"Eh, tuh liat! Ada pesawat! Wah... Tinggi banget, ya." Anak itu menoleh kepada saudara kembarnya yang menatap lurus kepada objek yang menarik perhatian mereka.
"Jaem, nanti kita minta Ayah sama Bunda buat naik pesawat, yuk?"
Seolah sesuatu menulikan pendengarannya, anak kecil itu hanya diam saja. Hingga tiba-tiba, perlahan ia mengangkat tangannya, dengan jari telunjuk yang mengarah kepada sesuatu yang kini sedang terbang di atas sana.
"Hm? Kenapa?"
"Aku pengen terbang, disamping pesawat itu."
Diusia yang sangat muda, saudaranya belum benar-benar memahami maksud dari perkataan tersebut. Ia pun menjawabnya dengan penuh semangat. "Oke! Nanti kita bilang ke Ayah buat bikinin kita sayap. Nanti kita bisa terbang, terus main sama burung-burung."
~♪
Bukannya memerhatikan sang guru didepan sana yang saat ini sedang sibuk menjelaskan sebuah materi, pemuda tampan itu malah sibuk memperhatikan punggung saudaranya yang saat ini sedang menyibukkan diri dengan mencatat materi yang disampaikan.
Ia menyia-nyiakan waktu belajarnya hanya untuk menatap punggung lebar itu, dengan pikiran yang berkelana, kembali mengingat ke masa-masa dimana ia dan saudara kembarnya itu begitu lugu dan polos.
Tidak terasa, kini mereka sudah beranjak dewasa. Tinggi mereka pun tetap sama. Bahkan mereka sudah semakin tampan saja sekarang. Akan semakin sulit pula bagi orang lain untuk bisa membedakan mereka.
Tapi... Benarkah itu? Apa sangat sulit untuk membedakan si kembar? Ia rasa, anak kecil saja akan tahu yang mana dirinya dan yang mana saudaranya.
"Ekhem!"
"..."
"Ekhem!!"
"Sstt! Woy..."
Haechan akhirnya kembali tersadar saat teman yang duduk di sebelah bangkunya tiba-tiba memukul pelan mejanya. Ah... Sepertinya ia sudah berkelana sangat jauh sehingga ia lupa bahwa saat ini jam pelajaran masih berlangsung. Bahkan seseorang yang sebelumnya sedang ia perhatikan pun kini menoleh kepadanya.
"Bukannya memperhatikan pelajaran, ini malah ngelamun. Coba sekarang kamu ulang kembali penjelasan saya."
"Oh? Itu... Tentang... " Percuma saja, ia tidak tahu apa yang dijelaskan oleh gurunya. "Waduh, maaf, Pak. Saya inget-inget dulu."
Gurunya mendengus kesal, tapi meski begitu sang guru tetap setia menunggu muridnya untuk segera menjawabnya.
Sungguh, disaat menegangkan seperti ini, akan sulit baginya untuk berpikir jernih. Ia sudah tahu banyak hal tentang materi yang bahkan belum disampaikan oleh gurunya, hanya saja ia tidak tahu apa yang dijelaskan baru saja oleh gurunya.
Ia pun melirik teman-temannya, berusaha untuk meminta bantuan, namun sayangnya mereka tidak bisa diandalkan disaat-saat seperti ini. Hingga ia pun bertemu tatap dengan saudara kembarnya yang kini sedang memperhatikannya tanpa ekspresi, tapi sesaat kemudian kembali menoleh ke depan.
Dan tiba-tiba saja, saudara kembarnya itu hendak mengatakan apa yang diminta gurunya kepadanya. "Biar saya aja, Pak. Termokimia dan termodinamika itu--"
"Eitss... Udah-udah, gak usah. Biar Haechan aja." Dengan segera, guru yang sedang mengajar dikelas itu pun menghentikan muridnya untuk mengatakan lebih lanjut.
Haechan langsung mengangguk-anggukkan kepalanya saat ia akhirnya menangkap maksud dari tindakan saudaranya itu. Ia mengerti, itu adalah bantuan dari saudara kembarnya. Saudaranya itu tahu bahwa ia pasti bisa menjawabnya, hanya saja karena tidak fokus, Haechan malah tidak tahu bagian mana yang sedang dibahas.
KAMU SEDANG MEMBACA
I.P.U || HyuckNa
Novela Juvenil[Brothership] Saudara kembar itu adalah sebuah cermin. Jika saling berhadapan, mereka akan terlihat seperti sedang melihat pantulan mereka sendiri. Memang benar begitu. Tapi disini, siapapun akan dapat membedakannya dengan mudah. Siapa matahari, dan...