16. Tentang Boreum dan kekecewaan

74 21 44
                                    

"Kakakku mengurus pekerjaan sebentar, dia akan menjemput."

"Baguslah, aku cuma sarankan agar kau jangan terlalu keras memaksa otakmu untuk mengingat. Itu tidak akan bagus. Biarkan saja ingatan itu mengalir kembali secara perlahan. Tetapi jika ingatan itu tidak bisa kembali, berusahalah menerimanya. Tidak akan bagus memaksa otakmu bekerja di luar kemampuan."

Hujan lebat mengguyur kota bersama angin deras. Lantai basah, sebagian loby jadi licin karenanya. Dari jarak yang tidak terlalu jauh, Jeongyeon perhatian sosok Gu Seokjin yang berlari menerobos hujan tanpa payung bersama bucket bunga lily putih. Kaki yang dilindungi sepatu pantofel hitam mengkilap itu sekarang basah, diperlakukan buruk oleh air-air yang menciprat setelah jatuh dari awan. Senyumnya tetap terulas meski badannya kedinginan. Kini ia tiba berhadapan dengan sang adik, yang telah menunggu di depan loby. Seokjin tertawa renyah sembari tangannya menunjukkan bunga yang dibawa. "Maaf karena tidak bisa menemani, Jeongie. Lalu apa kata dokter hm?"

Gu Seokjin masih sama seperti hari-hari sebelumnya, selalu manis dan sangat perhatian. Beberapa waktu lalu ia terpaksa pergi meninggalkan sang adik sendirian di rumah sakit untuk menjalani pemeriksaan, alasan utamanya adalah karena panggilan pekerjaan yang teramat penting. Sehingga dengan kaki berat terpaksa ia tinggalkan sang adik bersama dokter kepercayaan sementara dirinya mengurus pekerjaan sebentar. "Sudah sembuh! Bulan depan pemeriksaan terakhir." Jeongyeon bilang dengan antusias, nampak riang meskipun sembuh yang sesungguhnya harus merelakan ingatan yang telah hilang.

Kini Seokjin merangkul sang adik, sedikit menarik badannya sehingga saling menghimpit. "Jangan sedih lagi karena ingatanmu tidak bisa kembali ya? Ingat, kita bisa buat ingatan yang baru, kenangan-kenangan yang jauh lebih indah lagi." Kini Seokjin tersenyum simpul, terlampau manis juga terlihat sangat tampan. Keduanya berjalan menuju mobil, Seokjin melepaskan jas di badan dan menjadikannya sebagai pengganti payung untuk sang adik.

Kini Jeongyeon pandangi wajah kakak galaknya tersebut dari samping, wajah tampan dengan rahang tegas yang kini sedang fokus menyetir. Meski kadang agak pemarah, namun tetap saja Seokjin adalah yang terbaik. Dia adalah sosok yang sempurna, sebagai seorang kakak maupun sebagai seorang pria. Sehingga muncul tanya dalam kepala Jeongyeon, terlampau gelisah untuk menahan rasa penasaran tersebut. "Oppa, andai suatu saat nanti kau akan menikah dengan Haneul Eonnie. Apakah akan ada yang berubah dari perlakuanmu?" Sehingga setelah itu Seokjin menoleh ke samping, lalu tersenyum hangat.

"Tentu tidak," kata Seokjin sambil terkekeh. "Andaipun begitu suatu saat, pasti di saat itu kau juga sudah menemukan seseorang sehingga kau tidak lagi minta dimanja olehku, Jeong." Kini Seokjin geleng-geleng kepala barangkali merasa tanya yang diberi sang adik lumayan aneh. Pemikiran semacam itu mungkin melintas karena Jeongyeon masih terbilang remaja, sehingga masih sedikit takut kehilangan kasih sayang seorang kakak. "Saat usiamu bertambah. Saat kau lulus kuliah atau sudah bekerja ... kau mungkin akan merasakan hal yang berbeda. Kau tidak lagi membutuhkan kasih sayang yang melimpah dari orang tua, justru lebih ingin diberi banyak waktu untuk sendiri. Waktu mengubah seseorang, Jeong. Sekarang mungkin kau ingin waktu yang banyak bersamaku. Tapi nanti mungkin kau akan lebih banyak memakai waktu bersama orang lain. Begitulah yang kurasakan sekarang. Waktu mengubah semuanya."

Pikiran Jeongyeon terkunci, tidak dapat memproses setiap bait kata yang Seokjin ucapkan. Sekarang matanya mengerjap bingung, sehingga Seokjin yang melihatnya langsung tertawa dan memberi cubitan gemas pada hidungnya. "Astaga kau ini. Yasudah, suatu saat mungkin kau akan mengerti." Seokjin terkekeh lagi, sebelum akhirnya berpindah topik setelah teringat satu hal. "Hei, Jeong. Tadi malam kau bilang mau makan daging panggang lagi, kan? Seperti yang dimasak di rumahnya direktur Ryu." Seokjin tiba-tiba bertanya saat ingatannya tentang rasa daging panggang yang disajikan oleh Seo Jieun kemarin malam.

Epistolary: I'm Your Home✓Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang