20. Hal yang tidak terduga

92 26 44
                                    

Jeongyeon bilang berkali-kali bahwasanya dirinya kini sedang berbahagia

Ups! Gambar ini tidak mengikuti Pedoman Konten kami. Untuk melanjutkan publikasi, hapuslah gambar ini atau unggah gambar lain.

Jeongyeon bilang berkali-kali bahwasanya dirinya kini sedang berbahagia. Hari minggu terakhir di bulan Agustus, seharian penuh tanpa pelajaran memang yang terbaik. Sampai kini ia bicara dengan Seokjin lewat sambungan telpon pun masih saja bilang bahwa harinya benar-benar bagus. Mereka bicara banyak hal. Mumpung Seokjin juga sedang libur dari kesibukan kantor, dan kini sedang santai di apartemen setelah jalan-jalan dengan Haneul, jadi manfaatkan saja waktu yang ada. Mengingat sekarang sudah banyak yang berubah, sudah tidak ada lagi cerita-cerita tidak masuk akal yang biasa diceritakan Seokjin setiap begadang dengan dialog dini hari.

Awalnya si bungsu Gu tersebut sempat merajuk sebab sebelum kembali ke asrama, kakak galaknya itu malah sibuk dengan pekerjaan sampai-sampai lupa padanya bahkan hari ulang tahunnya juga. Untungnya, ia luluh setelah itu sebab Seokjin memberikan tawaran untuk jalan-jalan sore sebagai ganti atas utang dirinya yang tidak menepati janji. Maka dengan kesepakatan itu, Jeongyeon langsung setuju. Mereka bicara banyak hal, selain menceritakan tentang hal-hal yang terjadi beberapa hari ke belakang, mereka juga berceloteh membahas beberapa hal yang tidak masuk akal. Tetapi sesaat Jeongyeon berpikir untuk bertanya pada sang kakak, namun tanyanya justru tersendat di tenggorokan sebab bingung harus bertanya seperti apa. Maka ia tarik napas dalam-dalam dan menyakinkan diri. "Oppa ... bagaimana pendapatmu tentang orang yang punya masa lalu?"

Sempat ada jeda yang tercipta setelah Jeongyeon bertanya demikian. Suara Seokjin yang sedang bergumam seperti orang yang tengah berpikir kini terdengar, agaknya dia sedang memikirkan jawaban atas tanya yang diberikan sang adik. "Kalau tentang masa lalu pastinya semua orang juga punya. Kau, aku, appa, eomma, dan semua orang juga. Hanya saja untuk keputusan tetap hidup dalam masa lalu atau melupakannya itu adalah pilihan." Seokjin mengidikkan bahu sebelum akhirnya menyeruput kopi panas dalam cangkir miliknya, ia tetap melakukan postur itu kendatipun sadar bahwasanya sang adik tidak akan melihat bagaimana ekspresi ataupun apa yang tengah dia lakukan sekarang. Setelah itu Seokjin meletakkan kembali cangkir tadi, kemudian dia menegakkan posisi duduk seraya mendongakkan kepala dengan bersandar pada punggung sofa yang nyaman. "Kenapa bertanya tiba-tiba hm?" Seokjin bertanya balik.

Jeongyeon sempat bingung beberapa saat, masih berpikir alasan mengapa dirinya bertanya demikian. Suara napasnya yang berhembus──tidak terlalu kencang──secara tidak sengaja terdengar oleh Seokjin dari speaker ponselnya. Ada jeda yang tidak terlalu lama. "Kalau Oppa juga punya masa lalu, lantas apa alasanmu sehingga memilih untuk melupakannya?" Dia bertanya seperti itu, sehingga Seokjin hampir tersedak kopi yang tengah ia seruput kembali. Ah, andai saja Jeongyeon bisa melihat wajah kakaknya sekarang, mungkin dia sudah tertawa terbahak-bahak karena secara tidak sengaja Seokjin malah membiarkan kopi dalam mulutnya keluar lewat sudut bibir.

Seokjin sempat terbatuk-batuk beberapa kali, sampai akhirnya batuknya mereda dan ia kembali bicara. "Astaga kenapa bertanya seperti itu sih? Tentu saja karena itu terlalu buruk untuk diingat. Lebih baik dilupakan saja!" Seokjin beri penekanan pada kalimatnya, terdengar agak tegas seperti tidak bersemangat untuk membahasnya. Mendengar sang kakak marah-marah seperti itu Jeongyeon jadi tertawa. Sekarang mereka menjeda pembicaraan sebab agaknya Seokjin tengah kedatangan tamu, sehingga dia meninggalkan ponselnya di sofa sementara dirinya menghampiri tamu di depan. Setelah itu Seokjin kembali mengambil ponsel, dia pamit. Katanya mau ke rumah direktur Ryu sebentar untuk mengurus masalah kecil. "Ah iya, aku cuma sebentar. Setelah itu aku akan menjemputmu di kampus. Kita jalan-jalan okey?" kata Seokjin untuk yang terakhir kalinya sebelum menutup telpon. Dan tentu saja ajakannya tersebut mendapatkan sambutan perasaan riang sang adik.

Epistolary: I'm Your Home✓Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang