Bab 18

58.8K 3.9K 13
                                    

Ragu-ragu aku melangkah masuk ke dalam kantornya. Begitu aku masuk pintu langsung ditutup. Samar aku mencium parfum lain di ruangan ini. Bukan parfum Leo, seperti parfum perempuan. Tidak perlu menebak milik siapa bau parfum itu.

"Duduk, Ren."

"Kamu mau ngomong apa sama aku?" tanyaku langsung tanpa basa basi lagi. Kalau sedang berdua seperti ini aku memang malas bersopan santun memanggilnya Bapak. Aku ingin cepat-cepat pergi dari sini.

"Duduk dulu," katanya menunjuk sofa yang ada di ruangannya itu. "Kamu mau minum apa?"

"Nggak perlu, aku bukan tamu." Akhirnya aku duduk juga di sofa panjang. Begitu aku duduk, Leo ikut duduk di sampingku. Aku cepat bergeser menjauh. Melihat itu, Leo menaikan satu alisnya.

"Aku gak bakal macam-macam, Ren. Takut amat sih duduk jauh-jauhan begitu."

"Bukan muhrim," kataku asal.

"Mau dihalalin?"

"Gak lucu."

"Jangan ketawa kalo gak lucu."

Ck, Leo nyebelin banget sih.

"Aku mau ngomong soal Della," katanya melihat raut wajahku yang marah. Tidak berani menggodaku lagi.

"Kenapa dengan Della?"

"Aku akan kasih tunjangan buat Della setiap bulannya. Untuk biaya sekolah dan kebutuhan sehari-hari dia."

"Nggak perlu." Aku memotong cepat. "Aku gak mau nerima sepeserpun uang kamu meski dengan alasan untuk Della. Aku masih sanggup membiayai semua kebutuhan kami berdua."

"Kamu bahkan tidak sanggup membayar Nanny untuk Della, tapi kamu masih berani menolak tunjangan yang akan aku berikan?"

"Kamu tahu alasan utama aku gak punya ART atau nanny buat Della, nggak ada kamar kosong di rumah. Mereka mau di tempatkan di mana?"

"Kalau begitu pindah ke rumah yang lebih besar."

Aku benar-benar gemas mendengar ucapannya. Pindah ke rumah yang lebih besar? Apa uang jatuh dari langit untuk membeli rumah yang lebih besar?

"Aku ada rumah dan juga apartemen. Cukup besar. Ada lima kamar di rumah yang ku miliki dan tiga kamar di apartemen. Kamu mau pilih yang mana?"

Apa sih yang dia bicarakan? Apa dia sedang menawarkan rumah dan apartemennya padaku?

"Aku gak punya uang sebanyak itu buat beli rumah atau apartemen yang kamu tawarkan."
Meski punya duitpun aku ogah. Siapa yang mau membeli rumah baru? Aku suka rumahku yang sekarang, lagi pula cicilannya belum lunas!

"Aku menawarkan kamu untuk pindah ke rumah atau apartemen milikku, Ren. Aku bukan mau menjual rumah atau apartemenku itu!" katanya gemas, tanpa sadar mencubit pipiku. Aku segera menepis tangannya.

"Kenapa kami harus pindah ke tempatmu? Aku punya rumah sendiri kok. Buat apa numpang di rumah orang?"

"Aku hanya ingin Della hidup nyaman. Dia itukan anakku juga."

"Apa kamu pikir selama ini Della hidup gak nyaman?" tanyaku sebal. "Sejak kapan Della jadi anakmu? Kamu kan belum mengakui kalau Della anak kamu Leo."

"Aku sudah melakukan tes DNA, hasilnya 99,9 persen Della anakku."

"Hebat, untuk mengakui Della sebagai anakmu saja perlu tes DNA segala ya," sindirku jengkel. Apa dia tidak lihat wajah Della begitu mirip dengannya? Dasar Leo brengsek. "Tapi meski begitu aku tetap menolak tawaranmu, lebih baik kamu simpan uangmu untuk wanita yang benar-benar kamu cintai Leo. Seperti mantan terindahmu mungkin?"

"Siapa maksud kamu?" matanya menyipit berbahaya.

"Tanpa aku sebutkan namanya kamu juga sudah tahu. Aku dan Della gak butuh uang kamu."

"Safira? Kamu cemburu? Karena dia datang ke kantor aku?"

"Nggak ada hubungannya sama aku." Aku mengibaskan tangan gak penting. "Bukannya kamu bilang dia sudah menikah? Apa kamu..."

"Dia sudah cerai."

"Oh, baguslah kalau begitu. Selamat ya, itu artinya nggak akan ada lagi yang menghalangi hubungan kalian."

Aku bangkit dari dudukku.

"Mau kemana kamu?"

"Balik ke ruanganku. Sudah tidak ada yang perlu dibicarakan lagi kan? Aku mau balik kerja."

"Pembicaraan kita belum selesai, Renjani."

"Bagiku sudah. Intinya aku menolak semua tawaran kamu tadi."

"Kenapa kamu begitu keras kepala?" Leo ikut bangkit. Menghalangiku yang mau keluar dari ruangannya. "Della itu tanggung jawabku juga, Ren."

"Aku gak pernah minta kamu untuk bertanggung jawab atas Della. Dia masih punya ibu, tidak perlu seorang ayah untuk menanggung hidupnya dan membuat hidupnya nyaman."

"Karena ayahnya sudah mati?" tanya Leo dingin.

Aku mengangguk membenarkan. "Karena ayahnya sudah mati."

"Bagaimana kalau Della tahu ayahnya masih hidup? Apa yang akan terjadi bila tiba-tiba saja ayahnya muncul di hadapannya?
Apa yang akan kamu katakan padanya? Apa reaksinya kalau dia tahu ibu yang sangat disayanginya ini ternyata seorang pembohong?" Sambil berkata begitu Leo menatapku tajam.

SERENADA BIRU (End)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang