"Aku bukan bunga, sehingga tak layak bagiku untuk terus mendamba surya."
~Nirmala Arista~***
"Saya terima nikah dan kawinnya Nirmala Arista binti Jayadi dengan mas kawin emas tiga puluh gram dan seperangkat alat salat dibayar tunai!" ucap Sabda tak terdengar keraguan sedikit pun.
Jabatan tangannya bahkan tak menandakan kalau dia sedang gugup menghadapi ijab kabul tersebut. Apa mungkin karena Sabda tidak memiliki perasaan apa pun dalam pernikahan ini? Sehingga raut wajahnya terlihat biasa saja, bahkan terkesan datar.
"Bagaimana para saksi?" tanya sang penghulu.
"Sah!"
"Alhamdulillah sah!" seketika suara hamdalah menggema memenuhi ruang masjid tersebut--dilanjutkan dengan doa-doa lainnya.
Nirmala hanya bisa tertunduk lesu mendengar ijab kabul tersebut. Seharusnya pria yang berada di sampingnya kini adalah Banyu, bukan Sabda adiknya.
Entah akan bagaimana pernikahan ini ke depannya. Nirmala takut jika Sabda dipaksa keras oleh kedua orang tuanya untuk menggantikan Banyu. Dia juga tidak tahu adik dari mantan kekasihnya itu sudah memiliki kekasih atau tidak di luaran sana.
"Sekarang dipasangkan cincinnya ke jari pasangan!" titah penghulu membuat wanita itu kembali tersadar dari lamunan.
Perlahan Nirmala menghadap ke arah di mana Sabda berada. Tangannya terulur ragu-ragu, kemudian tangan Sabda lah yang justru menghampirinya.
Nirmala merasakan dadanya sedikit berdesir ketika tangannya bersentuh dengan tangan Sabda--yang kini sudah sah menjadi suaminya.
Mereka pun saling memasangkan cincin secara bergantian.
"Sekarang salim sama suaminya!"
Nirmala segera membawa tangan Sabda kepadanya.
"Ditahan ya, posisinya!" ucap sang fotografer membuat Nirmala menahan tangan Sabda di dahinya.
"Oke, sudah."
"Sekarang kedua mempelai berdiri dan suaminya cium kening istri!" titah juru foto lagi.
Dengan bantuan ibunya, Nirmala berdiri menghadap Sabda. Apa mungkin pria itu mau melakukan apa yang diperintah juru foto?
Kedua tangan Sabda terangkat memegangi pundak Nirmala, hingga pada detik selanjutnya sebuah kecupan tanpa perasaan mendarat di keningnya begitu saja.
Tak kuasa menahan tangis, setitik air mata melolos begitu saja menuruni wajah Nirmala.
Setelah acara ijab kabul yang begitu khidmat, kini dilanjutkan dengan acara-acara lainnya sampai selesai.
Semua ini masih terasa semu bagi Nirmala. Entah dia harus memercayai yang mana. Banyu yang meninggalkannya, atau pernikahan yang berlangsung begitu saja?
Rasa sakit hati kembali menyeruak memenuhi rongga dada. Nirmala tidak pernah menyangka jika kejadian buruk ini akan dia alami.
Mengingat rencananya dan Banyu dulu; tentang bagaimana rancangan pesta pernikahan, seperti apa rumah yang mereka impikan, dan berapa anak yang sudah mereka rencanakan. Semuanya terdengar begitu indah, tetapi tidak untuk sekarang. Setelah angan-angannya dibawa jauh terbang, sekarang Nirmala dihempas jatuh ke dalam jurang.
Ke mana perginya Banyu sekarang? Pria itu bahkan tidak meninggalkan jejak apa pun terhadap keluarganya. Jadi, jangankan niat untuk menghubungi Nirmala. Banyu sudah tidak mau tahu apa pun dan enggan peduli lagi tentang Nirmala, bahkan untuk sekadar menjelaskan perihal kepergiannya.

KAMU SEDANG MEMBACA
Sabda Untuk Nirmala (OnGoing)
RomanceNirmala Arista harus menerima takdir terburuk dalam hidupnya. Jelang satu bulan pernikahan, dia mengalami kecelakaan dan membuat syaraf matanya tidak lagi bisa berfungsi. Satu minggu menjelang hari H, calon suaminya--Banyu--justru tiba-tiba saja men...