Bab 29

55.5K 3.6K 13
                                    

Saat kami tiba di Semarang, ada orang dari grup Swara yang sedang ada proyek di Jawa Tengah yang menjemput kami di Bandara.

Namanya Pak Bandi. Manager proyek di Semarang. Kami diantar sampai hotel tempat kami menginap selama di Semarang.

Aku sekamar dengan Bu Elvina. Untung saja baik Bu Elvina maupun yang lain tidak bertanya macam-macam perihal aku ganti tempat duduk dan kelas saat di pesawat. Karena terus terang, aku tidak tahu apa yang harus aku katakan bila ada yang bertanya.

Mungkin mereka tidak mau usil dan menganggap itu bukan urusan mereka.

Karena kami tiba di Semarang sekitar jam sebelas siang, begitu merapikan barang-barang kami berlima berencana makan siang di restoran yang ada di hotel itu juga.

Dan acara serah terima donasi nanti malam juga diadakan di ball room hotel yang sama tempat kami menginap, di lantai satu.

Saat aku memasuki restoran bersama Bu Elvina, aku melihat Leo juga ada di restoran itu. Ia sudah duduk di salah satu meja restoran. Tapi ia tidak sendiri. Ada seorang wanita bersamanya. Dan yang lebih mengejutkan, wanita itu adalalah Safira!

Apa mereka sudah janjian bertemu di Semarang? Aku mencoba tidak menggubris kehadiran mereka berdua karena ku pikir itu bukanlah urusanku.

Aku dan Bu Elvina satu meja dengan Pak Seno. Sedangkan Andi dan Satrio, dua orang dari bagian keuangan tidak ikut bergabung bersama kami. Dari penjelasan Pak Seno, keduanya memutuskan untuk makan di luar sambil jalan-jalan. Karena besok begitu selesai acara donasi, kami akan langsung kembali ke Jakarta.

Kami memesan makan siang. Dan sambil makan Bu Elvina dan Pak Seno berbincang. Pembicaraan mereka tidak jauh dari mengenai proyek-proyek yang sedang di tangani Swara. Sementara aku cuma jadi pendengar yang baik. Hanya sesekali menjawab bila ditanya. Beginilah resiko bila dinas luar dan makan satu meja dengan atasan. Tidak bisa menghilangkan kecanggungan.

Saat kami baru selesai makan tiba-tiba saja Leo menghampiri meja kami.

"Maaf Bu Elvina, saya ada perlu dengan Renjani, boleh?"

Aku yang hendak kembali ke kamar bersama Bu Elvina heran. Ada perlu apa Leo denganku?Bukankah dia sedang bersama Safira?

"Oh, silakan Pak Leo." Meski usia Leo jauh lebih muda dari Bu Elvina, tapi berdasarkan jabatan tetap saja Leo harus dipanggil pak. Bu Elvina segera meninggalkanku dan Leo berdua, pergi bersama Pak Seno.

"Kamu ada perlu apa sama aku?"

"Ikut aku, Ren," kata Leo menunjuk mejanya di mana ada Safira di sana. "Ayo."

"Kamu tahu gak sih sikap kamu yang kayak gini yang bakal bikin orang-orang salah paham sama hubungan kita?" tanyaku tak suka.

"Apa itu penting?" Ia balik bertanya. "Aku cuma mau bicara sama kamu."

Aku terpaksa mengikuti Leo ke mejanya. Safira menatapku dengan masam.

"Duduk, Ren." Leo menarikkan satu kursi buatku. Aku terpaksa duduk.

"Sudah delapan tahun, ternyata selama ini kamu gak pernah nyerah ya..." ucap Safira sinis.

"Maksudnya?" Aku balas menatapnya. Karena yakin kata-kata itu ditujukan kepadaku.

"Kamu masih berharap untuk menikah dengan Leo kan? Setelah perjodohan yang gagal, kamu masih gak nyerah ngejar Leo."

"Safira." Leo memperingati.

"Leo, apa kamu gak sadar? Ini pasti ulahnya hingga mama kamu memaksa kamu buat menikahinya. Entah apa yang ia bicarakan sama mama kamu, tapi aku yakin dia dibalik semua ini."

Aku tercengang. Apa yang dibicarakan nenek sihir ini? Aku mempengaruhi Tante Inan agar Leo mau menikahiku? Pikiran macam apa itu? Apa hal ini yang ingin dibicarakan Leo denganku hingga mempertemukanku dengan Safira?

"Tuduhan kamu gak mendasar. Sejak kapan aku mempengaruhi Tante Inan agar aku bisa menikah dengan Leo? Dengar ya Safira, aku gak pernah tuh punya keinginan untuk menikah dengan Leo atau menjadi nyonya Dewangga! Aku gak peduli dia mau menikah sama siapa, jadi tolong jangan tuduh aku yang nggak-nggak kayak gini."

"Munafik! Kamu boleh bicara kayak gitu, tapi buktinya?Sekarang Leo sudah sukses, siapa yang gak mau nikah sama dia?Siapa wanita yang gak mau punya suami mapan kayak Leo?Itu sebabnya selama delapan tahun ini kamu gak pernah nyerah ngejar dia. Kamu harus sadar Ren, Leo gak pernah cinta sama kamu. Jadi sebaiknya kamu menjauh dari hidupnya."

"Safira, cukup!" bentak Leo cukup keras. Membuat beberapa pengunjung restoran yang masih tersisa menoleh kearah kami. Drama kecil murahan ini pasti menarik perhatian mereka buat menonton. "Aku membawa Renjani menemui kamu agar kita bisa bicara baik-baik. Bukan agar kamu bisa menyerang Renjani dengan kata-kata beracun seperti itu."

"Kamu membela dia, Leo?"

Ya, kenapa Leo membelaku?Pikirku bingung.

"Karena tuduhan kamu terhadap Renjani itu sama sekali tidak benar."

"Tapi dia yang bikin hubungan kita hancur, Leo. Dia juga alasan kamu menolak buat kembali sama aku."

Leo menolak Safira? Fakta ini membuatku tambah bingung.

"Safira, aku sudah bilang sama kamu. Kalau diantara kita itu sudah tidak mungkin lagi. Kamu dan aku sudah selesai. Jadi tolong berhenti menggangguku. Aku sudah bilang sama kamu, aku dan Renjani akan menikah. Dan itu tanpa paksaan siapapun."

Leo bilang apa sih??

"Aku dan Renjani... kami sudah memiliki seorang anak, Saf..."

SERENADA BIRU (End)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang