Pulau yang kami datangi begitu indah dan tenang dan penduduk aslinya pun ramah dan seluruh penduduk telah mengenal devan.
Untuk mencapai tempat kami tinggal butuh menaiki kapal dan butuh 20 menit untuk sampai ke tempat tinggal kami.
"Ma, aku pusing" keluh nira dan aku menganggukan kepalaku dan membiarkannya tiduran dan menyandarkan kepalanya di pahaku.
Begitu kami tiba aku segera minta di antarkan ke kamar nira dan nira ku gendong dan segera ku bawa ke kamar mandi dan dia muntah-muntah, setelah merasa lebih lega nira ku mandikan dan aku temani tidur.
Setelah itu aku pergi mencari devan yang ternyata tengah berkumpul dengan para penjaga membahas sesuatu, "dev" panggilku pelan dan devan menoleh menatapku.
Lalu dia memberikan gesture tangan mengusir kepada para penjaga dan dia berjalan menghampiriku dan dia menyelipkan beberapa helai rambutku ke belakang telingaku "ada apa?" Tanya devan.
"Dimana kamarku? Aku mau segera mandi dan cek nira" ujarku dan devan berbalik membelakangiku dan mengeluarkan sebatang rokok dari tangannya "dia hanya masuk angin atau mabuk kendaraan saja" ujar devan santai.
Ya memang benar kedua hal itu kemungkinan hal yang terjadi pada nira saat ini, tapi aku mau menemaninya terlebih lagi dia masih anak kecil yang tentunya akan rewel dan manja saat sakit.
Lalu aku memeluknya dari belakang dan tetap membiarkannya merokok yah bodo amat lah, devan pun mengusap lenganku yang tengah melingkar di pinggangnya dan aku menyandarkan kepalaku di punggungnya.
Rasanya begitu tenang apalagi sekarang sudah sore dan udara mulai dingin namun tetap nyaman, aku pun memejamkan mataku dan menikmati semua momen ini.
"Aku membunuh seseorang" ujar devan tiba-tiba dan sontak aku membuka mataku kala mendengarnya dan hancur sudah momen tenang dan damai ini.
"Siapa?" Tanyaku pelan dan tetap setia pada posisiku.
"Seorang pria, kaya, duda. Dia mengacau dan aku menyelesaikannya" ujar devan setelah menghembuskan asap rokoknya.
"Apa yang dia kacaukan?" Tanyaku dan devan menghisap rokoknya lagi.
"Dia mengkacaukan hidupku" jawab devan dan aku menggerakan tanganku ke arah dadanya dan aku meletakan tanganku di dadanya dan menepuknya pelan.
"Kamu apakan?" Tanyaku dan devan menyentuh tanganku yang ada di dadanya "ku tembak berkali-kali sebagai epilognya dan prolognya aku suntik dia dengan semacam cairan berbahaya yang merusak tubuhnya seketika dan aku pastikan dia menderita selama mungkin" ujar devan.
"Lalu mayatnya kamu kemanakan?" Tanyaku dan devan terkekeh "aku berikan pada ikan piranha peliharaanku yang baru" ujar devan dan aku terus menepuk dadanya.
Dia.mengkacaukan.hidupku
Seseorang.yang.mengkacaukan.hidup.
devan.Siapa?
Jarang banyak orang mau berurusan panjang dengan devan, tapi siapa yang kira-kira berani masalah dengan mengkacaukan hidup devan?
Seorang pria.kaya.duda
Aku terus berpikir dan aku tidak menemukan jawabannya hingga devan mulai membuka kancing kemejanya, lalu dia mengarahkan tanganku yang bertanggar di dadanya ke arah dadanya yang lain.
Lalu aku merasa tanganku menyentuh sebuah luka lama dan seketika aku mengetahui jawabannya dan semua jawaban atas pertanyaanku selama ini.
Ayahnya devan.
Lalu aku memeluk devan sedikit lebih erat dan dia berbalik menghadapku dan aku tetap memeluknya erat dan aku menatap luka yang aku pegang dan aku mencium lukanya dan aku mendongak menatapnya.
Oh ayolah aku 175 dan dia hampir 190 membuatku agak pegal.
"Are you good? Satisfied?" Tanyaku pada devan.
Aku menatap matanya yang segelap malam, hidungnya yang seperti perosotan TK, bibir tebal tapi gak lebay kayak pake filler, wajah sempurna yang jadi salah satu biang kecantikan nari.
"I am satisfied" jawab devan sambil tersenyum dan aku menghela nafas dan menganggukan kepalaku dan menyandarkan kepalaku di dadanya dan dia mengusap kepalaku.
Kami terus berpelukan hingga akhirnya langit berubah menjadi gelap seutuhnya .
