21. Matamu

11 3 0
                                    

"Aku akan menjadi matamu ... menjadi jendela bagi dunia tanpa cahaya."
~Sabda Narendra~

***

"Sabda, gimana kabar kamu?" tanya Ine kala pria itu tengah membereskan proyektor rapat.

"Baik, Bu."

"Hmm ... gimana kabar istrimu?"

Tangan Sabda terhenti sesaat kemudian lanjut membereskan.

"Baik juga."

"Kamu pasti merasa berat ya, harus memiliki istri seperti itu. Kamu yang kuat, yang sabar," gumam Ine seolah-olah merasa prihatin.

"Maksud Ibu?" Kini pria itu menatap netra sang manajer.

"Ya ... kamu pasti kesulitan dan capek karena harus mengurus istrimu juga. Selain bekerja dan mengurus diri."

"Tidak melihat bukan berarti tidak berguna. Istri saya bisa melakukan pekerjaan rumah sebagaimana mestinya. Selain itu, ada pekerja harian di rumah saya. Jadi saya sama sekali tidak kerepotan seperti yang Ibu pikir," jelas Sabda membuat Ine gelagapan.

"O-oh baguslah kalau begitu. Saya cuma kasian sama kamu. Habis kerja capek, harus capek di apartemen juga."

"Apa bisa, kita tidak membahas hal di luar pekerjaan?"

"Eh, i-iya."

"Permisi."

Pria itu melenggang pergi meninggalkan ruang rapat. Ine hanya mematung, tidak percaya dengan yang diucapkan Sabda.

"Aku melihat cinta yang bukan diperuntukkan diriku di dalam matanya." Ine bermonolog seraya menatap kepergian Sabda.

"Kenapa kamu lebih memilih perempuan itu, sih? Apa kurangnya aku di matamu? Aku bahkan jauh lebih baik darinya. Karier, penampilan, gaya ... bahkan aku yang lebih pantas disandingkan sama kamu!" Nada-nada yang penuh dengan penekanan.

Di sisi lain, Sabda langsung kembali ke depan layar komputer.

"Sabda, gue pinjem flashdisk dong. Punya gue ketinggalan," ucap Yuda sembari memutar kursi kerjanya yang saling membelakangi dengan Sabds.

"Lagi gue pake, Mas. Sebentar lagi."

Yuda berdecak kecil kemudian dengan pasrah menunggu pekerjaan Sabda selesai.

"Nih!" kata Sabda sambil menyodorkan flashdisk.

"Makasih ya. Gue pinjem dulu buat dibawa ke tempat printing."

"Emangnya printer kita rusak?" bingung Sabda.

"Iya, lagi dibenerin."

Menanggapi itu Sabda hanya ber-oh pelan.

Dia tidak terlalu pandai bergaul bahkan dengan teman-teman satu kantor. Mengobrol pun ala kadarnya dan seperlunya.

Setelah selesai dengan pekerjaannya, Sabda izin pulang terlebih dahulu kepada Yuda. Pria itu masih harus menyelesaikan beberapa tugas, sehingga dia diharuskan kerja lembur.

Di perjalanan pulang, Sabda mampir ke sebuah toko kue. Dia membeli satu kotak donat dengan berbagai macam toping untuk dibawa pulang.

Ketika hendak melajukan motornya, atensi Sabda teralihkan pada toko boneka di samping.

"Apa gue harus beli sesuatu di sana?" gumamnya sembari terus menatap toko.

Sesaat pikirannya bergelut antara membeli atau tidak. Pasalnya dia tidak tahu harus bagaimana bersikap manis terhadap seorang perempuan.

Sabda Untuk Nirmala (OnGoing)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang