Karena aku dan Della sudah resmi pindah ke kediaman Leo, maka mau tidak mau sekolah Della juga harus pindah. Karena tidak mungkin Della bersekolah di Depok sedangkan kami tinggal di Pondok Indah.
Leo juga berencana memasukan Della ke sekolah internasional. Meski biayanya lebih mahal dan uang bulanannya lebih mahal dari di sekolah swasta biasa yang selama ini Della bersekolah, tapi baginya itu bukan masalah.
Yah dengan status dan jabatan Leo saat ini, menyekolahkan Della ke sekolah mahal tentu bukan masalah. Apalagi Della putri kandungnya, sebagai mamanya aku tidak bisa membantah keputusan Leo.
Tapi yang menyebalkan, Leo juga memutuskan secara sepihak kontrak kerjaku di Swara. Dengan wewenangnya ia memberhentikan aku. Melarangku bekerja lagi. Meski aku juga mendapatkan pesangon tapi siapa yang tidak sebal saat kita sedang enak-enak kerja malah diberhentikan. Dan itu karena Leo ingin aku hanya menjadi ibu rumah tangga full time.
"Suamimu ini seorang Presiden Direktur yang gak kekurangan uang. Gajiku bahkan lebih dari cukup buat kita sekeluarga. Jadi kamu gak perlu lagi kerja, cukup di rumah ngurus Della dan juga aku."
Leo mengatakan itu lengkap dengan aura arogannya.
"Ini tahun berapa perempuan cuma jadi ibu rumah tangga?Meski ekonomi kita cukup, tapi aku juga punya karir bagus. Aku kuliah selama 4 tahun apa harus sia-sia begitu aja?" kataku kesal.
Aku bukannya kesal karena diharuskan menjadi ibu rumah tangga full time. Tapi aku kesal karena Leo selalu membuat keputusan sepihak untukku, tanpa bertanya apa-apa lagi padaku. Seperti masalah pernikahan, pindah rumah dan juga kepindahan sekolah Della. Dan kini juga soal pekerjaanku yang ia putuskan sendiri.
"Kamu yakin mau tetap kerja setelah menikah denganku? Gak takut dengan ucapan-ucapan miring di belakangmu?" tanya Leo mengangkat satu alisnya. "Kamu tahu kan berapa perempuan yang iri sama kamu karena berhasil menggaet bujangan paling potensial di Swara? Seorang Presdir grup perusahaan besar. Ibaratnya kamu itu seperti cinderella jaman now."
Aku tidak tahan untuk tidak mencibir mendengar kata-kata Leo. Senarsis itu dirinya sampai bisa-bisanya ngomong kayak gitu.
"Kalau kamu gak maksa nikah sama aku, mungkin aku bakal jadi nyonya Aditya. Meski dia bukan Presdir, tapi gak kalah ganteng sama kamu. Dia juga seorang arsitek, punya rumah dan kendaraan sendiri. Aku jamin, aku juga gak bakal kelaparan nikah sama dia."
Yah, dilihat dari segi manapun, Aditya juga bujangan potensial sebagai kandidat calon suami. Aku gak perlu kok, suami konglomerat. Yang penting mapan dan setia. Apalagi?
Wajah Leo nampak mengeras mendengar ucapanku. Ia menatapku tajam. "Aku gak suka nama laki-laki lain keluar dari bibir kamu."
"Sejak kapan kamu posesif begitu?" Aku ingin tertawa geli tapi urung saat melihat wajahnya yang keras dan tanpa senyum. Hah? Seriusan dia marah? Cuma karena dengar nama Aditya?
"Nggak akan ada kemungkinan kamu nikah sama dia, buktinya sekarang aku yang jadi suami kamu kan? Oh ya, aku gak kepingin kamu kerja lagi bukan cuma itu sih, aku cuma gak kepingin kamu ketemu sama cowok-cowok gak jelas yang ada di kantor. Dan aku gak mau punya istri yang jam kerjanya melebihi jam kerjaku, divisi humas itu divisi yang sibuk. Kamu dulu sering lembur, aku gak mau saat pulang ke rumah gak ada istri yang menyambut. Aku mau ngerasain kehidupan rumah tangga yang sebenarnya sama kamu."
Ucapan Leo terdengar tulus, meski masih ada kesan memerintah disana. Tapi aku bisa apa? Aku juga gak keberatan sebenarnya menjadi ibu rumah tangga full time. Malah aku bisa menyalurkan hobbi menulisku yang selama ini terbengkalai. Aku bisa kembali menulis novel.Hobbi lama yang tak pernah kusentuh lagi semenjak bekerja dan menjadi single mother.
Divisi tempatku bekerja sempat heboh saat tahu aku akan menikah dengan Leo. Bukan hanya divisiku sebenarnya, tapi juga seluruh karyawan di grup Swara. Apa yang dikatakan Leo memang benar, aku seperti cinderella di abad modern. Yah, bukankah setiap wanita bermimpi menjadi cinderella?
Tapi jika bukan karena aku sudah mengenal Leo dan perjodohan kami di masa lalu, jauh sebelum Leo menjadi seperti sekarang ini, apa mungkin aku memiliki kesempatan menikah dengan seorang Presdir sekelas Leo?
Karena untuk bertemu eksekutif sekelas Presdir bagi karyawan biasa itu sangat sulit. Jadi jika ditilik lagi dengan seksama, dalam kondisi wajar sangat kecil kemungkinannya seorang karyawan biasa macam aku bisa menikahi seorang Presdir. Mungkin ini yang dinamakan garis nasib dan takdir.
KAMU SEDANG MEMBACA
SERENADA BIRU (End)
General FictionDelapan tahun yang lalu Leo dijodohkan dengan Renjani,anak dari teman ibunya.Sebuah perjodohan yang tidak diinginkan Leo.Marah oleh perjodohan itu,ia pergi dari rumah,meninggalkan keluarga dan kota kelahirannya.Bertahun-tahun kemudian mereka kembali...