"Nana oh Nana...!! Echan udah pulang nih."
Benar, itu adalah teriakan seorang Lee Haechan yang beberapa saat lalu lekas melemparkan tasnya ke atas kasurnya, kemudian berlari menuju kamar sang kembaran untuk memeriksa bagaimana kesehatannya untuk saat ini.
Namun saat ia membuka pintu kamar Jaemin, ia tidak merasakan adanya tanda kehidupan didalam sana. Padahal sebelum ia pergi ke kamarnya, ia sudah berkeliling dilantai bawah, berpikir mungkin kembarannya itu bosan di kamar dan akhirnya keluar untuk mencari udara segar. Tapi ternyata Jaemin tidak ada di manapun.
Haechan pun lekas kembali ke lantai satu untuk mencari Ibunya yang pastinya sedang menonton acara televisi favorit sang Ibunda. Bodoh sekali ia tadi tidak memeriksa ruang keluarga, karena dapat dilihat Ibunya benar-benar ada dan tepat sedang menonton televisi disana. Haechan pun lekas menghampiri dan langsung melontarkan pertanyaan.
"Ma, Jaemin mana?"
"Oh, Jaemin? Tadi 'sih bilangnya mau jalan-jalan ke taman sebentar." jawab Nyonya Lee setelah melirik anaknya sebentar karena ia sedang sangat fokus menonton acara kesukaannya.
"Di taman rumah gak ada siapa-siapa, Ma."
"Bukan, Jaemin pergi ke taman di deket minimarket. Katanya pengen jajan juga."
"Oh." Tanpa berpikir panjang, Haechan pun mengatakan, "Ya udah, aku mau nyusul Jaemin. Da--"
"Ganti dulu seragam kamu."
Tatapan pemuda Lee itu langsung turun kepada tubuhnya yang benar-benar masih berbalut seragam sekolah. Ia pun langsung cengengesan, dan setelahnya lekas beranjak menuju kamarnya untuk menuruti perintah Nyonya Lee sebelum ia terkena amukan dari wanita yang paling disayanginya itu.
♬
Sementara itu, seperti yang dikatakan oleh Nyonya dari keluarga Lee, Jaemin memang ada di taman, dan saat ini pemuda itu sedang menatap kosong ke depan. Terkesan berlebihan memang, tapi Jaemin saat ini sungguh seperti mayat hidup.
Tatapannya pun kini beralih kepada tangan yang sebelumnya mengepal, menatap uang sisa yang sebelumnya sudah ia belikan untuk banyak hal.
Sebenarnya ia sangat menyayangkan akan hal ini, pasalnya uangnya itu sengaja ia kumpulkan untuk kebutuhannya nanti tanpa harus meminta kepada orang tuanya. Tapi sekarang malah terpaksa harus dipakai karena ia harus membeli banyak cemilan dan minuman di minimarket.
"Oy, Na!"
Jaemin tersentak kaget kala suara yang sudah tak asing itu memanggilnya. Dengan tergesa ia pun segera mengantongi uangnya kembali, kemudian menoleh ke sumber suara, dimana ada kembarannya yang tengah berlari menghampirinya, kemudian langsung duduk di bagian lain kursi taman tersebut.
"Kok lo jauh banget sih jalan-jalannya. Lo 'kan belum sembuh total." ujar Haechan yang sedikit kesal karena kecerobohan kembarannya, yang langsung Jaemin balas dengan,
"Gapapa."
Mata Haechan pun mulai bergerak kesana-kemari, mencari sesuatu yang seharusnya ada pada genggaman tangan saudaranya atau disimpan didekatnya. Tapi nihil, ia tidak menemukan apapun disana.
"Katanya lo abis jajan. Mana jajanan lo? Gua mau minta juga."
"Tadi ada anak-anak disini, jadi gua kasih."
"Semuanya?"
"Iya."
"Hah?"
"..."
"Serius?!"
Jaemin sedikit tersentak kaget kala Haechan tiba-tiba berteriak. Ia pun menoleh, menatap kembarannya yang entah kenapa terlihat tak percaya. Memang apa salahnya?
"Kenapa 'sih?"
"Ngapain jajan kalau malah dikasih ke orang lain? Masih mending ngasihnya ke gua." celoteh Haechan.
Bukannya ia tipikal orang yang pelit, tetapi jika semuanya diberikan kepada anak-anak yang katanya tadi ada disini, bukankah itu keterlaluan? Jarak rumah mereka tidak dapat dibilang dekat dengan minimarket, tapi apa yang dibeli malah diberikan kepada orang lain tanpa tersisa satu pun.
"Duit-duit gua." balas Jaemin dengan ketus.
Haechan seketika mendelik tajam kepada kembarannya sembari berdecak, kemudian ia pun memutuskan untuk pergi ke minimarket karena ia juga ingin membeli sesuatu.
"Ya udah, bentar. Gua pengen jajan." ujar Haechan, sebelum akhirnya benar-benar meninggalkan Jaemin sendirian lagi disana.
Sementara itu, disaat sang kembaran sudah berada jauh dari jangkauannya, Jaemin tiba-tiba menghela nafas panjangnya, kemudian menunduk sembari bergumam,
"Anak-anaknya udah gede, Chan."
♬
"Makasih, Bang."
"Yoi."
Sebenarnya setelah ini Haechan akan langsung pergi dari minimarket tersebut untuk kembali kepada saudaranya yang sedang menunggu, tapi tepat saat ia akan pergi, penjaga kasir dari tempat tersebut yang sudah cukup akrab dengan Haechan, tiba-tiba memanggilnya kembali untuk mengatakan sesuatu.
"Eh, Chan."
"Kenapa, Bang?"
"Gua baru tau, sekarang Jaemin udah makin baik aja dalam bersosialisasi."
Haechan mengernyitkan keningnya, gagal memahami maksud dari perkataan orang yang lebih tua darinya itu. "Maksud lo?"
"Tadi Jaemin juga kesini sama temen-temennya, lumayan banyak juga, ya. Gua kira lo juga ikut main tadi, soalnya tumben banget Jaemin main sendirian."
Penjelasan yang diberikan oleh sang penjaga kasir, membuat Haechan semakin terdiam terpaku, dan kini pikirannya pun melayang kembali saat ia masih di sekolah.
Saat jam pelajaran terakhir, Haechan yang saat itu baru saja kembali dari toilet, mendapati segerombolan siswa yang tentunya ia tahu siapa itu. Haechan jelas tahu, para siswa itu sedang merencanakan untuk kabur. Hal biasa yang sering terjadi. Ia pun kadang seperti itu.
Tanpa pikir panjang lagi, pemuda Lee itu lekas berpamitan kepada sang penjaga kasir dan pergi dari sana untuk kembali kepada saudara kembarnya. Namun belum juga sampai ditempat tujuan, tatapannya terpaku pada segerombolan siswa yang masih berbalut seragam yang sudah tidak rapih lagi di tubuh mereka. Nampaknya mereka tidak menyadari akan keberadaan Haechan sehingga masih tetap melanjutkan langkah mereka menjauh dari sana.
Dengan amarah yang hampir tak tertahankan, Haechan hendak menyusul orang-orang itu sebelum pikirannya kembali melayang kepada saudaranya yang masih menunggu di bangku taman.
Meredakan emosinya dengan mengatur nafasnya yang memburu, Haechan pun lebih memilih untuk membatalkan niatnya dan memilih untuk tetap kembali kepada Jaemin yang ia tahu bahwa pemuda itu paling tidak suka jika harus menunggu lama.
"Jaemin..."
Yang dipanggil pun menoleh, menatap kembarannya yang masih berdiri dengan ekspresi yang tidak terbaca. Tapi karena ia tak ingin tahu lebih dalam, Jaemin memilih untuk berdiri dan mengatakan,
"Ayok pulang."
Kemudian melangkah mendahului kembarannya yang masih terdiam untuk beberapa saat, sebelum akhirnya segera berjalan mengikuti sang kembaran di belakang. Kembali ke rumah mereka dengan suasana yang begitu hening, tidak seperti biasanya.
💰
-1009
KAMU SEDANG MEMBACA
I.P.U || HyuckNa
Ficção Adolescente[Brothership] Saudara kembar itu adalah sebuah cermin. Jika saling berhadapan, mereka akan terlihat seperti sedang melihat pantulan mereka sendiri. Memang benar begitu. Tapi disini, siapapun akan dapat membedakannya dengan mudah. Siapa matahari, dan...