Dunia ini masih sama saja.
Sekalipun perdana menteri sudah mengajukan berbagai kompensasi kalau dia terpilih kembali menjadi pemimpin negeri untuk kesekian kalinya. Menawarkan kesejahteraan hidup untuk rakyat, wewenang bagi para pekerja di pemerintahan, dan masih banyak lagi rentetan janji yang ternyata bukan sekedar omong kosong.
Tapi rasanya dunia masih tidak cukup adil bagi Alexia, sosok nyata dari keberadaan cerita dongeng Cinderella. Ia punya ibu tiri yang sedikit kejam walaupun dengan alasan, serta satu kakak perempuan yang suka bersolek.
Carlotte bukan sosok ibu tiri yang jahat karena ingin menguasai harta warisan mendiang ayah Alexia, bukan pula sosok penyihir yang dikisahkan membunuh ibu kandung Alexia demi ayahnya. Wanita baya itu pun masih menganggapnya setara dengan Helena, sang kakak tiri. Katakanlah Alexia sedikit lebih beruntung dari Cinderella.
Ia terpaksa senantiasa berkubang di lumpur peternakan sampai tubuhnya punya bau khas jerami karena kemauan diri. Mendiang ayah Alexia bukan orang terpandang, dulunya seorang peternak, jadi sekarang ia harus rela meneruskan pekerjaan itu demi menyambung hidup.
Sementara Carlotte adalah wanita pintar yang pernah bekerja di kastil para duke, menjadi seorang peramu obat-obatan yang ilmunya didapat dari kampung halaman semasa kecil. Suatu hari Carlotte memutuskan berhenti dari pekerjaannya, dan pada saat itulah dia bertemu ayah Alexia, singkat ceritanya kemudan mereka menikah.
Carlotte sendiri sekarang lebih sering menghabiskan waktu di pasar untuk menjual obat-obatan herbal buatannya. Sering kali dia marah ketika pulang karena tidak mendapat sepeser uang pun dari barang dagangan. Hal itu terjadi semenjak ayah Alexia meninggal. Ekonomi mereka benar-benar terpuruk.
Alexia yang semula memang sosok pekerja keras, kini semakin giat dengan impiannya untuk meraih kembali kesejahteraan keluarga walau tanpa bantuan ayah.
Bahkan Helena yang justru kerap kali menjadi sasaran amukan sang ibu karena tidak serajin dan sepekerja keras Alexia. Helena terlalu mendambakan kehidupan mewah tanpa harus mengeluarkan setetes keringat pun, akan lebih baik kalau orang lain yang bekerja untuknya.
Sisi bagusnya, Helena juga bukan sosok kakak tiri jahat, walau sering kesal karena terus dibandingkan dengan saudarinya. Helena masih berbaik hati memasak makanan enak untuk disuguhkan pada ibu dan sang adik tiri. Dapur adalah wilayah kekuasaan Helena, kandang peternakaan milik Alexia, sementara Carlotte bekerja di luar.
Hari ini cuaca sedikit terik, tanah lembab perkampungan berubah menjadi kering dan berpasir tapi tidak sampai seperti padang gurun. Sebenarnya cuaca aneh dengan panas menyengat sudah terjadi sejak beberapa bulan lalu, tapi kali ini memang cukup parah. Alexia bahkan harus berkali-kali mencelupkan telapak kaki ke air sembari mengangkut beberapa kotak jerami menuju para sapi dan domba.
Beruntung cuaca hanya panas, tidak sampai terjadi kekeringan yang mengkhawatirkan. Hal itu tentu jadi sumber pertanyaan orang-orang penting di negeri, mengenai sebenarnya apa yang terjadi dengan lingkungan ini?
"Alex! kau butuh bantuan untuk mengangkut jerami lagi?"
Tampak sosok lelaki berpakaian rapi menawarkan diri untuk membantu perempuan jelek yang berkubang dengan lumpur serta kotoran domba. Agak mustahil sebenarnya, tapi begitulah kenyataan kalau Johanesse Rompero si anak baron desa setempat mendatangi peternakan bau milik keluarga Sawyer.
Johanesse tampaknya baru pulang sekolah, terlihat dari pakaiannya yang rapi dan wangi, belum lagi paras tampan lelaki itu terlihat sedikit berkerut, kebiasaan lama yang dia lakukan kalau sedang pusing memikirkan masalah, termasuk mata pelajaran tersulit.
Di desa ini hanya anak laki-laki yang boleh bersekolah, atau gadis dari kalangan atas. Orang seperti Alexia dan Helena tentu tidak berhak, tapi mereka punya ibu yang mana seorang mantan peramu kastil, Carlotte jelas memiliki ilmu baca tulis yang kemudian diajarkan pada kedua putrinya secara adil.
Sehingga dari sekian banyak anak di kampung, Johanesse merasa lebih cocok berteman dengan anak-anak dari keluarga Sawyer, terutama Alexia yang punya pembawaan mudah berbaur. Mereka bisa membaca dan membahas banyak ilmu pengetahuan bersama.
Johanesse memilih duduk di atas tumpukan kayu saat Alexia menolak tawaran bantuannya, mengabaikan celana sutra yang mahal itu terkena kotoran lumpur. Alexia sampai menjerit memperingatinya.
"Tenang saja, keluargaku bukan sekali beli langsung buang, Alexia. Kami juga selalu mencatat pengeluaran secara rutin agar tidak berlebihan... dan sebenarnya celana ini tidak terlalu mahal."
Alexia kukuh menariknya pindah ke tempat yang lebih bersih, "Tetap saja celana itu seharga kereta kuda bagiku."
"Tidak, hanya sekitar dua karung gandum." Jo tertawa.
"Ternyata jauh lebih buruk."
Disaat keduanya sibuk bercanda tanpa mempedulikan keadaan, suara nyaring Helena segera terdengar melengking menyentak segalanya, "Alex! Jo! cepat kemari, ayo kita ke depan!"
Tak buang lama mereka berlari menuju pekarangan depan, di sana sudah ramai sekali para pengawal tanpa pakaian zirah namun tetap membiarkan pedang terselip di pinggang kiri. Logo kerajaan terukir di kereta kuda dan beberapa aksesoris yang dipakai.
Tampak seseorang membuka sebuah perkamen dari kertas papirus. Membacanya dengan penuh ketegasan.
Dalam hitungan detik setelah selesai dibacakan, suasana mendadak ramai, kerumunan manusia itu mulai mengutarakan apa yang ada di pikiran mereka.
Alexia melirik saudarinya, "Helena, apa kita harus ikut? hadiahnya jaminan kesejahteraan selama seumur hidup. Itu menakjubkan!"
To be continued...
KAMU SEDANG MEMBACA
Northern Black Dragon [] Bangchan
FantasySebuah bayangan sekelebat terlintas di depan mata, suasana yang dibawa begitu suram nan gelap. Hingga sepersekian detik kemudian, sosok naga hitam hadir di hadapanku, berubah menjadi seorang pria berbaju zirah dari tembaga-dia berlutut seraya mengul...