Saat kembali ke Jakarta, kabar mengejutkan kami terima. Tante Inan masuk rumah sakit. Aku dan Leo bergegas ke rumah sakit tempat Tante Inan dirawat.
"Kak Ren, Kak Leo. " Tiara langsung menyambut kami saat aku dan Leo baru saja tiba di rumah sakit.
"Gimana keadaan mama?" tanya Leo.
"Sudah baikan, sekarang lagi istirahat. Baru aja tidur."
"Tante sakit apa, ra?" tanyaku.
"Hipokalemia. Tiap makan selalu muntah, tadinya dipikir mama kena maag atau tipes. Ternyata hipokalemia. Untung cepat ketahuan."
"Syukurlah kalau Tante baik-baik saja."
"Aku mau ketemu mama," kata Leo.
"Masuk aja, tapi mama lagi tidur. Jangan dibangunin."
"Nggak, aku cuma mau lihat mama."
"Kak Ren gak masuk?" tanya Tiara saat melihat aku malah duduk di kursi yang ada di depan kamar yang di tempati Tante Inan. Tidak ikut masuk bersama Leo. Kamar yang di tempati Tante Inan merupakan kamar vip. Jadi privacy nya cukup terjaga. Mengingat posisi Leo di kantor saat ini, ia tidak akan membiarkan ibunya dirawat di kelas dua, apalagi kelas tiga. Maka tidak heran kalau Tante Inan ditempatkan di kamar vip.
"Nanti aja. Gantian. Takut ganggu."
"Apanya yang ganggu? Ini kan kamar vip. Cuma ada keluarga kita di sini. Gak ada orang lain," ucap Tiara. "Kak Ren takut berduaan sama Kak Leo ya?"
"Nggak, siapa bilang?"
"Kelihatan dari sikapnya. Emang diapain sama Kak Leo sampai takut begitu?"
"Nggak diapa-apain. Kamu pikir aku diapain?"
"Kirain.. dibully sama Kak Leo. Dia kan sadis." Tiara ikut duduk disampingku. "Tapi kok bisa dateng barengan?"
"Kami kan habis tugas dari Semarang. Ada acara donasi untuk korban banjir di Jawa Tengah. Baru turun dari pesawat langsung dapat kabar dari kamu kalau Tante Inan masuk rumah sakit. Jadi langsung kesini."
"Kalian berdua aja dinas ke Semarangnya?"
"Ya nggaklah. Ada empat orang lagi yang bareng sama kita."
"Sayang banget, kirain cuma kalian berdua aja yang dinas ke Semarang."
Apa maksud Tiara ngomong kayak gitu?
Pintu kamar terbuka, Leo muncul di ambang pintu. Kali ini cuma memakai celana panjang hitam dan kemeja putih yang digulung sebatas siku. Dasi dan jasnya sudah tidak ada. Mungkin ia taruh di kamar.
"Mama mau ketemu kamu," katanya padaku.
"Tante sudah bangun?" tanyaku yang dijawab anggukan Leo. "Gih masuk, temui mama. Aku mau nyari kopi dulu. Tiara, kamu ikut aku. Kayaknya tadi di lobby rumah sakit aku lihat ada gerai coffe bean."
"Oke." Tiara langsung setuju.
Leo dan Tiara meninggalkanku sendirian. Aku membuka pintu kamar dan masuk.
"Ren..." panggil Tante Inan yang setengah berbaring di ranjang. Aku meringis melihat jarum infus di lengan kirinya.
"Gimana keadaan Tante? Tante tidur aja, aku temenin. Leo sama Tiara lagi pergi beli kopi." Aku duduk di kursi di samping ranjang. Ku lihat jas Leo tersampir di sofa. Ternyata kamar ini juga dilengkapi sofa, televisi dan ada lemari es kecil segala. Benar-benar fasilitas vip.
"Tante sudah tidur terus dari kemarin," katanya. "Kamu bareng Leo dari Semarang?"
"Iya. Ada dinas di Semarang."
"Bagaimana menurut kamu, Ren?"
"Eh?" Aku menatap Tante Inan bingung. Tidak mengerti dengan pertanyaannya.
"Leo sudah cerita semuanya. Dia sudah melamar kamu kan?" Tante Inan menatapku. "Terus apa jawaban kamu?"
Aku menggeleng lemah.
"Kamu nolak? Kenapa?"
"Leo gak cinta sama aku Tante. Ren gak yakin pernikahan kami nantinya akan berhasil."
"Kamu takut?"
"Tante, dulu Leo menolak perjodohan itu karena gak cinta sama Ren. Lalu apa alasan Leo sekarang untuk menikahi Ren?Karena Della? Ren gak mau Della dijadikan alasan untuk itu Tante. Tanpa seorang ayah, Della selama ini baik-baik saja."
"Kamu gak mau memberi status untuk Della?"
"Selama ini yang Della tahu ayahnya sudah tidak ada. Kalau tiba-tiba seseorang muncul dan mengaku sebagai ayah kandungnya, Ren gak jamin Della akan menerima begitu saja."
"Della anak yang cerdas, Ren. Bagaimana kamu bisa yakin Della gak akan menerima ayah kandungnya? Asalkan kita memberi pengertian, Della pasti akan mengerti dan menerima Leo."
"Ren gak mau Leo terpaksa menerima Della dan Ren atas nama tanggung jawab, Tante. Biarlah kami berdua menjalani kehidupan masing-masing. Leo berhak bahagia dengan wanita yang dia cintai. Bukan terjebak dalam pernikahan tanpa cinta yang tidak dia inginkan."
"Bagaimana kalau ini merupakan keinginan Leo sendiri untuk menikah dengan kamu? Kalau ini bukan merupakan paksaan siapapun? Tapi murni karena keinginannya."
"Leo mencintai Safira, Tante. Biarlah mereka menikah, tidak perlu membebani Leo dengan perjodohan lama yang sudah batal."
"Kamu yakin Leo masih mencintai Safira? Pertemuan antara Leo dan Safira di Semarang itu karena inisiatif Safira yang mengejar Leo. Tapi Leo sudah mengatakan pada Safira kalau dia akan nikah sama kamu kan?"
Aku tercengang. Darimana Tante Inan bisa tahu? Apa Leo sudah menceritakan semuanya pada Tante Inan mengenai kejadian di Semarang?
"Leo sudah cerita semuanya," kata Tante Inan seakan menjawab dugaanku. "Leo bukan pria yang akan buta karena cinta, Ren. Dia masih memiliki logika. Gak mungkin dia bakal milih Safira ketimbang kamu untuk dijadikan istri. Leo pria dengan akal sehat, bukankah lebih baik menikahi wanita yang telah melahirkan anak kandungnya ketimbang menikah dengan wanita yang sudah menjadi janda dan memiliki anak dengan laki-laki lain?"
KAMU SEDANG MEMBACA
SERENADA BIRU (End)
General FictionDelapan tahun yang lalu Leo dijodohkan dengan Renjani,anak dari teman ibunya.Sebuah perjodohan yang tidak diinginkan Leo.Marah oleh perjodohan itu,ia pergi dari rumah,meninggalkan keluarga dan kota kelahirannya.Bertahun-tahun kemudian mereka kembali...