Coffe.
Dengan mata terpejam ku biarkan bibir ini menyesap cairan hangat yg paling ku cintai.
Addictive, pengecep seakan selalu meminta hasratnya agar tepenuhi untuk selalu mencicip coffein yg sedikit manis tapi banyak pahitnya ini. Tidak peduli seberapa pahit coffe mu, asalkan kamu menyukainya dia akan menjadi candu yg ingin terus kau rasakan.
Seperti cinta.
Berawal manis dan berakhir pahit, pun sebaliknya atau bahkan tidak keduanya. Cinta tak pernah hanya semanis gula dan sepahit kopi, terkadang orang ingin menikmati keduanya dan disuguhkan pada cangkir kehidupan yg berwarna layaknya permen kapas. Tapi bukankah itu terlalu serakah? Tuhan akan sebaik itu?
Krincing
Menilik pintu dari balik mesin coffeku yg tengah mengepul dengan asap asap hangat beraroma nikmat. Aku tersenyum.
Berjalan anggun dengan satu tas jinjing ditangan kananya ia membalas senyumanku. Senyumannya candu, seperti coffeku.
"Hai Jung.." gadis itu menyapa, suaranya lembut seakan membawaku perlahan melayang. Ingin jauh pergi bersama dengan suara indahnya keatas nirwana.
"Kau cantik" dahiku mengkerut kala bibir ini tak sengaja malah memujinya, dia tidak salah karena sesungguhnya dia memang cantik.
"Aku tau" jawabnya.
Seulas senyum kembali terdistribusi pada pandangan mataku membuatku semakin betah memaku tatapanku pada setiap gerak gerik tubuh mungilnya.
"Aku mau, biasa Jung"
Bokongnya ia bawa duduk dikursi tepat didepan mejaku, menatapku implusif dengan senyum asimetrisnya. Dia benar benar semanis gula, aku tau walaupun belum merasakannya.
Aku berdeham.
"Cobalah yg manis, aku pandai membuat banyak coffe" tawarku yg dibalas dengan kekehan singkat.
"Aku setia, dan kau tau itu"
Jawabannya cukup mendistraksi fokusku, kendati yg dimaksud adalah tidak akan ia merubah pesanan coffenya tapi aku merasa itu juga untukku.
Aku tersenyum getir.
"Ahh, kau benar.. yg mahal biasanya memang lebih sering diminati"
Memutar badan dan membelakanginya, menyibukan diri dengan beberapa pesan orang lain dan dirinya. Berusaha keras menahan rasa yg perlahan membuatku tak nyaman, ini selalu terjadi.
Senang akan kehadirannya dan cemas yg datang ikut bersamanya. Harusnya dia tidak datang, atau sebaiknya aku yg tidak usah buka? Tidak.
Caffe ini satu satunya milikku, jika dia tidak menjadi milikku setidaknya jangan pula dengan Caffe ini. Tempat yg sudah kubangun susah payah dan penuh pengorbanan. Tempat yg menjadi saksi pertama kali aku melihat dan bertemu dengannya. Tempat yg begitu tau bagaimana aku mekar dan layu secara bersamaan.
"Satu cangkir doppio pahit untuk yg manis"
Kududukan diriku, manatap dirinya dengan menopang dagu. Ini adalah bagian favorite ku.
"Terimakasih Tuan Jung" sambutnya penuh senyum
Bibirnya menyipit menempel lembut pada cangkir beruntung milikku, andai saja aku bisa. Jadi cangkir bukan hal buruk juga.
"Bagaimana?" Kutanya padanya meski tau jawaban gadis itu akan sama. Mengangguk dan memujiku, itu pasti.
"As always, as Good as your Face"
Aku tersenyum menyipitkan mata dan menampakan gigi kelinci menanggapi pujiannya, selalu berbeda namun berhasil memecahkan sedikit kewarasan.
"Bagaimana harimu?" Tanyaku kemudian, tangan lentiknya tengah sibuk dengan ponselnya dan kadang bibir itu terangkat tipis menimbulkan senyum manis ketika membaca sebuah pesan yg ia baca. "Good"
KAMU SEDANG MEMBACA
BTS ONESHOOT (18+)
RomanceDisini semua akan terungkap. Semua sisi yg bahkan belum kita ketahui. Perselingkuhan, kesetian, tawa, airmata dan bercinta 💦 Happy reading 💜