14 - In my youth and small heart

289 48 5
                                    


Summer memejamkan matanya rapat saat gelenyar itu menghantamnya untuk yang kesekian kali. Tubuhnya ambruk di atas tubuh kokoh yang menopangnya sejak tapi, ia terkulai dengan napas yang berkejaran liar.

Sebuah kecupan di pundak membuatnya tersenyum, ia mengangkat wajah hanya untuk kembali menyatukan bibirnya dengan bibir pria itu. Basah, manis, bagai candu yang entah sampai kapan bisa membuatnya berhenti dan tidak mendamba. Lalu saat tangan pria itu kembali terangkat untuk mengelus pahanya yang masih terbuka, Summer kembali mendesah. Oh cukup, kenapa rasanya ia tidak bisa berhenti? Bahkan saat mereka selesai melakukannya kurang dari 3 menit yang lalu.

"Hentikan." Ia menjauhkan wajahnya dengan susah payah.

"Tidak bisa."

Summer tersenyum. Ia suka sekali melihat pemandangan ini. Bagaimana tubuh pria mengantarkan suhu panas yang sama, bagaimana tatapan pria itu yang menginginkannya, ia menyukainya. Jadi ia tidak perlu berfikir lagi saat kemeja putih yang masih ia kenakan itu kembali tersingkap.

Summer menggigit bibirnya sendiri saat tangan Riley menarik bagian depan kemejanya, membuat dua kancing terlepas dan memantul di lantai marmer. Pria itu tampak tidak sabar, tampak lebih 'buas' daripada sebelumnya. Dan sialnya Summer sangat menyukainya.

Riley mengerang saat pinggul Summer bergerak tidak beraturan di bawah sana, membuat bagian tubuhnya kembali mengeras. Sial, bagaimana bisa ia seperti ini hanya karena seorang wanita.

Ia membalik posisi tubuhnya hingga kini Summer berada di bawahnya. Bibirnya masih menciumi bibir wanita itu, mengantarkan suhu panas yang membuatnya gemetar nikmat. Dua tangannya masih sibuk meremas dada Summer yang ia biarkan masih tertutup kemeja walaupun kancing-kancingnya sudah terlepas. Ia menurunkan bibirnya, mengulum puncak dada Summer dari balik kemeja. Membuat gerakan wanita itu semakin tidak terkendali.

"Ri-Riley." Wanita itu merengek, tangannya sudah mencengkram rambut Riley. Menekannya, meminta lebih karena perlakuan pria itu justru semakin menyiksanya.

"Ya, Sayang. Ya!" Sahut Riley di sela-sela kegiatan yang anehnya tidak pernah membuatnya lelah, sebanyak dan selama apapun ia lakukan.

"Lakukanlah." Summer memohon dengan suaranya yang kembali putus-putus. Wajahnya sudah memerah menahan gairah.

"Bukankah kita baru saja mulai." Riley masih menggodanya, kali ini pria itu mencium ringan sisi leher Summer.

"Tidak!" Ia menggeleng kencang. "Lakukan sekarang. Aku sudah tidak bisa menunggu lagi, kumohon." Pria itu tersenyum, menurunkan wajahnya untuk kembali mencium bibir Summer.

Riley mengerang seraya kembali menyatukan tubuh mereka di bawah sana. Summer menjerit tertahan, menggigit bibirnya kuat-kuat. Ia mendesah saat pria itu kembali bergerak membuat tubuhnya terasa penuh. Ia membuka matanya lebar-lebar menarik lembut leher Riley untuk melakukan hal yang sama. Mereka bertatapan, saling melempar senyum sebelum terkekeh bersama.

Namun kekehan itu tidak akan bertahan lama karena kini Summer sudah mendesah panjang. Gelenyar itu kembali hadir, membuat tubuhnya ngilu bercampur nikmat yang tidak bisa ia gambarkan dengan apapun.

Beberapa saat kemudian suara erangan Riley terdengar. Gerakannya semakin cepat, tubuh pria itu gemetar sebelum ambruk di atas tubuhnya. Mereka kemudian kembali terkekeh dan sisa malam itu di habiskan Summer dan Riley untuk bercinta yang terasa tidak pernah habis.

***

Leon menatap foto di tangannya dengan dahi berkerut. Ia memejamkan mata setelah berhasil menghela napas panjang. Semua terlalu tiba-tiba, terlalu membingungkan sekaligus mengkhawatirkan.

Ia meremas dua lembar foto di tangannya, melemparkan begitu saja ke tempat sampah besi di susul korek api yang menyala. Ia menatap kobaran api yang melahap apapun berbahan kertas di dalamnya yang dalam hitungan detik menghitam dan hilang terbawa angin.

Summer's DesireTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang