10- Cantik, Katanya

107 25 0
                                    


Aku ingin berjuang tapi selalu bertemu pada satu titik yang sama. 

***


"Wisnu, ih! Balikin cermin gue!" teriakan Miya terdengar menggelegar, mengalahkan keadaan kelas yang begitu gaduh.

Kebetulan hari ini free class. Para guru sedang mengadakan rapat untuk persiapan perpisahan kelas dua belas dalam bahasa Sunda biasa disebut Paturay Tineung. Selain itu, anggota OSIS juga tengah melakukan hal sama.

Jeritan beberapa teman perempuannya kembali terdengar akibat kejailan Wisnu dan Bimo yang sengaja menarik ujung rambut mereka satu persatu. Tidak hanya itu saja, keduanya juga mengambil barang apa pun yang ada di atas meja.

Melihat keadaan tersebut, Nara mengembuskan napas berat. Ia tidak suka kegaduhan. Melirik ke meja ujung, tampak Irgi yang tengah mengipasi wajah memerahnya. Lelaki itu sejak tadi tak henti meminta anggota kelasnya untuk diam, tapi hanya pengabaian yang didapat, bahkan sahabatnya saja tak mau mendengarkan ucapannya. Hemma, Aidan, dan Yuda, seperti biasa, melakukan kegiatan rutin mereka, mengadakan konser dadakan.

Saat tatapan mereka bertemu, Nara menyunggingkan senyum tipisnya dan berkata tanpa pelan, "Sabar."

Lelaki itu mengangguk kemudian berjalan ke arah belakang, mengambil sapu yang digunakan Aidan sebagai mic.

Nara menggelengkan kepala, kemudian mengambil earphone bluetooth dari tas, memasangkan ke telinganya. Lirik lagu berjudul Imagination dari Shawn Mendes terdengar, Nara menidurkan kepala menghadap ke arah pujaan hatinya. Irgi yang menyerah akhirnya berjalan keluar kelas, mungkin pergi ke toilet untuk membuat kepalanya menjadi dingin.

Pintu kelas terbuka, menampilkan teman sekelasnya yang termasuk anggota OSIS.

Rana dan Lala berdiri di depan kelas, Irgi yang sudah kembali membantu menenangkan dengan memukul papan tulis, meminta perhatian. Aneh, kelas tiba-tiba senyap.

Lala yang memegang kertas mengumumkan siswa yang akan berpartisipasi dalam kegiatan perpisahan nanti, tepatnya menjadi penari dalam upacara Mapag Panganten. Mereka nanti akan melakukan tarian arak-arakan untuk menyambut sepasang pengantin yang berasal dari perwakilan kelas dua belas.

"Buat laki-lakinya Aidan, Hemma dan Alvaro."

Aidan sudah pasti terpilih. Lelaki itu memiliki wajah yang good looking. Selain dari tinggi badan, anak-anak OSIS juga memperhatikan penampilan mereka.

"Perempuannya Galuh, Nirina sama ...," Lala mengarahkan pandangan ke sekitar kemudian berhenti padanya, gadis itu tersenyum lebar dan melanjutkan ucapannya, "Anara."

Nara membeliak, mengabaikan senggolan Miya yang mengucapkan selamat, ia malah menggeleng keras. Nara tidak mau meski saat duduk di bangku sekolah dasar, dirinya pernah tampil di atas panggung.

"Enggak! Aku nggak bisa," teriak Nara membuat semua tatapan tertuju padanya. Aneh, padahal kebanyakan siswi menginginkan posisi tersebut. Bagi mereka, menjadi salah satu anggota tari pembukaan merupakan suatu keberuntungan. Selain menjadi pusat perhatian, mereka akan banyak dilirik sertak terkadang menjadi incaran para siswa. Sayangnya, Anara merasa tidak percaya diri.

"Nggak ada penolakan, Ra. Yang rekomendasiin kamu Kak Helda, loh." Ucapan Nara membuatnya mendesah berat. Masalahnya Helda merupakan ketua OSIS sekaligus putri kepala sekolah. Ia tidak mungkin berani menolak kakak kelasnya yang penuh wibawa itu.

"Pulang sekolah silahkan datang ke aula, nanti kalian akan mendapat pengarahan terlebih dahulu." Rana kemudian berjalan menuju tempat duduknya, berbeda dengan Lala yang menghampiri Nara. Gadis itu menepuk bahunya sembari tersenyum. "You can do it, Anara."

About Aidan ✔️Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang