15. Sandiwara

20 5 0
                                    

"Aku sudah tahu akan ke mana pada akhirnya. Namun, mengapa bisa ... hati ini sakit dalam sandiwara yang tengah aku perankan?"
~Nirmala Arista~

Setelah pengakuan Sabda perihal Nirmala, suasana terasa amat canggung bagi Yuda. Dia hanya duduk dengan kepalanya yang kosong melongpong. Tidak ada kata atau kalimat yang berkeliaran di benaknya untuk saat ini.

Tangan pria itu tergerak mengambil kopi yang beberapa saat lalu Sabda buatkan, kemudian menyesapnya sedikit. Berusaha mengenyahkan rasa canggung.

Sabda juga hanya terdiam. Dia tidak berbicara apa pun lagi, setelah menjelaskan semuanya kepada Yuda. Lain halnya dengan Nirmala yang memilih untuk undur diri dari sana--menuju dapur.

"Hm ..., Sabda .... Gue pamit pulang dulu deh," ucap Yuda memecah keheningan.

"Loh, kok buru-buru, Mas?"

"Hm?" Alis Yuda terangkat, begitu juga Sabda yang turut kebingungan.

"Ini udah mau jam sembilan, gak enak gue ganggu waktu istirahat lo. Nanti kapan-kapan gue mampir lagi, deh," tutur Yuda.

Sabda balas mengangguk kecil. Bersama dengan itu Nirmala juga terlihat keluar dari arah dapur.

"Nirmala, saya pamit ya," gumam Yuda mendapat anggukan kecil dari Nirmala.

Tanpa berlama-lama lagi Yuda segera menyambar kunci motornya lalu keluar.

Nirmala memutar tubuhnya, beranjak pergi tanpa mengucapkan apa pun kepada Sabda yang tengah memerhatikan gerak-geriknya.

"Kamu mau ke mana?" Pertanyaan pria itu lantas membuat Nirmala terkesiap.

"Istirahat," gumamnya tanpa menoleh.

Tidak mendengar Sabda berbicara lagi, Nirmala memutuskan untuk melanjutkan langkah menuju kamarnya.

"Besok siang kita akan pergi ke rumah ibuku. Kita juga akan nginep semalam di sana," ujar Sabda kemudian.

Alis Nirmala saling bertautan. "Memangnya ada acara apa?"

"Saudaraku mau menikah."

"Oh, iya ...."

Hening. Suasana canggung begitu terasa menyelimuti keduanya. Mereka tidak bisa mengutarakan apa yang ada di dalam hati, bahkan untuk secuil pun.

Nirmala memutuskan untuk segera memasuki kamarnya kemudian merebahkan diri.

Entah mengapa, ketika mengingat perkataan Sabda tadi ... justru pikirannya melayang terhadap Banyu. Banyu sudah kembali, tidak mungkin dia tidak menemui orang tuanya, sedangkan dia menemui Nirmala di sini.

"Saudaranya Sabda, saudara Mas Banyu juga," desahnya.

Sejujurnya, Nirmala merasa gelisah memikirkan bagaimana dia bertemu dengan Banyu nantinya. Pula dengan pertanyaan-pertanyaan dari saudara dan tetangga di sana perihal hubungan mereka. Banyu, Sabda, juga Nirmala. Baru dipikirkan saja semuanya sudah terdengar rumit. Apalagi kalau nanti benar begitu?

***

Memikirkan tentang bagaimana hari ini, membuat Nirmala tidak bisa tidur dengan tenang. Beberapa saat terpejam, lalu kembali terjaga. Begitu saja sepanjang malam.

Nirmala bangun dan mengambil posisi duduk bersandar ke kepala ranjang. Beberapa kali wanita itu tampak memijat pelan pelipisnya disertai raut wajah yang meringis. Karena hampir tidak tidur semalaman, Nirmala jadi sakit kepala.

Ketukan di pintu membuatnya terhenyak.

"Mbak Nirma!" seru Lalis seraya mengetuk pintu beberapa kali.

"Buka aja, Lis! Gak saya kunci, kok!" sahut Nirmala sedikit mengeraskan suara.

Sabda Untuk Nirmala (OnGoing)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang