BONUS PART-1

80 6 0
                                    

Nabila
Daniel
Chandra
.
.
.

15 tahun yang lalu...

Seorang gadis kecil berlarian di taman bersama teman-teman seusianya. Bedanya, dia memakai baju yang sedikit lusuh. Sedangkan yang lainnya, baju mereka tampak bersih dan bagus.

"Bila, ayo kita naik itu," tunjuk seorang gadis kecil kearah perosotan.

"Ayo." Nabila kecil mengikuti gadis itu.

Setelah menunggu beberapa temannya menaiki perosotan, gilirannya untuk naik. Saat meluncur ke bawah, tepat ketika Nabila berdiri seseorang tiba-tiba mendorongnya sampai jatuh di tanah.

"Sudah berapa kali saya bilang, jangan pernah dekat-dekat sama anak saya. Saya gak mau anak saya ketularan penyakit gara-gara main sama kamu!" Seorang perempuan dewasa yang merupakan Ibu salah satu anak memarahinya. Dia lalu menarik tangan anaknya dan menyuruh semua orang untuk pergi.

"Saya peringatkan sekali lagi, jangan pernah dekat-dekat anak saya lagi. Atau kamu bakal dapat yang lebih dari ini." Setelah mengatakan itu, dia pergi dengan anaknya yang berusaha melepaskan tangannya.

Nabila meringis kesakitan. Tangannya yang menahannya saat terjatuh tergores kerikil sampai berdarah. Tak lama, Daniel dan Chandra yang membawa kotak dagangan datang menghampirinya.

"Nabila, kamu kenapa? Itu tangan kamu berdarah." Chandra mengambil tangan Nabila dan mengusap darahnya dengan kain bajunya.

"Aku.. di dorong sama Ibu itu. Terus tangan aku kena batu," jawab Nabila sedikit serak.

"Kita ke rumah dulu. Kita bersihin lukanya pake air," ucap Daniel.

Ketiganya lalu pergi meninggalkan taman bermain itu.

...

Rumah yang Daniel maksud bukanlah sebuah bangunan dengan atap genteng, tembok bata, banyak ruangan dan pintu. Rumah yang mereka maksud adalah sebuah tumpukan kayu yang di susun sedemikian rupa agar bisa melindungi mereka dari panas dan hujan. Tidak ada pintu, bagian depannya hanya di tutupi oleh papan triplek dan di ganjal dengan batu– supaya triplek nya tidak jatuh. Di samping 'rumah' mereka ada keran air yang– untungnya –masih berfungsi dan mengalirkan air. Itulah satu-satunya sumber air yang mereka miliki selain air hujan.

Daniel menampung airnya ke dalam ember kecil yang sedikit bocor lalu perlahan membersihkan darah di tangan Nabila. Gadis kecil itu kadang meringis ketika air membasuh lukanya. Setelah bersih, mereka mengeringkannya lalu menempelkan sisa plester yang mereka temukan.

"Kan aku udah pernah bilang sama kamu, mereka itu orang kaya, gak mungkin mereka mau anaknya main sama anak-anak kotor kayak kita. Nanti di sebut penyakitan, dekil, bau, gembel. Pokoknya aku gak suka sama mereka," ucap Chandra.

"Maaf, tapi aku kesepian kalau nunggu kalian selesai dagang," jawab Nabila.

"Mulai sekarang kamu ikut kita aja jualan. Nanti kalau berhasil, kita bisa dapat banyak uang, terus beli baju baru," ucap Daniel.

Nabila mengangguk senang. "Yeay, aku bakal ikut jualan!" Serunya sambil mengepalkan tangannya ke udara.

...

Sejak saat itu, ketiganya kompak menjajakan barang dagangan mereka. Mereka berjualan makanan kecil, seperti goreng-gorengan, kue, roti dan lain sebagainya yang mereka dapatkan dari seorang pedagang keliling. Sudah beberapa bulan mereka berjualan dan selalu mendapat upah jika dagangan mereka lalu. Si pedagang awalnya menolak, karena takut anak-anak itu hanya menipunya dan membawa kabur dagangannya. Tapi, setelah melihat kerja keras mereka, dia mulai percaya dan selalu memberikan dagangannya untuk mereka bantu jual.

NavashkaTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang