Chapter 16 - Masih Diklat

32 2 0
                                    


Happy reading and ignore typo~!

*

Dikta sempat berpikir tatkala ia memainkan gayung berbentuk hati itu, apakah rencananya kini berjalan dengan mulus atau justru sebaliknya?

Rasa badmood kembali menguji si manis, ketika Mamat hampir mengganti pakaiannya, sementara ia tidak kunjung membersihkan diri.

"cepetan, nggak takut kamu dihukum Bang Natta?"

"eh lupa, kamu kan lebih galak daripada dia?" Ucap Mamat seraya tertawa.

"jangan bahas tentang persneling supra itu lagi deh, geli tau dengernya." Ucap Dikta seraya memakai deodorant diketiaknya.

Seragam diklat telah ia pergunakan untuk acara menyelami kawasan dekat air terjun. Memang menyegarkan, setelah merayap diatas lumpur lalu bermain di air bersih.

Mamat sebelumnya khawatir pada Dikta, ia takut Dikta akan terserang penyakit atau ia mengalami cedera. Namun melihat tawanya ketika merayap diatas lumpur telah meleburkan rasa khawatir dalam dirinya.

"nggak sabar ntar bakalan ngasih surprise ke Bagas." Ucap Dikta.

"jangan lupa juga, ntar semangatin dia pas acara penampilan talent perkelompok."

Dikta menoleh kearah mamat yang kini sedang merapikan hasduknya.

"talent? Perkelompok nih?" Tanya Dikta dengan mengerutkan dahinya.

"em, berhubung kamu anak baru jadi kamu nggak usah ikutan tampil." Ucap Mamat.

Dikta hanya menghela nafasnya dengan lega.

*

Bagas kini tengah menikmati sunset bersama dengan lukisan wajah kekasihnya yang sedang ia bawa.

"seandainya kamu kini bersamaku, mungkin sore ini akan lebih indah."

Gumam Bagas, ia kembali membuka lukisannya. Sebuah senyuman terukir diwajahnya tatkala ia mengingat tawa Dikta ketika ia dulu menendang kakinya yang terkilir.

Ia tidak mengetahui bahwa kekasihnya kini diam-diam mengikuti kegiatannya dengan masker yang menutupi mulut dan hidungnya.

Yang ia ketahui hanya Dikta tidak jadi ikut dengannya karena sakit.

"Oh iya, aku lupa mengabarinya." ucap bagas seraya menepuk pelan keningnya.

Ia lantas mengeluarkan gawai dari saku celana cargo pramukanya. Baru kemarin ia melakukan panggilan telepon dengan Dikta hampir 5 jam, sekarang ia sudah rindu lagi pada sosok manisnya.

"Dikta."

"sudah minum obat? Aku harap kamu bisa pulih secepatnya karena aku ingin mengajakmu makan sate di warung sate kesukaanku saat aku kecil."

Namun Bagas belum mendapatkan jawaban, karena ia tahu Dikta pasti saat ini sedang sibuk pushrank.

Dikta mendapati getar notifikasi dari saku celananya, saat ia ingin keluar dari ruang ganti ia menyempatkan diri untuk membuka gawainya.

"Bagas, Bagas.. Kamu ini bener-bener perhatian." Gumam Dikta seraya tersenyum.

Tetapi disisi lain ia takut, takut Bagas akan mengetahui kebohongannya lalu ia marah karena dikta telah berbohong padanya.

"Nggak.. Nggak!  Tetep berpikir positif!" Ucap Dikta menyemangati diri sendiri.
Sore menjelang petang itu, Dikta dengan Fiki dan Mamat kini memasuki sebuah ruangan yang luas, diikuti banyak peserta diklat lainnya.

ALL ABOUT US | BL  [ Slow Update ]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang