Mark akhirnya turun ke parkiran setelah beberapa saat, dan langsung mendapati kedua adiknya yang sedang bersenda gurau. Meski sebenarnya hanya Haechan saja yang nampak asik mengoceh sendiri.
Tetapi tidak apa, itu adalah hal baik bagi mereka.
Mark pun menghampiri keduanya dan mengatakan, "Gitu dong, enak liatnya."
"Lo gak diajak ngapain ke sini coba?"
Si sulung yang kesal pun langsung menjitak jidat Haechan. "Udah lo masuk lagi sono, bentar lagi kelas mulai kayaknya."
Tapi dengan cepat Haechan menolak, "Gak mau, bolos gua, mau balik aja."
"Masuk gak lu?"
"Ogah."
Jaemin yang menyaksikan kakaknya-- Mark yang terus menyuruh kembarannya untuk ke kelas namun terus menolak, hanya bisa menggelengkan kepalanya.
"Masuk, Chan, sekarang mapel Bu SinB. Lu udah keseringan bolos mapel nya."
Haechan berdecak kesal karena kembarannya itu sama sekali tidak mendukungnya. "Ck, iya-iya. Tapi lo ke rumah sakit dulu, ya. Obati dulu luka-luka lo itu."
"Gak usah, gapapa. Kompres pake es aja."
"Ya udah kalau lu gak mau ke rumah sakit, gua gak mau masuk kelas."
Jaemin hanya bisa menghela nafasnya karena mereka sangat sama kerasa kepalanya. "Iya, ya udah masuk."
"Bener, ya, awas aja. Pak sopir, anter ke rumah sakit dulu, ya."
"Mata lu gua colok pake setir sini!"
Akhirnya Haechan segera kabur dari sana sembari tertawa puas kala melihat kakaknya yang nampaknya sudah sangat kesal kepadanya.
Mark mengelus dadanya, memang perlu kesabaran ekstra untuk menghadapi adiknya yang satu itu.
"Bener-bener tuh anak. Gak bisa apa sehari aja gak bikin kesel orang?" Gerutu Mark yang nampaknya sungguh sudah kelelahan menghadapi kelakuan adiknya yang satu itu.
Tentu saja, Jaemin tidak menanggapi apapun. Yah... Dia saja yang merupakan saudara kembar Haechan saja terkadang bingung bagaimana caranya menghadapi pemuda itu. Apalagi yang lain, bukan?
"Kita ke rumah sakit dulu, ya."
"Engg--"
"Udah, diem. Gak usah nolak."
Mark pun berjalan mendahului sang adik yang kini hanya bisa menghela nafasnya pasrah.
Keluarganya memang sangat protektif terhadap satu sama lain.
.
Sebuah mobil terparkir tak beraturan di depan sebuah rumah besar bak istana, pasalnya jika harus memanggil satpam terlebih dahulu akan memakan waktu lebih lama.
Seseorang yang diduga mengendarai mobil itu pun keluar, nampak seorang pemuda dengan raut wajah yang sangat khawatir muncul.
Itu adalah Jihoon, yang saat ini sedang mengkhawatirkan keadaan sahabatnya yang beberapa saat lalu mengirimkan pesan tak terduga.
Bagaimana mungkin? Sudah bertahun-tahun lamanya ia bersama dengan pemuda Kang itu, mereka bisa dibilang tak terpisahkan. Namun baru kali ini Jihoon menerima pesan permintaan tolong seperti itu dari Daniel.
Jihoon tahu bagaimana kepribadian pemuda itu. Wataknya yang sangat keras bak tak bisa hancur dengan apapun, Daniel tidak pernah meminta sesuatu kepada orang lain, karena yang ia lakukan hanya merampas.
Apalagi pesan itu merujuk ke sebuah tempat yang cukup mengerikan bagi Jihoon, dimana banyak orang terluka di dalamnya.
Daniel pun ketika sakit tidak akan pernah mau pergi ke tempat tersebut, apalagi sampai memintanya untuk mengantarkan.
Di lain sisi, Jihoon pun sudah tau permasalahan keluarga Kang, sudah tahu bagaimana selama ini Daniel diperlakukan.
Bahkan...
Ia sudah tahu bahwa Daniel bukanlah anak kandung dari keluarga Kang.
.
Setelah menempuh perjalanan yang tidak terlalu lama, kini Jaemin sedang duduk di kursi yang disediakan di bagian lobi rumah sakit, menunggu sang kakak yang sedang mengurus pendaftarannya.
Namun tak berselang lama, suara keributan terdengar dari arah lain, dan berhasil menarik atensi Jaemin untuk melihat apa yang terjadi.
Ternyata itu hanyalah serangkaian kejadian yang sudah sangat biasa terjadi di rumah sakit, yaitu mendorong sebuah ranjang di mana terdapat seseorang di atasnya yang sedang membutuhkan pertolongan dari ahlinya agar bisa kembali normal.
Tetapi, ada sesuatu yang menarik perhatian pemuda Lee itu.
Di antara kesibukan tersebut, ada seorang pemuda yang ikut membantu mendorong ranjang itu dengan raut wajah yang sangat khawatir.
Wajah yang sangat familiar.
Wajah yang akhir-akhir ini sering muncul di depan matanya.
Itu adalah Jihoon.
Dan orang yang sedang membutuhkan pertolongan itu adalah... Kang Daniel.
Wajahnya cukup memprihatinkan, banyak luka memar yang menghiasinya. Dan yang lebih mengerikannya lagi, di baju seragamnya yang berwarna putih itu, sudah ternoda banyak bercak berwarna merah dan Jaemin tidak bodoh untuk tidak mengetahui bercak apa itu.
Ia kebingungan dibuatnya. Memang dirinya terlibat perkelahian dengan Daniel sebelumnya. Tapi bukankah saat itu malah ia yang mendapat luka lebih serius? Lantas siapa yang bisa melakukan hal semengerikan itu kepada seorang Kang Daniel?
Apa terlibat tawuran sepulang dari sekolah?
Atau di kroyok oleh sebuah kelompok?
Dan yang lebih membingungkan lagi, kenapa dirinya harus memikirkan hal ini? Malah bagus untuknya karena dengan itu, sementara waktu ia tidak akan mendapat perundungan.
Bukankah benar begitu?
"Fokus banget ngeliatinnya. Lo kan tau sendiri itu udah biasa terjadi di rumah sakit."
Mark tiba-tiba datang membuyarkan lamunan pemuda yang lebih muda.
Jaemin hanya diam saja kala ia menoleh, dan lebih memilih untuk menanyakan hal lain. "Udah?"
"Udah, tinggal tunggu dipanggil aja."
"Okey..."
KAMU SEDANG MEMBACA
I.P.U || HyuckNa
Teen Fiction[Brothership] Saudara kembar itu adalah sebuah cermin. Jika saling berhadapan, mereka akan terlihat seperti sedang melihat pantulan mereka sendiri. Memang benar begitu. Tapi disini, siapapun akan dapat membedakannya dengan mudah. Siapa matahari, dan...