"Na, nih roti buat-- Lho, Jaemin kemana, Woo?" Ucapan Haechan terhenti kala ia tidak mendapati saudara kembarnya didalam kelas, disana hanya ada Sunwoo dan beberapa teman sekelasnya yang lain.
Sunwoo menoleh kepada teman-teman sekelasnya yang baru saja kembali ke kelas. Ia melirik kursi milik salah satu si kembar, kemudian kembali menatap Haechan dan menjawab, "Lo kenapa lama banget 'sih ke kantinnya?"
Renjun lah yang menjawabnya, "Biasalah, Woo. Dia gak bisa diem kalau liat yang bening dikit, kerjaannya mampir sana-sini. Serius deh, dia yang bertingkah, gua yang malu."
Tidak seperti biasanya ia akan berdebat dengan temannya, Haechan nampaknya sama sekali tidak memperdulikan ucapan Renjun, ia hanya fokus dengan topik pembicaraannya dengan Sunwoo. "Emang kenapa? Jaemin kemana?"
"Mereka mau ke atap, katanya ada urusan."
"Mereka? Mereka siapa?" tanya Jeno yang ikut penasaran.
"Jaemin sama Jinyoung."
Mendengar nama itu, Haechan tiba-tiba menyerahkan makanan yang ia beli untuk saudaranya kepada Renjun. Dan tanpa pikir panjang, ia pun segera berlari menuju tempat yang dikatakan oleh teman sekelasnya dengan pikiran yang berkecamuk.
Setiap kakinya bergantian menyentuh lantai, saat itu ia juga sedang berusaha untuk menepis segala pemikiran buruk yang sayangnya juga terus kembali berdatangan.
Akhirnya, meski harus membuat nafasnya terengah-engah, Haechan pun tiba di atap sekolahnya dan langsung membuka pintu tersebut dengan tidak sabaran, sehingga membuat suara keras yang membuat pemuda-pemuda disana terkejut.
"Jaemin, lo--"
Ternyata, semua yang ia pikirkan tidak benar. Pemandangan yang ia lihat saat ini sangat jauh dengan bayangan yang terus menghantuinya disepanjang jalan. Apa yang ia lihat hanyalah situasi dimana tiga teman sekelasnya dan murid dari kelas lain nampak sedang tertawa bersama-sama. Ia bahkan melihat salah satu dari mereka sedang menunjukkan tawanya kepada saudara kembarnya yang saat ini sedang duduk di kursi tak terpakai yang disimpan disana.
"Haechan..." lirih Jaemin, tidak tahu bahwa kembarannya itu akan datang menyusulnya.
"Oh? Itu kembaran lo 'kan, Jaem?" Pemuda yang berbicara berjalan menghampiri Haechan, dan tiba-tiba menyodorkan tangannya. "Kenalin, gua Daniel, temen Jaemin. Gua udah sering merhatiin lo, lo terkenal dikalangan kita."
Bukannya menerima uluran tangan tersebut, Haechan malah mengerutkan keningnya. Masih perlu waktu untuk memahami apa yang terjadi.
"Temen?"
Haechan yakin saudaranya itu tidak akan menjalin sebuah pertemanan dengan orang lain, kecuali mereka adalah teman-temannya. Dia tau, Jaemin tidak mungkin dapat menerima hal itu dengan mudah. Setidaknya, saudaranya itu akan menceritakan kepadanya terlebih dahulu.
Haechan pun melirik Jaemin yang saat ini masih setia menatapnya. Tak disangka, ia malah beranjak menghampiri kembarannya begitu saja tanpa mengatakan apapun kepada kakak kelasnya yang berminat untuk berkenalan dengannya, bahkan ia membiarkan tangan pemuda bernama Daniel itu tetap berada di udara. Hal itu pun membuat yang lebih tua terkekeh pelan, dan ikut berbalik untuk menyaksikan.
"Lo ngapain disini? Gua 'kan udah minta lo buat nunggu di kelas."
"Jinyoung butuh bantuan." Meski itu adalah penjelasan tersingkat yang pernah Haechan dengar, tetapi karena Jaemin mengatakannya dengan begitu santai, membuat Haechan hampir berpikir bahwa tidak ada yang mencurigakan dengan ini.
KAMU SEDANG MEMBACA
I.P.U || HyuckNa
Novela Juvenil[Brothership] Saudara kembar itu adalah sebuah cermin. Jika saling berhadapan, mereka akan terlihat seperti sedang melihat pantulan mereka sendiri. Memang benar begitu. Tapi disini, siapapun akan dapat membedakannya dengan mudah. Siapa matahari, dan...