17. Hujan dan Bunga Lily

88 23 85
                                    

🎶|Mulmed: Somewhere Only We Know|🎶

Warning!!
Ujung chapter ini agak jfswkshjw
Aku mau himbau tapi gamau spoiler. Jadi cuma ngasi isyarat supaya kamu pas baca ini ga terlalu larut AHAHA 😭

Btw kalo ada typo atau kesalahan penulisan tolong bantu koreksi ya. Aku ga sempat revisi, publish ini juga pas mau berangkat wkwk

Hujan turun lagi. Kini Ryu Jimin jatuh di atas tanah tanpa bergerak bersama bat miliknya yang juga terhempas ke sisi tubuh. Deru napasnya bergemuruh, seirama dengan kembang kempis dada tanda bahwasanya daksa tersebut telah lelah. Wajahnya pucat pasi tanpa gairah. Jimin bisa rasakan tangisan awan jatuhi seluruh badannya tanpa kasihan, sehingga aroma petrichore yang bersumber dari tanah berlapis rerumputan tipis lapangan baseball tempatnya berbaring kini menguar. Dia memejamkan mata, membiarkan sedikit rasa perih gara-gara rinai yang jatuh menerobos celah kelopak mata, juga lolos memasuki saluran pernapasan. Dia tidak peduli meski teman-teman anggota tim telah berhamburan pergi mencari tempat berteduh. Tidak peduli juga meski Sungwoon berteriak berkali-kali serukan namanya agar pergi dari sana.

"Bangun, Jimin!" Mrs. Jessie tandangi lelaki yang satu ini bersama sebuah payung berwarna biru tua, dia sedang menjadi pusat perhatian orang banyak sekarang karena telah kehilangan rasa malu. "Bangun atau kupanggil ayahmu."

Dia bangun dengan mata menatap kosong ke arah Mrs. Jessie. "Bi, aku mencintai hujan," katanya sambil menengadahkan tangan ke udara sembari merasakan butir-butir air yang jatuh tidak terhitung.

Mrs. Jessie berjongkok, sentuh bagian belakang kepala lelaki tersebut, lantas berikan elusan yang terlampau lembut menyisir surainya yang telah basah terguyuri oleh rinai hujan. Tetapi gerakan tangan wanita berdarah campuran Korea dan Rusia itu pun terhenti tatkala sosok Ryu tersebut menahan tangannya. Dia kemudian berdiri dan pergi meninggalkan Mrs. Jessie di lapangan dengan payung biru tuanya. Lelaki tersebut telah pergi dengan seragam baseball yang telah basah sambil menyeret bat di sebelah tangan.

Dulu Mama pernah bilang, setiap perjalanan pasti ada ujungnya. Setiap pelayaran ada pelabuhan singgahnya. Setiap cuaca benderang niscaya ditingkahi temaram bahkan kegelapan. Namun apa maknanya? Mama terlalu impulsif menjelaskan pada anak dua belas tahun saat itu. Namun kita baru akan tahu makna sesuatu ketika ia telah berlalu. Lantas bagaimana? Jimin bisa merasakan bahwasanya dirinya masih terjebak dalam masa lalu yang tak kunjung muncul jalan keluarnya, akankah ada kata 'berlalu' untuk mendapatkan makna yang sesungguhnya atas apa yang tengah dirinya arungi kini.

Langkah Jimin terhenti tepat ketika berada di wilayah tribun, sebab eksistensi Gu Jeongyeon curi perhatiannya. Tandangi keberadaan gadis tersebut, Jimin dapati Gu Jeongyeon yang terisak sembari sebelah tangan memegangi ponsel, bicara pada seseorang dengan suara isakan yang masih tertahan. Tangannya membekap mulut sendiri, nampak susah payah menahan suara isakan itu saat bicara. Pada akhirnya dia turunkan ponsel dari telinga, lalu keluarkan isakan yang sempat tertahan.

Dia hanya sendirian di sana setelah Boreum pamit sebentar untuk mengambilkan payung. Mereka sama-sama menahan air mata. Kini Jimin sentuh pundak sebelah kanan gadis tersebut sehingga membuatnya menoleh seketika dengan sorot kaget. Cepat-cepat dia hapus air mata menggunakan punggung tangan meski tetap saja gagal sebab sudah tertangkap basah. Mereka sama-sama berwajah merah, menahan sebuah gejolak di dalam hati. Jimin dengan lukanya, dan Jeongyeon dengan rasa kecewa. Bulir-bulir air menetes dari helai rambut Jimin, sisa rinai yang berjatuhan dari langit saat di lapangan. Tetapi air matanya terlihat samar sebab rinai yang jatuh telah berhasil tutupi kelemahan lelaki tersebut, sehingga yang terlihat kini hanyalah merah di beberapa bagian yang ketara seperti kelopak mata, hidung dan juga bibir.

Epistolary: I'm Your Home✓Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang