🦠 Expired

1.7K 173 3
                                    

Sebenarnya Jaemin sudah terbiasa dengan segala ocehan Haechan yang sangat menganggu pendengarannya. Tetapi untuk saat ini, ia sangat tidak tahan ketika pemuda itu terus melontarkan beribu pertanyaan selama mereka masih berada didalam mobil. Hal ini pun membuat Jaemin tidak tahan untuk mengatakan,

"Berisik. Pusing."

Namun itu malah menjadi peluang bagi Haechan untuk melancarkan rencananya. "Tuh, 'kan! Lo pusing. Udah deh, sekarang lo nurut aja sama gua." Haechan pun menoleh kepada sang sopir, "Pak, kita ke rumah sakit dulu, ya."

"Baik, Den."

"Gak usah."

Percuma saja, saudara kembarnya benar-benar mengabaikan apapun yang ia katakan. Jaemin berharap ketika ia diperiksa nanti, sang dokter tidak akan mengatakan hal aneh apapun yang membuat Haechan semakin khawatir.

"Oh ya, Na." Haechan sudah tau bahwa saudaranya itu tidak akan membalasnya karena lebih memilih untuk diam agar ia melanjutkan ucapannya, "Lo emang mau temenan sama mereka?"

"Hm."

"Kok lo gak bilang dulu sama gua?"

"Harus?"

Haechan mendelik kesal. Apa saudaranya ini sudah mulai menghilangkan kebiasaannya yang selalu melaporkan segala hal kepadanya?

"Ya, harus dong, Na. Lo juga biasanya cerita dulu ke gua. Gua gak mau lo salah pilih pergaulan."

"Bukan urusan lo."

"Capek banget gua sama lo. Gua udah bilang berapa kali? Urusan lo, urusan gua juga."

"Lo gak pernah cerita apapun ke gua."

Haechan pun dibuat terdiam dengan apa yang Jaemin katakan. Ia tidak mengelak akan hal itu. Memang benar, dia jarang menceritakan hal serius kepada saudaranya sendiri. Biasanya dia hanya membicarakan omong kosong ataupun hal bodoh guna untuk membuat saudaranya tersenyum. Ya, meski hal itu tidak pernah berhasil.

"Itu beda lagi, dong!"

Jaemin menoleh kepada Haechan dengan wajah tak berekspresi nya. Butuh beberapa detik untuk ia menyiapkan diri agar bisa mengatakan sesuatu kepada saudara kembarnya. Sayangnya, tepat saat ia akan membuka mulutnya, bersamaan dengan sang sopir yang mengatakan bahwa mereka sudah tiba ditempat tujuan.

"Ayok."

"Tapi--"

"Gak ada tapi-tapian, Lee Jaemin."

Jaemin pun hanya bisa pasrah jika sudah begini, saudaranya tidak akan pernah mendengarnya sama sekali, terutama saat pemuda itu memanggil namanya lengkap dengan marga mereka. Ia pun akhirnya turun dari mobil, menyusul saudaranya yang saat ini sudah melangkahkan kakinya masuk kedalam.

~♪

Pemeriksaan berlangsung cukup lama, dan selama itu juga Haechan terus berharap semoga saudaranya tidak apa-apa. Ia tidak mengerti apapun tentang hal yang berbau medis, tetapi lamanya pemeriksaan kepada kembarannya membuatnya berpikir bahwa ini bukanlah hal baik.

"Pasien Jaemin mengalami keracunan makanan, pasalnya saat pemeriksaan ditemukan sesuatu pada pencernaan pasien, yaitu beberapa bakteri seperti Salmonella, Campylobacter, sampai Listeria, yang biasanya terdapat pada makanan yang sudah basi. Beruntungnya, hal ini tidak berbahaya."

"Agar lekas sembuh, pasien dapat membiasakan meminum air putih ketika mulai mengalami gejala mual dan muntah, guna membantu mencegah dehidrasi. Anda juga dapat mengkonsumsi makanan ringan, serta selalu menjaga kebersihan."

Setelah mendengar penjelasan dari sang dokter, Haechan tidak pernah sedetikpun menoleh ke arah selain selain menatap tajam ke arah saudaranya, membuat pemuda itu merasa sangat risih.

Bukan tanpa alasan dia seperti ini, Jaemin pun bukannya tidak mengerti, ia tahu bahwa saudaranya itu sedang menuntut penjelasan tentang apa yang terjadi.

Bahkan ketika mereka sudah kembali masuk kedalam mobil dan memulai kembali perjalanannya untuk pulang ke rumah, Haechan masih setia menatap saudaranya, bahkan ia tidak peduli jika matanya dapat keluar karena tidak kunjung berkedip.

Akhirnya Haechan yang lebih dulu mengeluarkan suara. "Lo gak mau bilang apa gitu?"

"Apa."

"Pinter-pinter kok bego." Jadi Jaemin itu pintar atau bodoh, Lee Haechan?

"Ayolah, Na. Bilang ke gua!"

"Apa?"

"Lo kok bisa makan makanan yang udah basi? Oh! Atau jangan-jangan, makanan yang gua kasih udah basi, ya?"

"Gak tau. Gak basi."

"Terus apa, dong?"

"Gua ngantuk."

Daripada mendengar ocehan yang entah ke berapa kali untuk hari ini dari kembarannya, Jaemin lebih memilih untuk mulai memejamkan matanya dengan kepalanya yang disandarkan kepada kaca mobil.

Jika sudah begini, terpaksa Haechan harus menutup mulutnya terlebih dahulu, membiarkan saudaranya berisitirahat. Sebenarnya ia juga mengantuk, hanya saja rasa keingintahuannya masih menghantuinya sehingga ia lebih memilih untuk membuka matanya sembari memperhatikan wajah yang begitu tenang dari saudara kembarnya yang sedang terlelap.

Haechan yakin, Jaemin itu tidak mungkin mengkonsumsi makanan yang sudah kadaluwarsa, karena saudaranya itu sangat teliti dalam segala hal. Lalu, bagaimana caranya makanan itu bisa masuk ke pencernaan saudaranya?

~♪

"Halo, Bang!"

"Semangat banget lo. Harus info penting kalau gitu."

"Iya, dong!"

"Apa, tuh?"

"Mereka punya jadwal yang beda. Mereka ada kelas tambahan bareng hari senin sama selasa, sementara hari rabu Jaemin sendirian, karena kembarannya ngambil ekskul basket."

Pemuda itu menyeringai. "Good job. Btw, kenapa lo harus nyari tau dulu info tentang temen sekelas lo sendiri?"

"Ya iyalah, Bang. Emangnya dulu gua merhatiin mereka gitu? Boro-boro, tau nama salah satunya aja baru minggu lalu."

"Emang guru lo gak sebut nama-nama anak dikelas lo buat absen?"

"Sebut 'sih, cuma 'kan gua jarang ikut kelas awal karena suka telat masuk."

"Bego banget, belajar darimana lo?"

"Dari lo lah, Bang!"

Pemuda itu tertawa atas kebodohannya sendiri. "Oh, iya."

"Ya udah, gua mau cabut."

"Hm."

Tepat setelah panggilan telepon itu berakhir, pemuda tampan itu langsung melemparkan ponselnya ke atas ranjangnya. Kemudian ia berjalan santai dengan menuju pintu kamarnya untuk turun ke lantai bawah, entah kenapa ia tiba-tiba merasa haus dan ingin segera mengambil air dingin dari lemari pendingin.

Namun sayangnya, ia harus mengurungkan niatnya kala ia mendengar bunyi keras dari luar, tepat saat ia memegang knop pintunya. Ia tak bodoh untuk menebak-nebak apa itu.

Pemuda tampan itu pun segera mengambil earphone miliknya yang ia simpan diatas meja belajar, kemudian segera membaringkan tubuhnya dan memejamkan matanya setelah ia memasangkan benda itu pada ponselnya dan menyalakan musik sekencang mungkin.

🦠


˶ Kita punya keinginan, tapi keadaan punya kenyataan. ˶
- 2606

I.P.U || HyuckNaTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang