EPILOG

91 7 0
                                    


Happy reading...

Tian mencari-cari Vashka yang kabur darinya, sambil mengendarai motor dia celingukan sepanjang jalan. Melihat seseorang yang mirip Vashka, Tian menepikan motornya lalu menghampirinya. Ternyata benar, itu Vashka yang sedang menangis di sebuah kursi. Vashka yang belum menyadari Tian mendekat terus mengusap air matanya yang tidak berhenti keluar, sampai seseorang ikut menghapusnya. Vashka menoleh dan melihat Tian yang terlihat khawatir.

"Ngapain ke sini? Terus aja kerja sana, gak usah peduli sama aku," ucap Vashka menyingkirkan tangan Tian di wajahnya. Tian menggeleng lalu duduk di sampingnya. Tangannya masih menghapus sisa-sisa air mata Vashka.

"Maaf, aku udah buat kamu kecewa. Tapi beneran, aku gak lupa. Cuma–"

"Cuma gak inget? Iya kan? Kamu memang gak pernah bisa ingat sama hal-hal penting kayak gini. Selalu saja aku yang harus ingetin kamu, apa-apa aku yang ngomong. Kamu tuh –" ucapan Vashka terhenti karena Tian yang memeluknya. Dia mengusap kepala Vashka sambil membisikkan kata maaf.

"Kamu tenang dulu, oke? Dengar dulu penjelasan aku, jangan marah-marah dulu. Serem tahu kalau kamu marah," ucap Tian sedikit bercanda.

Vashka sedikit tersenyum dan memukul kecil dada Tian. Tian yang melihatnya ikut tersenyum dan memeluknya lebih erat. Vashka melepaskan pelukannya.

"Sekarang jelasin, kenapa kamu lupa," ucapnya.

"Gini, aku gak lupa sama sekali sama hari ini. Aku udah ada sesuatu buat kamu, cuma masalahnya itu ketinggalan di kamar. Jadi ya, bisa di bilang setengah lupa setengah inget lah," jawab Tian.

Vashka tertawa. "Ih, mana ada yang begitu. Aneh-aneh kamu," ucap Vashka.

"Ya, aku ini aneh. Aku aneh, karena bisa-bisanya lupa kalau aku punya istri yang cantik, lucu, pengertian, peka, humoris, rajin, Sholehah, terus–"

"Udah ih, malu tahu." Vashka menutup mulut Tian.

Tian mengambil tangan Vashka. "Ya emang kan? Kamu tuh sempurna, gak kayak perempuan-perempuan lainnya," ucap Tian.

"Aku masih banyak kurangnya, aku juga belum sepenuhnya menjadi istri yang baik buat kamu," jawab Vashka.

"Kamu memang belum sempurna, tapi kamu menyempurnakan hidup aku." Vashka tertawa mendengar rayuan suaminya itu. Entahlah, dia merasa sejak Tian bekerja di Bandung selera humornya ikut berubah. Dia jadi lebih ekspresif dan lebih sering tersenyum, tidak seperti biasanya yang hanya menunjukkan wajah datar dan senyuman miring.

"Kamu berubah ya? Sekarang kamu lebih asik di ajak bercanda. Dulu awal-awal aku kayak ngomong sama tembok tau gak. Kamu jawabnya singkat, jarang senyum apalagi gombal kayak tadi." Vashka tersenyum. "Tetap jadi Tian yang aku kenal ya?"

Tian mengangguk lalu mencium kedua tangan Vashka. "Sejauh apapun aku pergi, aku akan tetap kembali. Karena sekarang, kamu adalah rumah bagi aku pulang." Tian menarik tubuh Vashka lalu memeluknya erat.

"I love you."

"Love you too."

...

Keduanya pulang ke kost-an setelah percakapan tadi. Saat sampai di depan gerbang, keduanya melongo melihat apa yang ada di depannya.

"Ini, jadi ini hadiah yang kamu bilang?"

"Ee.. itu–"

Vashka langsung berlari menuju halaman yang sudah di sulap menjadi seperti tempat makan malam yang cantik. Lampu berkelap-kelip, meja dan sepasang kursi di tengah halaman, di tambah alunan musik yang menambah kesan romantis. Tian mendekati Vashka yang masih terkagum-kagum, sebelum seseorang menepuk pundaknya dari belakang.

"Ini semua kerjaan kalian?" Tanya Tian pada Cecep.

"Ya iya atuh, siapa lagi? Sudah, sekarang kamu nikmati aja momen ini, kita sudah siapin semuanya buat kalian. Dan ini–" Cecep mengeluarkan sesuatu dari saku celananya. "Ini punya kamu kan? Ketinggalan tadi." Dia memberikan sebuah kotak kecil yang di hiasi pita berwarna ungu.

"Makasih ya."

Tian mendekati Vashka, dia merangkul pundaknya lalu mengajaknya duduk. Vashka masih tersenyum melihat sekeliling.

"Suka?"

"Banget, kamu yang rencanain ini?"

"Udah, itu gak usah di pikirin, sekarang kita nikmati aja momen ini." Tak lama, seseorang datang membawakan sebuah hidangan beserta minumannya.

"Ayo makan," ucap Tian.

Keduanya menyantap makanan mereka dengan senang. Sesekali mereka saling menyuapi. Sedangkan di dalam kost, penghuni lainnya hanya bisa tersenyum melihat keduanya.

"Rencana kita sukses, kita samperin mereka sekarang?" Tanya Citra.

"Jangan dulu, kita tunggu Tian kasih hadiahnya dulu, baru habis itu kita keluar," jawab Dina.

Tian dan Vashka sudah selesai dengan makanan mereka. Tian mengeluarkan kotak tadi dan menyimpannya di atas meja.

"Ini, hadiah aku buat kamu," ucap Tian.

Vashka mengambil kotak itu lalu membukanya. Dia menutup mulutnya tak percaya.

"Ini, kamu dapat ini dari mana?"

Tian tersenyum. "Kamu suka?"

Vashka mengambil gelang itu lalu mengangguk. Tian mengambil tangan Vashka, lalu memakaikan gelangnya. Lalu, dia teringat sesuatu.

"Aku juga punya sesuatu buat kamu." Vashka lalu mengambil sesuatu dari tasnya. "Ini."

Tian menerimanya lalu membukanya. Sebuah tasbih kayu berwarna hitam. Tian mengangkatnya dan memandang Vashka.

"Itu supaya kamu gak lupa ibadah, kamu bisa pake kemana aja," ucap Vashka.

Tian mengangguk lalu memakainya sebagai kalung. Dia mengambil tangan Vashka lalu menciumnya. Tak lama kemudian, teman-teman mereka datang dari belakang dan mengucapkan selamat kepada mereka berdua.

"Selamat ya, semoga rumah tangga kalian langgeng, di jauhkan dari segala fitnah dan bisa menghadapi masalah apapun bersama-sama."

"Amin."

"Kalian gak mau kasih sesuatu gitu buat kita?" Tanya Tian. Mendengarnya, Vashka mencubit lengan Tian.

"Wah, parah lo ya. Emangnya ini semua ide siapa? Kalau kita gak siapin ini, yang ada lo berdua berantem hebat nanti," jawab Citra.

Tian tertawa. "Bercanda kali, makasih banyak ya, gue benar-benar gak nyangka kalian se-niat ini bikin kejutan. Gue aja kaget, kok kost-kostan jadi kayak restoran bintang lima," ucap Tian.

Malam itu mereka habiskan dengan bahagia. Tepat satu tahun pernikahan Tian dan Vashka, berbagai masalah yang keduanya hadapi, serta suka dan duka yang mewarnai kisah mereka. Ini bukan akhir, tapi awal bagi mereka untuk menjadi pribadi yang lebih baik, lebih dewasa dan bisa mengemban tanggung jawab mereka ketika menjadi orang tua kelak. Dengan ini, kisah mereka akan terus berlanjut.

SELESAI
.
.
.


Dengan segala usaha dan do'a, akhirnya cerita ini selesai setelah dua tahun. Terimakasih kepada semuanya, mohon maaf bila ada banyak kesalahan dalam ceritanya, karena saya juga masih belajar dan akan terus belajar supaya bisa membuat karya-karya yang lebih hebat.

Saya efalder, mohon pamit undur diri.

Wassalamu'alaikum warahmatullahi wabarakatuh.

NavashkaTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang