Bab 46

41K 2.1K 4
                                    

Selama kehamilanku, Tante Inan dan Tiara sering bolak-balik, Tebet-Pondok indah. Karena saat hamil Della, aku ngidam cukup parah, kehamilan keduaku ini sangat mereka perhatikan. Tapi berbeda dari saat hamil Della. Hamil anak kedua ini, malah aku baik-baik saja.

Tidak ada yang namanya muntah-muntah di pagi hari, atau ngidam parah. Semua seperti biasa. Aku sendiri sampai heran, kok bisa aku hamil tapi gak kayak orang hamil? Leo sendiri juga heran. Apa benaran aku hamil?Kalau bukan adanya bukti pemeriksaan dari dokter, ia mungkin masih nanya terus apa aku hamil atau nggak.

Kadang suka gemas sendiri sama Leo. Bukannya senang istri hamil gak ngidam aneh-aneh, atau mabuk parah. Dia malah kepengin aku ngidam aneh-aneh atau mabuk kalau mencium bau aneh-aneh.

"Aku kepengin ngerasain jadi suami yang repot saat istri hamil, Ren. Kepengin pontang panting nyari makanan yang kamu pengin makan, kayak cerita teman-teman aku. Dan kepengin ngerasain gimana rasanya jagain istri yang mabuk, saat hamil. Pokoknya aku kepengin manjain kamu."

"Kalau aku kayak gitu, justru aku yang repot. Gak bisa ngapa-ngapain. Kamu tahu, waktu aku hamil Della. Aku turun dari tempat tidur aja gak bisa. Aku mabuk parah sampai gak mau makan. Cuma bisa makan buah-buahan. Tante Inan sama Om Raharjo sampai kewalahan, siap sedia di sampingku. Justru sekarang aku bersyukur, aku hamil lagi gak kayak gitu. Kamu malah punya keinginan aneh-aneh."

Aku jadi memarahi Leo. Tak habis pikir dengan jalan pikirannya. Tapi kulihat raut wajah Leo yang mendadak muram. Seperti ada yang salah dengan kata-kataku.

"Itu yang aku sesali sampai sekarang, Ren. Saat kamu hamil Della, aku gak ada di sisi kamu. Aku malah pergi jauh. Aku memang bukan lelaki yang baik."

"Leo, aku gak bermaksud begitu. Saat aku hamil Della, kamu kan gak tahu. Aku yakin, kalau kamu tahu, kamu juga gak akan pergi..."

"Ya, tentu saja..meski sebrengsek apapun aku, kalau aku tahu kamu hamil. Aku gak akan pergi begitu saja.." Leo tersenyum, terlihat terlalu dipaksakan menurutku. Hal ini, mungkin akan selalu menjadi ganjalan di hati Leo. Meski aku tak pernah menyalahkannya. Bila saat itu Leo tahu, ia mungkin tidak akan pergi. Tapi itu artinya, ia bakal kehilangan beasiswanya. Dan belum tentu menjadi seperti apa Leo sekarang. Dari dalam lubuk hatiku yang terdalam, aku bersyukur Leo tidak tahu. Dengan begitu, aku tidak menghalangi impiannya. Meraih apa yang dia inginkan. Dan meski terlambat, tapi saat ini kami telah bersama. Itu sudah lebih dari cukup.

Karena sering bolak- balik Tebet- Pondok indah, aku mengusulkan agar Tante Inan untuk sementara tinggal di rumah ini saja. Bersama Tiara tentu. Kasihan bila Tante Inan yang sudah tua harus bolak- balik begitu. Lagipula di sini banyak kamar kosong. Tinggal pilih, mau menempati yang mana.

Sejak Tante Inan dan Tiara sering datang dan menginap di rumah kami, rumah jadi ramai. Dan Leo tidak lagi khawatir kalau meninggalkanku, buat lembur sampai larut. Yang kudengar dari Leo, Swara dapat proyek besar di Malaysia. Entah mau membangun apa di sana. Proyek kerjasama pemerintah dan swasta, dengan pemerintah Malaysia. Jadi bisa dimaklumi kalau Leo super sibuk.

" Kenapa mama sama Tiara gak pindah ke sini aja? Biar rumah di Tebet dikontrakin," kataku mencomot apel yang baru dikupas dan dipotong-potong Tante Inan." Kita tinggal bareng-bareng, kan rame. Jadi mama gak kesepian lagi. Apalagi kalau nanti Tiara nikah. Ikut suaminya, mama tinggal sendirian, apa gak kesepian?"

"Leo sudah minta mama buat pindah sih, Ren. Tapi..."

"Terus apa masalahnya, ma?"

"Mama masih berat ninggalin rumah di Tebet, kak." Tiara yang menjawab. " Soalnya itukan rumah peninggalan almarhum papa.."

" Kalau gak mau dikontrakin, gimana kalau sewa orang buat membersihkan rumah setiap hari? Jadi rumah tetap terawat," usulku.

"Nanti mama pikirkan lagi ya, Ren."

Aku mengangguk, bagaimanapun aku tidak memaksa. Kalau Tante Inan mau tinggal bersama kami, aku sangat senang. Karena Tante Inan sudah kuanggap seperti mamaku sendiri. Tapi kalau beliau menolak... ah, semoga saja gak nolak. Della pasti senang kalau Tante Inan tinggal bersama kami. Mungkin Della bisa kugunakan untuk membujuk Tante Inan agar mau tinggal bersama kami. Beliau pasti gak akan tega kalau sudah menyangkut Della.

"Kamu kayaknya serius sama Mail. Kapan lamaran?" tanyaku pada Tiara. Diantara mantan-mantan pacar Tiara, kulihat cuma Ismail ini yang hubungannya paling lama. Biasanya paling lama cuma setahun. Alasannya kalau putus cuma satu: belum jodoh! Entah apa yang dia cari, selama ini mantan- mantannya semua oke. Tapi gak ada satupun yang nyantol kepelaminan.

" Mile, kak. Kok Mail sih? Jangan ikut- ikutan Bang Leo deh, manggilnya Mail." Protes Tiara.

"Iya, Mile. Gimana hubungan kamu sama dia? Kayaknya dia cowok yang baik deh, Ra. Dewasa, dia tipe kamu banget kan?"

"Iya sih, cuma kerjaannya yang aku gak sreg, kak."

"Bukannya dia kerja di Pertamina ya? Gajinya pasti gede. Apalagi yang kurang? Ganteng, baik, dan kerjaan juga oke."

"Mile itu kerja dipengeboran minyak lepas pantai, kak. Suka jarang pulang. Kalau aku nikah sama dia, aku pasti sering ditinggal. Aku bakal kesepian terus."

"Itu sih gampang, kamu punya anak yang banyak, pasti gak bakal kesepian lagi."

"Ih, Kak Ren udah ketularan Bang Leo. Mulutnya enteng. Jodoh sih ya."

"Kalau gak jodoh gak bakal nikah." Kali ini Tante Inan yang bicara. "Usiamu sudah makin nambah loh, Ra. Jangan kebanyakan pilih-pilih, ntar gak ada yang dipilih."

Tiara cuma mendengus mendengarnya. Dia memang paling malas kalau pembicaraan sudah nyerempet soal pernikahan. Apalagi kalau sudah memojokannya. Aku agak menyesal juga melihat raut wajahnya yang cemberut begitu. Soalnya kan aku yang memulai pembicaraan ini. Tapi aku gak ada maksud buat memojokannya, hanya tidak terlalu sreg lihat dia yang suka gonta-ganti pacar udah kayak ganti baju.

"Maaf ya, Ra. Kalau Kak Ren jadi usil sama kamu. Jangan marah ya."

"Nggak, kok. Santai aja, kak. Kayak sama siapa aja."

"Beneran gak marah?"

"Nggak, Kak."

"Terus... kapan dilamar Mail?"

SERENADA BIRU (End)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang