PART 32|JEJAK KASUS

227 18 2
                                    


Happy reading...

Setelah laporan Nia, pihak sekolah langsung memanggil polisi untuk menangani kasus ini. Berita langsung menyebar di media sosial yang mengabarkan kejadian ini.

Penemuan mayat seorang siswi di taman belakang sekolah, penyebab tidak diketahui.

Para murid juga langsung di pulangkan lebih awal. Nia sendiri masih shock dengan apa yang dia temukan itu. Dia tidak berbicara apapun atau menjawab ketika ada yang bertanya.

"Lo beneran gak liat siapapun di sana?" tanya Dina.

Nia hanya menggeleng dengan wajah pucat dan tatapan yang kosong. Bayang-bayang tentang mayat itu benar-benar menghantuinya.

"Tiga tahun gue sekolah di sini, baru sekarang gue nemu kasus gini," ucap Rafael.

"Ini aneh banget sih, bisa-bisanya gitu gak ketahuan. Dan katanya cctv-nya juga mati kan?" tanya Raka.

"KALIAN BISA DIEM GAK SIH?!!" Nia berteriak membuat semuanya terdiam. "Gue gak bisa hapus bayangan itu dari kepala gue dan lo semua bicarain soal itu terus, lo mau gue gila, hah?!"

"Sorry, kita cuma penasaran aja, gak ada maksud apa-apa," ucap Rafael.

"Mendingan gue pergi." Nia berdiri dan menjauh. Dina berpamitan dan menyusul Nia yang sudah cukup jauh.

"Sekarang gimana?" tanya Rafael.

"Ya balik lah, ngapain di sini," jawab Raka meninggalkan Rafael sendiri.

"Tungguin woy."

Di sisi lain, Tian baru sampai di rumah orang tua Vashka. Dia berniat menjemput Vashka untuk pulang ke rumah mereka.

"Assalamualaikum," ucap Tian begitu masuk.

"Waalaikumsalam, Tian berita itu beneran?" tanya Sofia yang datang dari dapur.

"Iya Bun, aku juga gak nyangka bisa ada kejadian gitu di sekolah," jawab Tian. "Vashka di kamarnya?"

"Iya, kamu istirahat aja dulu. Bunda udah masak buat makan siang," ucap Sofia yang di angguki Tian.

Tian langsung pergi ke kamar Vashka. Begitu masuk, dia melihat Vashka yang juga menatapnya.

"Hai."

Vashka langsung berdiri dan berlari lalu memeluk Tian.

"Kamu gapapa?" tanya Vashka yang masih membenamkan wajahnya.

Tian membalas pelukan Vashka. "Aku gapapa, kamu udah tau beritanya?" tanya Tian.

Vashka mengangguk di pelukan Tian. Dia lalu mendongak. "Nia gimana?" tanya Vashka.

"Dia shock banget tadi, sekarang semuanya udah bubar dan sekolah libur sampai minggu depan," jawab Tian.

Vashka melepaskan jaket Tian dan mengajaknya duduk di kasurnya.

"Ih, kamu bau. Ganti baju dulu sana," ucap Vashka.

"Baju dimana? Di sini kan gak ada baju aku," jawab Tian.

Vashka lalu berjalan menuju lemarinya dan mengambil sebuah kaos oblong dari sana.

"Nih, ini lumayan besar. Bisa muat di kamu," ucap Vashka.

Tian mengambilnya dan mulai membuka kancing seragamnya.

"Di kamar mandi Tian, jangan di sini."

'yang ada khilaf nanti'

"Tenang aja, aku pake dalaman."

Tian melepas seragamnya membuat Vashka sedikit memalingkan wajahnya. Di rasa aman, Vashka kembali menatap Tian.

"Kekecilan ya?" tanya Vashka setelah melihat Tian memakai kaosnya.

"Gapapa lah, masih mending," jawab Tian.

Tak lama, Sofia datang membukakan pintu. "Ayo turun, kita makan dulu," ucapnya.

Keduanya mengangguk dan mengikuti Sofia ke bawah.

...

Keesokan harinya, Vashka mengajak Tian untuk datang ke rumah Nia. Dia khawatir dengan sahabatnya itu karena sejak kemarin tidak bisa di hubungi.

"Assalamualaikum," ucap Vashka sambil mengetuk pintu.

"Waalaikumsalam." Seorang wanita setengah baya membukakan pintu. "Eh, Vashka. Ayo masuk," ucapnya.

"Nia ada, Tan? Dari kemarin aku telepon gak di angkat," ucap Vashka.

"Dia dari kemarin juga gak keluar kamar. Coba kamu bujuk dia, siapa tau dia mau bicara sama kamu." Dia mengantar Vashka dan Tian ke depan kamar Nia.

"Tante ke bawah dulu ya?"

Vashka lalu mengetuk pintu kamar Nia.

"Nia, ini gue Vashka." Tak lama, terdengar suara kunci di buka.

Vashka membuka pintunya perlahan dan melihat Nia yang duduk dengan tatapan kosong di kasurnya.

"Ya ampun, Nia."

Vashka langsung berlari dan memeluk Nia yang masih diam dengan posisinya. Di lihatnya sahabatnya itu yang tampak kacau. Lingkaran hitam di bawah mata, rambut yang kering dan lepek, serta wajah dan bibir yang pucat.

"Nia, lo gapapa kan? Ngomong sama gue, gue ada di sini," bisik Vashka di dekat telinga Nia.

Nia menoleh kearah Vashka, lalu kearah Tian. Vashka yang melihatnya mengisyaratkan Tian untuk keluar. Tian lalu keluar dan kembali ke bawah setelah menutup pintu.

"Lho, kok kamu di sini?" tanya Nuri- Ibu Nia.

"Kayaknya Nia cuma mau bicara sama Vashka," jawab Tian.

Nuri mengangguk dan membawa Tian ke ruang tamunya.

"Nia itu sebenarnya punya phobia sama darah. Selama ini dia selalu nutupin ketakutannya, dia gak mau orang-orang tau soal ini," ucap Nuri.

"Kalau boleh tau, kenapa Nia bisa takut gitu?" tanya Tian.

"Nia punya adik laki-laki, namanya Arya. Mereka dekat banget dulu. Tapi, Arya meninggal karena kecelakaan. Nia ada di sana waktu itu dan melihat adiknya bersimbah darah di jalan." Nuri menarik nafas sejenak sebelum melanjutkan ceritanya. "Sejak saat itu dia takut sama darah. Setiap dia luka atau melihat darah sedikit aja, dia bakal langsung teriak terus diam seharian. Dan sekarang, dia melihat mayat di depan matanya langsung."

Tian terdiam mendengar cerita Nuri. Nia yang dia kenal adalah orang yang ceria, selalu membawa kehangatan meskipun terkadang ucapannya sedikit keterlaluan.

"Tante minta tolong sama kamu, sama teman-teman kamu juga. Hibur Nia, Tante gak bisa lihat dia terus-terusan murung kayak gitu," ucap Nuri.

Tian mengangguk. "Aku usahakan."

TBC...


Jangan lupa vote dan comment...

See you...

NavashkaTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang