"Jane!"
"Jane!"
"Jane kembali kemari, ini aku Alexia!"
Hutan itu sangat sunyi, sekarang malah berubah seperti kedap suara, seakan Alex berada di ruangan bertembok transparan. Ia menggerlingkan bola mata kesana kemari mencari keberadaan Jane, sambil mencoba mengingat jalan yang sempat dilewati bersama. Namun sayangnya semua sudut tampak sama, hanya berupa semak, pohon, dan rerumputan tanpa bisa dibedakan.
Alex tak tahu pukul berapa sekarang, yang jelas sepertinya langit di luar sana mulai menggelap, sebab suasana jadi lebih redup ketimbang sebelumnya. Tulang pergelangan kakinya pun pulah lemah, mulai bereaksi karena terlalu lama berjalan. Alex tak bisa memperhitungkan, tapi ia mungkin sudah berkeliling selama berjam-jam.
Langkahnya mulai terhenti, sama sekali belum menyerah tapi baru begini saja rasanya tubuh sudah tidak kuat. Alexia akhirnya duduk bersandar pada sebuah akar pohon besar, berdiameter lima kali lipat dari tubuhnya. Bagaimanapun, ia perlu menelan sesuatu untuk mengganjal perut walau perasaanya menolak karena sedang berduka kehilangan sang teman baru.
Apa boleh buat, konsekuensi seperti ini pasti terjadi dan sudah bisa diprediksi dari awal. Alexia hanya bisa pasrah sembari berdoa semoga dipertemukan lagi dengan Jane dalam keadaan hidup.
•••
Johanesse mulai menyarungi pedang logamnya kemudian diselipkan pada sisi tubuh.
Busur, keranjang anak panah, pisau kecil, dan belati juga sudah tersimpan rapi di setiap bagian tubuh demi mempermudah mengambilnya namun tidak kentara dari luar. Jo juga telah memakai baju pelindung zirah serta helm baja yang tidak bisa tertembus apapun sejauh ini. Rancangan pakaian perang khas negerinya memang didesain sangat aman demi memperbanyak persentase keselamatan, sekalipun itu membuatnya jadi lebih berat berkali-kali lipat.
Ia punya tekad menyusul Alexia dan membawanya kembali pulang dengan selamat. Di sana, gadis itu mungkin baru menyadari betapa berbahaya ruang mistis tak kasat mata yang disebut hutan utara. Alex pasti menyesali kepergiannya.
Apalagi mengingat Catlotte dan Helena yang tidak berhenti menangis akhir-akhir ini. Mereka masih tidak bisa melepaskan Alex, dan berharap gadis itu pulang.
Sudah lima hari rombongan peserta berangkat. Sejujurnya Jo juga tidak begitu percaya apakah para kontestan masih banyak yang hidup di sana, tapi ia harus terus berpikir positif agar bisa menyelamatkan Alex.
Teman perempuannya itu bukan sosok lemah, Jo sangat tahu. Dan yang pasti, dia berjanji akan terus hidup, Alex tak mungkin mati lebih cepat dari yang diduga. Johanesse harus sangat percaya diri dan berpikir positif pada setiap langkah yang diambil.
Pergi ke hutan utara, dirinya membawa salah satu kuda perang terbaik milik sang ayah. Perjalanannya juga tidak membutuhkan waktu lama, tapi sayangnya para penjaga malah mencegatnya—mereka berkata orang selain kontestan dilarang masuk, terlebih mengetahui identitas Jo yang ternyata seorang putra baron dari wilayah Ameruth.
Mereka mengancam akan melaporkan Jo pada ayahnya karena anak muda itu pergi tanpa sepengetahuan keluarga. Membawa perbekalan lengkap seperti prajurit perang dan berlogo kerajaan setempat, jelas bukan ide bagus jika digunakan untuk menuju hutan utara.
"Saudariku salah seorang kontestan, dia pergi tanpa sepengetahuan kami. Jadi, aku sebagai kakak harus membawanya pulang kembali dengan selamat," ungkapnya usai beberapa saat mencoba merangkai kebohongan. Tapi ternyata tipuan itu bisa dengan mudah diketahui.
"Menurut informasi tim kami, Baron wilayah Ameruth hanya punya satu anak laki-laki dan itu pasti kau. Siapa saudari yang kau cari?"
Jo memejamkan mata sejenak, "Dia temanku, sudah seperti saudari kandungku sendiri!"
"Kalau begitu kalian tidak punya hubungan darah. Sekali lagi, kami tidak bisa mengizinkannya," salah satu prajurit menarik kuda tunggangan Jo menjauh dari area perbatasan yang dijaga ketat. Karena dirinya merupakan putra baron yang cukup terpandang, mereka tidak berani memperlakukannya dengan buruk, hanya saja tetap berusaha mengusir.
"Biarkan aku membayar!" Jo berteriak tertahan.
"Maaf anak muda, kerajaan kita sangat sensitif, tindakan suap bisa saja mencemarkan nama keluarga, ayahmu bisa turun tahta dari pangkatnya sebagai Baron dan mendapat hukuman diasingkan ke desa terpencil."
Jo mengusap wajah kasar, benar-benar sulit meyakinkan orang-orang patuh seperti mereka, ia perlu memikirkan kebohongan lain yang mungkin bisa diterima dengan mudah.
"Temanku pergi karena terpaksa, dia... dia disiksa keluarganya," kata Jo kemudian.
"Itu resikonya."
Jawaban singkat itu cukup menguras emosi. Johanesse sampai menggertakkan gigi, rasa tidak nyaman mulai menyelimuti, ingin dirinya menghancurkan perbatasan ini sekarang kalau saja posisi ayah sebagai Baron tidak jadi taruhannya, "Di mana belas kasih kalian?!"
Sayangnya mereka semua memilih abai, seakan Jo tidak ada di depan mata. Tak ada gunanya mengamuk unruk mencari sensasi di tempat ini. Jo memilih pergi menunggangi kudanya kembali.
Sepertinya ia harus mencari jalur lain untuk masuk ke hutan utara sekalipun perlu menempuh jarak jauh. Semua demi keselamatan Alexia.
To be continued...
KAMU SEDANG MEMBACA
Northern Black Dragon [] Bangchan
FantasíaSebuah bayangan sekelebat terlintas di depan mata, suasana yang dibawa begitu suram nan gelap. Hingga sepersekian detik kemudian, sosok naga hitam hadir di hadapanku, berubah menjadi seorang pria berbaju zirah dari tembaga-dia berlutut seraya mengul...