Hari lahiran tiba dan aku yang sedang mengalami proses pembukaan tentu merasa sakit dan tak nyaman dan aku terpaksa lahiran di rumah di karena pria dengan status sebagai suamiku ini tidak mau banyak orang yang melihatku dan dokter yang sudah mengerti tabiat devan pun akhirnya melengkapi kamarku dengan fasilitas rumah sakit.
Oh tuhan rasanya ingin menyerah saja, rasa sakit ini begitu menyakitkan dan devan mempekeruh kondisi dengan menondongkan glock dan magnum yang ada di kedua tangannya ke arah dokter dan suster "lakukan sesuatu agar istriku tidak kesakitan" ujar devan di jam 11 malam dan aku yang sedang kontarksi di kasur pun mengatur nafasku dan dokter melakukan USG dan leher anakku terlilit tali pusarnya sehingga lebih baik di caesarean/ sesar saja.
Aku pun menganggukan kepalaku "lakukan yang terbaik dok" ujarku dan proses caesar pun di mulai, cukup cepat sekitar jam 12 malam lebih aku sudah sadarkan diri dari efek bius meski belum 100% dan aku masih belum boleh minum atau melihat anakku karena efek bius yang masih bekerja.
Jam 2 pagi kamarku sudah mulai sepi namun suster dan dokter bersiaga di kamar lain memastikan diriku stabil dsn bayiku sehat, ku lihat devan yang memegang glock dan peredam di tangannya "kau mau apa lagi sekarang? Mau menyakiti siapa lagi?" Tanyaku pelan dan devan menatap ke arah bayiku seorang bayi perempuan yang sangat cantik dan cukup berisi dan dia begitu sehat dan menggemaskan.
"Pilih dia mati atau di asuh oleh orang lain dan seumur hidup tidak boleh menemuinya" ujar devan dan dia memasang peredam dan aku menangis "bunuh aku dan putriku saja kalau begitu" jawabku dan devan menggelengkan kepalanya "kau tidak pernah ada di dalam pilihan itu" ujar devan dan aku berusaha untuk menarik inkubator putriku.
Dia menatap ku dan putriku dan aku gagal meraih inkubator putriku karena aku begitu lemas dan lemah serta jarak inkubator yang jauh juga dariku, "cepat pilih, mumpung aku sedang berbaik hati" ujar devan dan aku menggeleng kan kepalaku dan aku mencabut infus dari tanganku dan tertatih-tatih aku meraih bayiku dan aku segera menggendongnya.
"Pilih sayang, aku jamin dia akan hidup dengan baik" ujar devan dan aku menggelengkan kepalaku, lalu aku berjalan mundur hingga ke arah jendela dan aku membuka jendela dan aku melihat ke bawah dan cukup jauh jaraknya.
Kalau gak mati,koma ya patah tulang.
Lalu aku melihat ke arah bayiku yang masih begitu kecil, lalu aku melihat devan yang mendekat, memojokanku dan aku mencium kening bayiku dan aku menjatuhkan diri sambil mendekap bayiku.
"AIRA"
Deg
Ku buka mataku dan rasanya tubuhku di banjiri keringat dan aku melihat sekitarku dan ku lihat bayiku sedang sedang di ganti popoknya oleh suster dan devan menatapku tajam namun ada sorot ketakutan,begitu pun para suster dan dokter.
"Huh, ada apa ini" ujarku pelan dan dokter menatap grafik jantungku di layar
"Tadi detak jantung nyonya menurun drastis" ujar dokter yang membuatku tersadar kalau yang tadi terjadi hanyalah mimpi buruk belaka, ketakutan seorang ibu.
Dokter dan suster pun pergi setelah aku membaik devan memberikanku air perlahan sesuai anjuran dokter, "kamu tadi kenapa?" Tanya devan dan aku menggelengkan kepalaku "cuma mimpi buruk" ujarku lalu ku lihat bayiku masih terlelap di dalam inkubator yang menghangatkan tubuhnya.
"Eh iya, aku belum kasih nama" ujarku tersadar dan devan meletakan gelas di nakas " aira, devan. Vanira. Namanya vanira" ujar devan dengan wajah datarnya dan aku menganggukan kepalaku dan tersenyum senang.
"Aku akan memanggilnya nira" ujarku dan devan mendengus kesal dan aku menatapnya lelah "ada apa lagi?" Tanyaku "lain kali kita bikin beberapa anak sekaligus saja jadi lebih gampang" ujar devan.
Oh tuhan beberapa jam yang lalu aku baru saja melahirkan dan dia sudah membahas tentang anak selanjutnya, rasanya jaitan caesarku semakin sakit mendengar ucapannya.
"Memang kenapa, kita ikut sistem keluarga berencana saja. 2 anak cukup" ujarku dan devan menggelengkan kepalanya "kita bikin 5 atau 7,pokoknya yang jangan bisa di bagi 2" ujar devan dan membuatku mual dan pusing dan aku memijat keningku.
"Coba jelasin lebih detail deh" ujarku dan devan memajukan kursinya mendekat ke arah ku "kalo anak kita cuma 1 nanti kalo kamu pergi atau kabur pasti kamu nanti akan dengan mudah tinggal bawa dia, kalo kita punya anak dengan jumlah yang bisa di bagi jadi 2 nanti kamu bakalan milih beberapa anak dan sisanya di tinggal ke aku. Tapi kalo punya anak dengan jumlah yang gak bisa di bagi 2 kan bakal tertinggal 1 " ujar devan menggebu-gebu dan aku menghela nafas dan tidur saja dan menganggapnya sebagai angin lewat saja.
Tiba-tiba aku mengaduh kesakitan di tanganku yang masih tertancap infus, ku lihat devan tengah melintir selang infus dan menatapku kesal "jawab dulu cepat" ujat devan kesal
"Nanti ya dev, ini aja aku baru lahiran masih blank"ujarku lelah dengan segala pemikiran ajaibnya dan devan mendengus kesal dan pergi keluar kamar.
Aku pun menghela nafas dan tertidur sambil menatap ke arah putriku ,"welcome to the world , nira" ujarku pelan