13- Tatap Pertama

72 19 4
                                    

Masih selalu kamu yang menjadi orang pertama untuk kutatap.

***

"Cantik-cantik, ya, anak baru!"

Nara yang sedang fokus memainkan snare drum menoleh pada Yuda, padahal lelaki itu bukan anggota marching band, tapi malah ikut kumpul dengan alasan bosan di kelas barunya. Kegiatan pembelajaran juga belum efektif sehingga banyak para siswa yang berkeliaran.

Melirik ke arah teman-teman lelakinya, ia mendapati Aidan yang ikut mengarahkan tatapan pada sekumpulan siswa baru yang sedang beristirahat. Berdecak dalam hati, Nara beralih pada alat musik di depannya lalu memukulnya dengan pelan. Aidan dan yang lain, kecuali Irgi- memang tidak bisa dipercaya. Mereka gampang terpesona dengan yang namanya perempuan cantik meski tak sampai pada tahap berani mendekati.

"Airish mana sih? Dari tadi gak dateng-dateng," keluhan Zara kembali terdengar. Tiga puluh menit telah berlalu. Airish sebagai mayoret tak kunjung datang. Hemma sudah menyusulnya teman sekelasnya, tapi gadis itu tidak ditemukan, bahkan chat yang dikirimkan tak kunjung dibacanya.

Kedatangan Helda sebagai ketua OSIS serta salah satu pengurus marching membuat semuanya mengalihkan pandangan. Lalu pemberitahuan mengenai pengunduran diri Airish membuat mereka terkejut. Kegiatan Demo dilakukan akhir pekan nanti, sedangkan Airish yang memiliki posisi penting malah lari dari tanggung jawabnya.

"Terus yang jadi mayoretnya siapa, Kak?" tanya Miya khawatir. Jangan sampai ekskul mereka tidak jadi tampil hanya karena salah satu anggota mengundurkan diri.

"Kak Fanya aja gimana, Kak?" Rana mengusulkan kakak kelas yang sebelumnya menjadi mayoret.

Helda tampak tak setuju. Semua tanggung jawab sudah dialihkan karena anak kelas 12 sebentar lagi turun jabatan. "Kita bisa cari penggantinya dari kalian."

Semua terperangah. Helda berdiskusi dengan yang lain sebelum kemudian menjadikan Anara sebagai orang yang menggantikan Airish. Bukan tanpa pertimbangan, mereka memilihnya karena beberapa alasan. Selain postur tubuh Nara yang tinggi, gadis itu juga memiliki penampilan yang menarik, dan pintar sehingga dapat menghapal gerakan dengan cepat.

Helda membutuhkan itu semua, apalagi seorang mayoret bisa dikatakan sebagai pusat dari pertunjukan. Tentunya juga harus good looking.

Nara sendiri sempat menolak, tapi Helda tidak suka dibantah. Entah kenapa, ia merasa kakak kelasnya itu selalu lebih memperhatikannya, bahkan dulu Helda pernah bertanya, apakah dirinya berminat menjadi ketua OSIS atau tidak.

Aneh, sekali bukan? Padahal Nara sebelumnya bukan anggota dari organisasi tersebut. Ia memang ingin menjadi anggota OSIS, tapi tak tertarik untuk mendapat jabatan tinggi seperti itu.

Ia kira Rana yang bakal menjadi kandidat atau Bulan, anak kelas sebelah yang kini menjadi teman sekelasnya. Gadis itu sepertinya akan menjadi rival Nara dalam hal akademik. Bulan merupakan siswa dengan peringkat pertama di kelasnya dulu. Ia cukup terkenal karena wajah cantik dan penampilan anggunnya. Selain itu, Bulan adalah keponakan salah satu guru senior di sekolah.

"Ambil, Anara. Nanti Fanya yang akan mengajari kamu." Helda menyodorkan tongkat mayoret padanya. Tak diberi pilihan, Nara akhirnya menerima benda tersebut. Kebetulan Fanya belum datang karena sedang mendiskusikan seputar kegiatan masa orientasi dengan anggota sedivisinya.

Nara berlatih sendiri dulu dengan melihat contoh lewat channel YouTube. Sepuluh menit kemudian Fanya datang. Gadis ayu itu menghampirinya setelah berbicara sejenak dengan Helda. Dengan sabar, Fanya mengajari tanpa membuatnya merasa tertekan. Terbukti, baru belajar satu jam, Nara sudah berhasil mengingat beberapa gerakan meski masih agak kaku. Mungkin karena ia belum terbiasa.

About Aidan ✔️Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang