🎭 Mastermind

668 91 4
                                    

Meski harus bersusah payah turun dari kendaraannya terlebih dahulu untuk membuka dan menutup kembali sebuah gerbang, kini motor tersebut melaju kembali karena ia masih belum sampai tepat di tempat tujuannya.

Hingga setelah tak lama kemudian, akhirnya sang pengendara motor tersebut melihat barisan kendaraan beroda dua yang diparkirkan di sebuah tempat khusus, meski sebenarnya itu bukanlah tempat parkiran.

Tak jauh dari sana, pemuda tersebut hanya perlu berjalan beberapa langkah untuk akhirnya tiba dihadapan teman-temannya yang sepertinya sudah cukup lama menunggu.

Markas Haechan cs itu berada di sebuah pabrik terbengkalai, proyek pembangunan sebuah hotel yang entah untuk alasan apa tiba-tiba diberhentikan selama lebih dari 3 tahun. Dan Haechan beserta teman-temannya biasa berkumpul di lantai pertama, karena mereka tidak ingin harus berjalan lebih jauh jika harus naik lagi ke lantai lainnya. Melelahkan.

"Lama amat, Chan."

Haechan yang dipanggil pun malah acuh dan kini sedang melipat kedua tangannya didepan dada, menatap tajam teman-temannya yang mulai menatap heran padanya.

"Kenapa lu?" tanya Jeno.

"Mau tumbal atau satu persatu lu semua gua ketekin?" tanya Haechan, yang sebenarnya itu adalah tawaran untuk teman-temannya.

"Lah, kenapa?"

"Tau tuh, kita salah apa coba?"

"Lu pada gak ngasih tau kalau sekarang sekolah bebas!" Haechan pun membuka jaketnya dan menunjukkan bahwa saat ini ia sedang mengenakan seragam sekolahnya. "Nih liat!"

"Pfftt."

Haechan langsung menoleh tajam ke sumber suara dimana tawa seseorang nampaknya hampir meledak. Dan tersangka itu sendiri adalah Chenle, yang dari wajahnya saja sudah jelas bahwa ia memang ingin tertawa terbahak-bahak.

"Heh, botan, jelasin!"

Seorang pemuda diujung lain berbisik kepada temannya. "Botan apaan?" Yang langsung dijawab dengan, "Bocil sultan."

Pemuda itu pun langsung mengangguk-angguk mengerti dengan mulutnya yang membulat, pasti sebutan itu diberikan karena anak itu merupakan anak dari keluarga terpandang.

Chenle pun menggelengkan kepalanya. "Gak tau, Bang. Gua cuma ngetawain si Jun nih, dia ngelawak lagi." jawabnya sembari menunjukkan layar ponselnya dengan secepat kilat. Ya... Karena memang bukan itu alasannya.

"Yaudah berarti tinggal jawab, tumbal atau satu persatu?"

Pemuda diujung pun kembali bertanya kepada seseorang disampingnya dnegan berbisik, "Kok pada diem gini? Setakut itu 'kah?"

"Itu ketek dia bukan sembarang ketek."

"Masa 'sih?" Pemuda itu kembali menatap wajah Haechan, tidak percaya bahwa orang berkulit tan tersebut begitu ditakuti di circle ini.

"Ayok buruan jawab!" ujar Haechan yang mulai meninggikan suaranya.

Seseorang pun memberanikan diri untuk bersuara. "Mending tumbal aja 'sih, soalnya 'kan ini ada dalangnya."

Apa yang Jeno katakan pun berhasil membuat seseorang yang sepertinya merupakan dalang yang dimaksud langsung menatapnya tajam.

"Siapa, Jen?"

"Masa gua mulu yang jawab." Ketus Jeno setelah menghembuskan asap rokoknya ke udara.

"Mau kontaknya Karina gak?"

Jeno yang awalnya tak peduli, seketika menoleh dan menatap  temannya dengan tatapan yang begitu berbinar. "Ah, gak asik tawaran lu. Gua mana bisa nolak."

"Petunjuk aja, ya? Orang Cina." lanjut Jeno yang sudah bersiap untuk mendengar caci-maki dari seseorang.

Dan benar saja, seseorang langsung berdiri dan mulai mengeluarkan segala sumpah serapahnya. Melihat itu, Chenle semakin tidak bisa menahan tawanya dan akhirnya meledak juga.

"Hahaha! Ah, perut gua sakit, hahaha..."

"Kenapa 'sih, Le? Biasa aja kali." ujar Jisung karena tidak tahu kenapa temannya harus tertawa berlebihan seperti itu.

Sembari berusaha mengatur nafasnya dan menahan kembali tawanya, Chenle lekas menjawab, "Ya gimana gua gak ngakak. Bang Renjun bego banget soalnya."

"Kok gitu?"

"Jeno 'kan cuma bilang orang cina doang, terus disini yang dari Cina gak cuma satu. Ada gua, Bang Renjun, Yangyang, Bang Lucas, bahkan Jun yang gak disini sekarang juga bisa jadi kan?" lanjut Chenle yang membuat Jisung langsung terkejut dramatis karena tidak menyadari hal itu.

Tak lama setelah mendengar penjelasan dari Chenle, beberapa pemuda disana mulai ikut tertawa meski tidak sebegitu terbahaknya seperti Chenle.

"Bener kata Chenle. Bukan salah gua ya, lu ngaku sendiri." ujar Jeno yang bisa bernafas lega karena bisa membela diri.

"Sini lu Renjun bangsat!"

"Anjirlah apa aja asal jangan ketek lu!!"

Waktu pun berlalu lama hanya untuk menyiksa pemuda bermarga Huang tersebut, membalaskan dendamnya karena sudah berani-beraninya mengerjai Haechan.

Setelah diceritakan oleh Yangyang, ternyata Renjun berencana untuk mengerjai Haechan dengan tidak memberitahu bahwa hari ini sekolah mereka dibebaskan. Renjun pun melancarkan aksinya dengan menyuruh teman-temannya ikut andil.

"Kenapa gua doang 'sih? Yang lain juga 'kan setuju sama gua." protes Renjun yang saat ini masih betah diapit di ketiak Haechan, sementara pelakunya sendiri sedang sibuk dengan ponselnya karena sedang bertukar pesan dengan seseorang.

"Enak aja, lu ngancem kita, ya." sahut Xiaojun yang ingin cari aman.

Haechan menyimpan kembali ponselnya ke atas meja, kemudian membebaskan teman malangnya itu, sehingga kini Renjun bisa menghirup nafas lega.

"Gara-gara lu Nana jadi cuek sama gua. Ah anjir, mati gua." ujar Haechan yang kini sedang memikirkan seribu satu cara agar bisa membujuk saudara kembarnya.

"Ya maaf, gua kira ada yang ngasih tau Jaemin."

Lagi-lagi, pemuda diujung kembali bertanya karena penasaran. "Nana ceweknya? Emang kenapa setakut itu 'sih? Gitu doang lebay banget." Namun kini ia tidak berbisik, yang membuat suaranya sampai terdengar oleh yang lainnya.

Mereka pun bersamaan melirik Haechan, ingin tahu bagaimana reaksi pemuda Lee itu, yang tentunya mereka berharap Haechan tidak akan marah. Tetapi sepertinya harapan mereka langsung terpatahkan saat raut wajah Haechan langsung berubah dan bertanya dengan dingin,

"Siapa lu?"

🎭

Maaf jika tidak sesuai ekspektasi kalian.

I.P.U || HyuckNaTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang