks berteriak hingga mereka menoleh bersamaan. Merutuki mulutnya, ia berusaha terlihat tetap tenang. "Jangan gitu! Kalau Aidan atau yang lain celaka, kamu juga yang kena imbasnya."

Lelaki itu berdecak lalu berjalan ke arah Nara dan mengambil sapunya. "Biar gue aja yang bersihin, calon pacar duduk aja."

"Dih? Apaan?" Nara berusaha merebut sapu tersebut, tapi Wisnu malah berlari hingga membuat kelas menjadi gaduh karena sampah yang sudah dibersihkan kembali bertebaran.

"Wisnu jangan jail kenapa, sih?" teriak Nara lagi kemudian mengarahkan pandangan, mencari Irgi. "Gi, ini marahin, nih! Wisnu dari tadi ganggu terus."

"Amanin aja Gi, ke kebun binatang sekalian, deh!" tambah Nirina memukul badan sapu yang dipegang Wisnu.

"Lo diem, deh! Ganggu kesenangan gue aja." Wisnu yang tak terima membalas ucapan Nirina hingga terjadi adu mulut.

Menepuk dahi, Nara menatap sekeliling kelas yang begitu gaduh. Melihat Rana yang baru memasuki ruangan setelah dipanggil Kak Helda sang ketua OSIS, ia memicingkan mata saat sahabatnya itu menghampiri Aidan.

Yang disapa segera menoleh lalu duduk di atas meja, Rana mengambil alih kemoceng dan membersihkan jendela bawah. Mereka tampak serius mengobrol.

"Hei manusia!"

"Jreng jreng jreng!"

Apalagi ini ya Tuhan? Nara menatap prihatin ke arah Hemma dan Yuda yang tengah memeluk sapu. Berlagak seperti penyanyi kondang.

Raut wajah Yuda dibuat semenghayati mungkin. "Hormati ibumu uuuu, yang melahirkan."

"Jreng jreng jreng!" Hemma malah tampak bersemangat menyuarakan nada gitar. Aidan yang biasa bergabung terlihat anteng di dekat Rana.

"Anara!" teriakan Miya yang baru memasuki kelas sembari membawa ember berisi air menambah kebisingan.

Nara mengusap dadanya lalu bertanya dengan sabar. "Apa? Nggak usah teri-"

"Itu ada Kak Dipta!" potongnya berjalan ke belakang kelas. Nara menatap teman sebangkunya yang tengah memeras lap pel kemudian berjalan cepat untuk membuktikan kebenaran tersebut.

About Aidan ✔️Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang