8- Tak Mampu Membaca

81 22 5
                                    

Aku tak mampu membaca, maka jangan sekali-kali menulisnya dengan samar.

Aku tak mampu membaca, maka jangan menjadi abjad yang merangkap.

Aku tak mampu membaca, maka tetaplah menjadi kalimat yang utuh, karena setengah tulisanmu yang tak usai, bagaimana dapat ku mengerti?

***


Beberapa anak berusia remaja duduk lesehan di atas sebuah karpet, tepatnya di pinggir danau. Hari minggu merupakan waktu yang tepat untuk bersantai. Termasuk Nara dan teman sekumpulannya.

Sabtu kemarin sebelum pulang sekolah, Hemma dan yang merencanakan liburan. Tidak perlu memilih tempat yang jauh, cukup ke sebuah danau yang akhir-akhir ini baru dijadikan tempat berwisata. Namanya Danau Biru. Sebab diberi nama seperti itu, konon katanya karena saat siang hari, cahaya dari langit akan memantul dan membuat air danau tampak berwarna biru.

Nara yang selesai membagikan sterofom berisi makanan melirik sekitar. Pemandangan di depan matanya memang terlihat indah dengan angin yang cukup sejuk. Beberapa rumah panggung yang terbuat dari kayu berjejer rapi. Ukurannya tidak terlalu besar, hanya 2 x 2 meter. Cukup dijadikeun sebagai tempat beristirahat para pengunjung.

"Makan, Ra." Hemma menyenggol lengannya. Melirik lelaki itu, ia mengangguk. Akhir-akhir ini teman sekelasnya itu cukup perhatian, tapi Nara berusaha untuk tidak memikirkannya. Ia juga berharap dugaannya salah. Rasanya tidak nyaman sahabat dari orang yang Nara sukai menyukainya.

Hemma pindah ke pinggiran danau, katanya ingin makan bersama ikan-ikan. Namun, siapa sangka sosok lain menggantikan lelaki itu. Aidan dengan tanpa permisi duduk di dekatnya. Nara jadi agak grogi dan memelankan kunyahannya, padahal sang pujaan hati tidak sedang memperhatikan.

"Aish, pedes!"

Suara dari sisi kanan Nara menarik perhatian yang lain. Belum sempat mencerna apa yang terjadi, seseorang dengan sigap menyodorkan minumannya. Nara mengerjap lalu memundurkan badan. Dadanya tiba-tiba terasa sesak mendapati tangan Aidan yang terulur melewati tubuhnya, menyerahkan sebotol air mineral pada Rana.

Tersenyum miris, Nara menunduk, mengambil minuman isotonik yang tadi ia beli bersama Lala, berharap rasa dinginnya dapat membuat panas dalam tubuhnya menguar.

Suara batuk Irgi membuat Aidan kembali pada posisinya. Lelaki yang merupakan ketua kelas itu sengaja berdehem untuk menyadarkan Aidan bahwa yang menyukai Rana bukan hanya dirinya.

Hebat sekali Rana. Semua apa yang diinginkan ia dapat dengan mudah. Nara lagi-lagi merasa sedikit iri.

Menghabiskan makanan, ia bangkit untuk membuang sterofom lalu duduk di atas batu besar menghadap danau. Tiba-tiba saja Nara ingin segera pulang.

Suara gaduh yang berasal dari teman-temannya membuat dirinya menoleh. Yuda, Irgi, Alvaro, dan Hemma sedang mentertawakan sesuatu, sedangkan Lala dan Rana tengah berselfie ria.

Aidan?

Ke mana dia?

Nara melengokan kepala untuk mencari keberadaannya, tapi saat berbalik, ia dikagetkan dengan kehadiran lelaki itu. Nara mengusap dadanya sembari bergumam, berbeda dengan Aidan yang malah cengengesan.

"Ngapain sendirian di sini?" tanyanya mendudukan diri di sebelah Nara.

"Nggak apa-apa." Jawaban singkat yang diberikan membuat Aidan mengernyit. Mungkin merasa aneh dengan perubahan di wajahnya, padahal Nara tampak sangat bersemangat saat awal masuk area wisata.

About Aidan ✔️Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang