"Temaram senja tak lagi dapat kulihat. Pada kisahku, takdir pilu pun kian tersurat."
~Nirmala Arista~***
Hari pernikahan sudah ditentukan dan persiapan pun delapan puluh persen sedang berjalan. Tujuh hari bukanlah waktu yang lama lagi. Hal tersebut lantas saja membuat wanita dua puluh enam tahun itu merasa senang sekaligus deg-degan. Karena sebentar lagi, dia akan segera melepas masa lajangnya—bersama pria yang dicintainya tentu saja.
Tenda berhiaskan background putih dan peach terlihat manis menghiasi pelataran rumah dan isinya. Tak lupa dengan bunga-bunga hidup yang nantinya akan ditata di sepanjang pelaminan. Ya, memang resepsi tidak akan dilaksanakan di gedung, melainkan kediaman mempelai wanita.
"Ciye ... senyum-senyum terus nih calon pengantin," goda seorang perempuan muda membuat wanita bernama Nirmala tersebut sedikit tersipu malu.
"Apaan sih? Biasa aja!" sangkalnya berusaha menahan senyum yang terasa akan semakin mengembang.
"Kak Nirma, di depan ada calon mertua!" teriak seorang anak perempuan seraya berlari menghampiri Nirmala yang tengah duduk di ranjang kamarnya.
Kedua alis Nirmala jelas saja saling bertautan. Ada keperluan apa lagi Banyu dan keluarganya datang ke sini?
"Mas Banyu sama keluarganya?" ulang Nirmala bingung.
Anak kecil tersebut lantas menggeleng cepat walaupun tak dapat dilihat. "Ibunya, ayahnya ... sama laki-laki, tapi bukan Mas Banyu," jelasnya sembari terlihat mengingat-ingat.
Nirmala menjadi bingung karenanya. Apa mungkin karena sudah mendekati hari pernikahan, sehingga Banyu tidak diperbolehkan ikut? Membayangkan calon suaminya yang merengut di rumah sendirian, membuat Nirmala diam-diam tersenyum geli.
Rasa penasaran menggiringnya untuk beranjak dari sana. Dengan bantuan tongkat, Nirmala berusaha berjalan supaya tidak menabrak sesuatu. Sedangkan tangannya yang lain, berusaha meraba dinding sebagai pegangan.
Nirmala yang tidak bisa melihat, lantas diam-diam coba menguping pembicaraan dari kedua keluarga. Sudut bibirnya tak lepas dari senyuman.
"Maafkan kami ...," desah ayahnya Banyu seraya menundukkan pandangan.
"Ada apa sebenarnya, Pak?" tanya ayahnya Nirmala dengan raut wajah serius.
"Banyu, putra kami .... Dia pergi dari rumah." Satu kalimat yang keluar dari ayahnya Banyu, membuat Nirmala tertegun tidak percaya.
Wanita itu merasa amat terpukul dan hanya bisa terdiam membatu. Jantungnya terasa jatuh entah ke mana.
"Mas Banyu pergi ke mana?" lirih Nirmala dengan air mata yang mulai terlihat menggenang.
Tubuhnya sedikit mundur dan tidak sengaja menyenggol pot bunga dekor. Suara pot berbahan kuningan yang menghantam lantai, tentu saja membuat orang-orang di sana mengalihkan pandang terhadap Nirmala.
"Nirmala?" gumam ibunya dengan raut wajah khawatir.
Calon mertua dan ayahnya saling melirik satu sama lain. Mereka yakin, wanita itu pasti sudah mendengar semuanya.
"Nirmala, kemari!" titah ayahnya lembut.
Dengan langkah pelan dibantu ibunya, wanita itu berjalan mendekati sang ayah. Ibunya pun membantu Nirmala untuk duduk di sana.
"Yang Nirma dengar itu ... gak benar, 'kan?" lirihnya.
"Mas Banyu pergi ke mana?" Kini dia berusaha berbicara kepada keluarga Banyu.
Terdengar calon mertua prianya mengembuskan napas berat nan panjang. "Sejujurnya kami juga tidak tau ke mana Banyu pergi. Dia tidak meninggalkan pesan, bahkan nomornya tidak bisa dihubungi."
Air mata semakin berderai menuruni wajah cantik Nirmala.
"Apa karena sekarang Nirma tidak bisa melihat? Mas Banyu malu kalau nantinya punya istri cacat seperti Nirma," lirihnya sembari menundukkan pandangan.
Padahal pria itu janji mau menerima apa pun keadaan Nirmala saat ini.
Ibunya terlihat menangis tak bersuara, juga dengan ayahnya yang terlihat sendu.
Semejak kecelakaan bulan lalu, penglihatan Nirmala tidak bisa lagi berfungsi. Syaraf matanya terbentur, sehingga membuat dia tak bisa melihat. Entah dalam jangka waktu pendek atau panjang—semuanya tergantung operasi. Namun, tentu saja semua itu memerlukan biaya yang sangat besar. Dan keluarga Nirmala tidak sanggup akan hal tersebut. Mengingat penghasilan ayahnya yang tidak seberapa, juga Nirmala yang kini sudah tak lagi memiliki pekerjaan.
"Kami minta maaf yang sebesar-besarnya atas kejadian ini. Kami juga tidak mengira kalau Banyu bisa berbuat yang tidak-tidak."
"Tapi kami tidak akan melepas tanggung jawab begitu saja ...," sambung ayahnya Banyu.
Sesaat dia melirik ke arah sang putra bungsu, yang tak sadar tengah diperhatikan.
"Sabda akan menggantikan Banyu dalam pernikahan ini. Kami juga yang akan kembali mengurus semuanya ke KUA!"
Pernyataan tersebut lantas membuat sang pemilik nama membolakan matanya tak percaya.
Kenapa dia yang harus bertanggung jawab dari apa yang sudah diperbuat kakaknya?
***
Jangan lupa voment supaya semangat up-nya ya.. Masukin reading list juga🥰 kritik saran diterima👏.
KAMU SEDANG MEMBACA
Sabda Untuk Nirmala (OnGoing)
RomanceNirmala Arista harus menerima takdir terburuk dalam hidupnya. Jelang satu bulan pernikahan, dia mengalami kecelakaan dan membuat syaraf matanya tidak lagi bisa berfungsi. Satu minggu menjelang hari H, calon suaminya--Banyu--justru tiba-tiba saja men...