"Jangan membuatku salah mengartikan rasa iba sebagai cinta!"
~Nirmala Arista~
***
Merasa bosan terus-menerus di dalam apartemen, membuat Calista mengajak Nirmala untuk jalan-jalan di taman rooftop.
Awalnya Nirmala menolak karena ini sudah malam, tetapi Calista berhasil membujuknya.
"Malam itu suasananya sejuk, gak panas kayak siang hari! Gak mungkin ada orang juga di sana, jadi kita bisa leluasa," katanya.
"Tapi nanti kalau Sabda nyariin, gimana?" tanya Nirmala.
"Biar nanti aku whatsapp dia. Emangnya Mbak Nirma gak bosen apa, di sini terus?"
"Ya ... bosen sih."
"Ya udah kalau gitu kita pergi sekarang aja! Mumpung belum malem-malem banget," ajak Calista sembari menuntun lengan Nirmala.
"Tapi tongkat Mbak di mana?" potong Nirmala sambil menahan lengan Calista.
Gadis itu mendesah panjang. "Mbak Nirma gak percaya sama aku? Tenang aja, aku 'kan bisa gandeng tangan Mbak."
Bukannya meragukan, tetapi Nirmala teringat akan malam kemarin. Sepertinya gadis itu tidak bisa terlalu dipercaya. Namun, mana mungkin jika Calista mau mencelakai dirinya?
"I-iya," sahut Nirmala pada akhirnya.
Dengan senyum yang mengembang kini Calista membawa Nirmala dalam gandengannya, dengan penuh kehati-hatian.
Sesampainya di rooftop, Nirmala merasakan angin malam yang sejuk mulai menerpa wajahnya. Kedua sudut bibir itu tertarik melengkung ke atas, membentuk sabit.
"Wahh, sejuk bangeeet!" cicit Calista seraya melepas pegangannya terhadap Nirmala. Gadis itu berlari kecil ke arah pagar pembatas, membiarkan angin menerbangkan anak rambutnya.
"Calista, kamu di mana?"
"Aku di sini!" sahutnya seraya berjalan menghampiri.
Ponsel gadis itu tiba-tiba saja berdenting, menandakan sebuah pesan masuk. Ternyata pesan dari Sabda yang menanyakan keberadaan mereka.
Sedetik kemudian, seringai jahil membingkai wajah Calista.
"Mbak, aku mau ke toilet dulu. Mbak tunggu di sini sebentar. Sebentaaar aja," ujarnya sembari melenggang pergi tanpa persetujuan.
"Kalau gitu, Mbak ikut aja!" teriak Nirmala yang tak diindahkannya.
"Calista!" panggilnya lagi yang nihil berbuah sahutan.
Nirmala mendesah panjang dan tak memiliki pilihan lagi selain menunggu kembalinya Calista.
Di sisi lain, Sabda terlihat memegangi tongkat Nirmala yang ditemukannya tergeletak di lantai.
Beberapa kali ia mencoba menghubungi nomor sang sepupu, yang sekarang justru tidak aktif.
Terbukanya pintu apartemen, membuat perhatian Sabda teralihkan. Dia melihat Calista berjalan memasuki ruangan, tetapi tak melihat keberadaan Nirmala.
"Mbak Nirma di mana?" tanya pria itu to the point.
"Ya ampun ... Mbak Nirma ketinggalan di rooftop!" seru Calista membuat kedua bola mata Sabda terbelalak.
Tanpa berkata apa-apa lagi, Sabda berlari keluar. Saking tidak memerhatikan jalan, bahkan pria itu sedikit menyenggol tubuh Calista.
Dengan cepat ia memasuki lift dan menuju rooftop. Tidak perlu waktu lama baginya sampai.
Sabda mengelilingkan pandang, berusaha mencari keberadaan Nirmala.
"Calista, kamu di mana? Kamu gak ninggalin, 'kan?!" teriak Nirmala sambil melangkah pelan, dengan tangannya yang berusaha mencari pegangan.
"Calista!" panggilnya lagi yang tak berbuah jawaban.
Langkah demi langkah membuat wanita itu hampir menuju ke pagar pembatas. Sabda yang melihat hal tersebut lantas berlari--menarik lengan Nirmala--membuat tubuh itu menubruk dirinya.
Nirmala mengernyit bingung dengan tangan siapa yang kini melingkari tubuhnya. Dada itu terasa naik turun, bahkan napasnya pun menyapu wajah Nirmala.
"Sabda?" tanya Nirmala tak berbuah jawaban.
Pria itu terdiam dengan posisi yang sama. Dia merasa jantungnya berdentum cepat. Apa mungkin karena habis berlari?
"Sabda, ini kamu 'kan?" tanya Nirmala memastikan. Dia takut kalau ternyata itu orang lain.
"Iya," sahutnya kemudian.
Nirmala melerai pegangan Sabda, berusaha membenahkan posisinya.
"Awwh," desis Nirmala ketika merasakan nyeri pada pergelangan kaki kanannya. Tubuhnya bahkan hampir terhuyung jatuh.
"Maaf," gumam Sabda.
Tanpa aba-aba, pria itu membopong tubuh Nirmala seperti seorang pengantin. Sontak hal tersebut membuat sang empu terhenyak.
"A-aku masih bisa jalan sendiri, kok," tolaknya halus.
"Pegangan!" Ucapan Sabda seperti terdengar mutlak. Nirmala tak bisa berbuat apa-apa lagi selain menurut--mengalungkan lengannya.
Sesaat pria itu memerhatikan wajah Nirmala yang terus tertunduk--kemudian segera membawanya untuk kembali ke apartemen.
Sabda memasuki ruang apartemen dengan raut wajah yang kurang bersahabat.
"Mbak Nirma kenapa?" tanya Calista merasa khawatir. Namun, pria itu enggan menjawab dan memilih memasuki kamarnya.
Dengan perlahan ia mendudukkan Nirmala di sisi ranjang, kemudian memangku kaki kanannya.
"K-kamu mau apa?"
"Biar sakitnya berkurang," sahut Sabda.
"Gak perlu, nanti juga sakitnya hilang sendi--awwh!"
Pria itu memijat kaki Nirmala tanpa memberitahu.
"Ditahan sebentar ya, Mbak. Sakitnya gak akan lama," ucap Sabda berusaha menenangkan.
Nirmala berusaha menahan rasa sakit dari pijatan suaminya itu, berusaha untuk tidak mengeluarkan suara.
"Selesai. Lebih baik sekarang Mbak Nirma istirahat, ini udah malem!" pungkasnya kemudian beranjak keluar dari kamar.
Calista yang berada di depan pintu sedikit terperanjat ketika pintunya terbuka.
"Mbak Nirma gak apa-apa, 'kan?" tanyanya dengan nada gugup.
Gugupnya semakin bertambah tatkala Sabda balas menatap tajam.
"Sebaiknya kamu bereskan semua barang-barang kamu dan pulang ke rumah!"
"Tapi kenapa, Mas?" protes Calista.
"Mbak Nirma itu hampir celaka gara-gara kamu! Semua yang kamu lakuin itu gak lucu, Cal!" bentak Sabda.
Calista terhenyak, merasa kaget atas kemarahan Sabda. Pria itu tidak pernah membentaknya, tetapi sekarang?
"Oke, aku akan pergi malam ini juga. Maaf kalau aku udah buat kesalahan selama di sini, udah nyusahin Mas Sabda!" Suara Calista terdengar bergetar.
Gadis itu pergi dari hadapan Sabda dengan air mata mengucur menuruni wajahnya. Calista memang tidak berniat untuk membuat Nirmala celaka. Namun, semuanya malah terjadi di luar perkiraannya.
Sabda mendesah panjang kemudian berlalu ke arah balkon. Apa dia sudah keterlaluan karena telah mengusir Calista?
***
Jangan lupa masukin reading list+perpus yaa~
![](https://img.wattpad.com/cover/314005019-288-k495703.jpg)
KAMU SEDANG MEMBACA
Sabda Untuk Nirmala (OnGoing)
RomansaNirmala Arista harus menerima takdir terburuk dalam hidupnya. Jelang satu bulan pernikahan, dia mengalami kecelakaan dan membuat syaraf matanya tidak lagi bisa berfungsi. Satu minggu menjelang hari H, calon suaminya--Banyu--justru tiba-tiba saja men...