Happy reading and ignore typo ♡
Entah, kalian pasti pernah mengalaminya juga apa yang pernah aku alami. Bedanya aku sedikit memiliki masalah dengan kakak perempuan Ayahku.Semenjak kematian Ayah, aku sudah jarang menemui kakak perempuan Ayah, apalagi setelah apa yang pernah dia katakan kepadaku ketika aku tidak sengaja menyenggol vas bunga miliknya.
"matamu buta ya sampai tidak melihat ada vas disini, bahkan matamu itu tidak cukup untuk membeli vas ini kalau dijual."
Aku tahu vas itu sangat mahal, tapi dari caranya memarahiku, memarahi anak berusia sepuluh tahun. Bukannya aku pendendam atau bagaimana, tapi kalau dipikir-pikir caranya marah padaku tidak menggambarkan orang dewasa yang bijak.
Pantas saja Ibuku selalu memberinya respon dingin ketika budhe berusaha sok akrab dengan kami. Ayah sebelumnya pernah menasehati ibu agar beliau lebih akrab dengan budhe, tapi begitulah. Ibu terlalu kesal oleh sikap budhe yang suka menyudutkan dan memandang rendah orang lain.
Apapun topiknya, selalu membicarakan keburukan orang. Terlebih yang beliau jelek-jelekkan adalah saudara tertua Ayah sendiri.
"semakin tua usia seseorang, ucapannya kadang kala keras. Jadi ayah harap kamu tidak tersinggung ya."
Selain itu budhe juga suka ikut campur, terlebih saat aku memilih dimana aku akan melanjutkan sekolahku setelah lulus SMP.
"disekolahkan di sekolah kepolisian saja, agar ketika lulus dia bisa menjadi polisi dan bisa menghidupi ibunya."
"jangan membebani Ibumu dengan kuliah, lihat banyak yang menganggur setelah lulus kuliah."
Mengingat ucapannya, aku jadi berpikir, jika aku mengaku pada seluruh keluarga besar kalau aku ini seorang Gay maka bisa kutebak orang yang terlebih dahulu membenci dan menghakimiku adalah perempuan paruh baya itu.
Ibu adalah sosok yang kukenal kaku dan berani. Ketika budhe memaksaku mengaku kalau cucunya celaka karena diriku, dengan sigap Ibuku menarikku kebelakang dan membela dengan perkataan keras dan baku khasnya.
Seketika itu setelah kematian Ayah, Ibu melarangku untuk kembali menemui budhe lagi.
"tidak perlu menemui budhe lagi, Bagas, keponakannya sudah cukup banyak. Karena Ayahmu sudah pergi, jadi kita tidak memiliki hubungan apapun dengan mereka. Semua itu sudah putus."
"hanya ada Ibu dan kamu. Itu sudah cukup." ucap Ibu kala itu.
Pagi yang dingin, setelah membantu Ibu untuk menjemur semua pakaianku. Aku duduk di kursi kayu didepan televisi untuk menonton film.
"bagaimana dengan lombamu bulan depan Bagas, apa sudah dipersiapkan dengan matang?"
"sudah Ibu, tapi mengapa Ibu kelihatannya antusias sekali?" tanyaku dengan tawa.
KAMU SEDANG MEMBACA
ALL ABOUT US | BL [ Slow Update ]
Fanfiction•Cerita ini mengandung unsur bxb ⚠️ •100% Fiksi •Jadi jangan dianggap serius atau dibawa ke RL okay ('∀`)♡ Tidak ada yang lebih menghangatkan dari senyumannya Dikta, ucap seorang lelaki bernama Bagas yang kala itu sedang memandangi api unggun. Per...