Bab 7

70.8K 4.5K 13
                                    

"Bagaimana kamu mau ingat kalau kamu melakukan itu saat kamu mabuk?" ucapku emosi. Ups aku keceplosan. Tapi bila mengingat kejadian malam itu aku benar-benar malu dan kesal.
Ingat saat malam itu Leo menarikku ke kamarnya dan melakukan semua itu padaku. Ya Tuhan... rasanya saat itu aku ingin mati saja.

"Mabuk?" Leo mengernyit. Sepertinya sedang berusaha mengingat sesuatu. "Malam saat aku mabuk adalah malam aku dapat kabar kalau aku diterima di Harvard... aku pergi ke night club dengan beberapa teman untuk merayakan. Saat sadar aku sudah di kamar.."

"Kamu diantar pulang sama salah satu temanmu. Saat itu rumah kosong, gak ada siapa-siapa. Om sama Tante lagi ada di Jogya, Tiara nginep di rumah temannya. Cuma ada aku di rumah. "Aku menunduk, mengepalkan tanganku erat-erat. Rasanya aku tidak sanggup untuk meneruskan ceritaku mengingat kejadian malam delapan tahun lalu. Ternyata cuma aku yang ingat kejadian itu, pelakunya sendiri tidak ingat! Dasar bajingan!

"Lalu.."

"Aku gak tahu apa yang terjadi sama kamu. Kamu terlihat.. aneh."
Bertahun-tahun kemudian aku mengerti reaksi yang terjadi pada Leo. Malam itu ia terlihat begitu menderita dengan suhu tubuh panas dan erangan erotis yang keluar dari bibirnya. Ternyata itu reaksi dari obat perangsang, entah siapa yang memberikan obat perangsang itu padanya. Mungkin salah satu temannya di club. Tapi pengaruh dari obat perangsang itu luar biasa, ia melampiaskannya padaku.

Leo sepertinya bukan orang tolol, mendengar keteranganku dan reaksi tubuhku ia mengerti apa yang terjadi pada tubuhnya malam itu.

"Pasti ada yang naruh obat ke dalam minumanku. Aku gak tahu siapa. Itu sebabnya aku ngelakuin itu sama kamu. Pantas saat aku bangun keesokan harinya aku mendapati tubuhku yang telanjang. Tapi aku gak nemuin kamu di sampingku."

"Apa kamu pikir aku bakal nungguin kamu bangun setelah kamu ngelakuin itu sama aku?" tanyaku sinis. Teringat lagi aku yang susah payah kembali ke kamarku dengan rasa sakit di sekujur tubuhku. Leo yang melakukan itu berkali-kali padaku dan aku yang saat itu masih perawan. Dan bodohnya setelah kejadian itu aku tidak mengatakan apa-apa pada siapapun. Aku menutup rapat-rapat kejadian itu dari siapapun, sampai akhirnya perutku membuncit...

"Kenapa kamu gak ngomong sama papa mama kalau aku sudah berbuat itu sama kamu?Kenapa kamu gak memberitahu aku? Kenapa kamu diam saja Renjani? Kenapa?"

Aku memalingkan wajahku mendapati tatapan Leo yang mengintimidasi. Ia maju dan mencengkram lengan atasku kuat. Begitu kuat seakan ingin meremukannya.

"Sakit, Leo." Aku mencoba melepaskan cengkeramannya tapi cengkeraman itu malah makin kuat. "Kamu nyakitin aku."

"Kenapa kamu gak bilang kalau kamu hamil? Kenapa?"

"Karena aku baru tahu aku hamil
setelah kamu pergi ke Amerika!Setelah kamu menolak perjodohan itu dan memutuskan hubungan dengan orangtua kamu!" Aku balas teriak. Cengkeramannya benar-benar sakit. Ia melepaskan cengkeramannya dan menatapku nanar.

"Apa yang kamu rencanakan sebenarnya, Renjani? Kamu menutupi masalah ini selama bertahun-tahun dan baru mengungkapkannya sekarang?Setelah aku memiliki kedudukan saat ini?"

"Aku gak memiliki rencana apa-apa." Mana mungkin aku bilang diamku selama ini karena aku mencintainya kan? Aku tidak mengatakan pada orangtua Leo karena aku tidak mau mereka mengusir Leo. Meski pada akhirnya Leo sendiri yang memilih pergi dari rumah. "Hari ini kita gak sengaja ketemu. Dan kamu yang mendesak aku untuk kasih tahu identitas Della. Kalau boleh jujur, aku lebih suka kamu gak tahu siapa Della. Aku lebih suka kamu gak ketemu sama dia!"

"Kenapa? Kamu ingin menggunakannya sebagai kartu truf kamu? Untuk memperoleh apa yang kamu inginkan?"

"Apa maksud kamu?"

"Kamu ingin menjadi nyonya Leo
Dewangga kan? Presiden direktur Swara grup. Pasti gelar itu cukup mentereng untuk dipamerkan pada teman-temanmu."

Aku ternganga mendengar ucapannya. Tuhan, jadi itu yang dia pikirkan tentang aku?Perempuan materialistis yang mencoba panjat sosial untuk menikahinya dengan menggunakan Della sebagai darah dagingnya?

"Kamu menjijikan Tuan Leo Dewangga. Apa kamu pikir kamu adalah pusat alam semesta? Apa kamu pikir semua perempuan di kolong langit ini menginginkanmu?" Aku menggertakan gigi kesal. Mencoba menahan amarah yang hampir meledak.

"Itu kenyataan." Leo mencibir. "Semua wanita suka pria tampan, kaya dan berkuasa."

"Kamu gak masuk hitungan!Sebaiknya sebelum aku mengusirmu keluar lebih baik kamu angkat kaki dari rumahku!
Kamu mahluk menjijikan yang pernah aku kenal Leo Dewangga!"

SERENADA BIRU (End)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang