Ryu Jimin itu kasar.
Jeongyeon duduk di kasur dengan kaki menjuntai, lalu menatap Yoon Boreum serta Soyung yang duduk di kasur mereka masing-masing secara bergantian. Soyung nampak sedang berpikir, tangan kanan dia gunakan untuk menopang dagu. Sedangkan Boreum terlihat sedikit acuh dan fokus pada snacks bola-bola coklat di tangan, meskipun sebenarnya dia juga tengah berusaha berpikir untuk memberikan tanggapan pada cerita Jeongyeon.
"Jadi, dia melukai tanganmu? Lalu dia membantumu memasang perban, tapi juga memaki?" tanya Soyung.
Sebelum Jeongyeon sempat memberikan tanggapan dari tanya yang dilemparkan Soyung, Boreum lebih dahulu menepuk badan kasur miliknya dengan sangat keras. "Yak! Kau bilang ternyata Han Taehyung menghadang Ryu Jimin di depan pintu, tapi apakah mereka benar-benar hanya saling bertatapan saja? Tidak ada baku hantam atau ejekan seperti yang kupikirkan?" cecar Boreum cepat.
"Tidak, tentu saja tidak. Untuk apa mereka berkelahi? Jimin langsung pergi, dan Taehyung mengantar aku sampai di depan gerbang asrama perempuan," Jeongyeon menjeda kalimatnya beberapa saat. Lalu menatap Boreum. "Namun sepertinya hubungan antara anak jurusan Sejarah dan Sistem Informatika memang agak bermasalah..."
Boreum nampak mengerutkan dahi, lalu menatap Soyung sambil memberikan isyarat dengan menggerakkan alis naik dan turun. Soyung menggeleng. Mereka sedang apa? pikir Jeongyeon tak mengerti. Namun setelah itu Boreum buka suara. "Mungkinkah itu karena mereka musuh saat di lapangan? Lalu permasalahan menang dan kalah membuat hubungan mereka jadi memburuk. Ada yang merasa tersanjung... dan ada pula sisi yang merasa seolah tersakiti... Memang begitu kan, Soyung?" ucap Boreum memberikan pendapatnya.
"Hmm, begitulah." Soyung menjawab dengan singkat.
Seumur-umur Jeongyeon baru pernah mengalami hal seperti ini. Bahkan seolah-olah dirinya berada di tengah-tengah benteng perang antara tim baseball dari jurusan Sejarah dan Sistem Informatika, ah tidak juga, lebih tepatnya di antara Ryu Jimin dan Han Taehyung. Pusing karena terus-menerus memikirkan yang terjadi tadi siang, Jeongyeon beranjak dari kasur dan berjalan menuju jendela.
Di luar gedung asrama hanya ada cahaya remang-remang dari lentera yang menggantung pada tiang di taman, juga sorot remang-remang yang mengintip dari celah pintu perpustakaan. Dari lantai tiga, Jeongyeon bisa memperhatikan pemandangan lebih jelas. Seperti waktu itu, saat pertama kali Jeongyeon melihat Jimin, di depan perpustakaan. Lelaki yang satu itu ada di sana lagi, bersandar pada pilar besar yang menjadi pondasi gedung. Dia merokok. Tunggu! Apa? Merokok? Ah, namun itu bukanlah hal yang begitu penting sampai Jeongyeon harus memperdulikan.
Karena gedung perpustakaan dan asrama perempuan saling berdampingan, alias hanya dipisahkan oleh pagar tanaman hias, maka Ryu Jimin berhasil membuat Jeongyeon bingung dengan dirinya sendiri. Jeongyeon hanya berniat menatap langit malam yang gelap, juga lentera-lentera yang terlihat indah di tengah cahaya remang-remang, namun eksistensi lelaki Ryu itu terus-menerus mengganggunya.
Asap mengepul dari belah labium lelaki Ryu tersebut, bersumber dari sigaret yang dia apit di antara dua jemari. Sedang tangannya yang lain memegangi bungkusan kotak yang sempat dia buang kemarin. Masih lengkap dengan kotaknya, meski benda itu sedikit basah karena sempat kehujanan tadi siang.
"Kau sedang memperhatikan apa?" tanya Soyung sambil berjalan mendekati Jeongyeon, lalu Boreum mengekorinya di belakang.
Soyung itu punya mata minus, sehingga dia tidak akan bisa melihat dengan jelas apa yang ada di luar jendela tanpa menggunakan kacamata seperti sekarang. Namun Jeongyeon langsung memutar badannya membelakangi jendela. "Bukan apa-apa, hanya melihat lentera," sanggahnya asal.
Boreum sedikit mengintip, mencoba mencari tahu apa yang diperhatikan Jeongyeon sebenarnya. Namun gadis Gu itu mencegahnya. "Hei, memangnya ada apa, Jeong?" tanya Boreum sambil terus berusaha memajukan badannya agar bisa melihat apa yang ada di luar sana.
KAMU SEDANG MEMBACA
Epistolary: I'm Your Home✓
Teen FictionAku menulis beberapa hal tentangmu di dalam diary yang diberi judul I'm Your Home. Hanya ada beberapa hal yang ditulis di sana, karena untuk menceritakan tentang dirimu tidak akan cukup seribu halaman, tidak akan cukup waktu setahun. Kau adalah seor...