Summer mendudukkan dirinya di sofa setelah seharian mengacak-acak kamar itu, membuatnya kacau dengan pakaian dan kertas yang berserakan.
Mengernyit, ia menatap nanar ponsel yang tergeletak di lantai setelah seharian di pakai untuk menghubungi orang-orang di Woodstock.
Summer memegangi sisi kepalanya dengan dua tangan. Semakin ia mencari, semakin ia tidak yakin dengan apa yang sebenarnya ia cari, kenyataan membuatnya sesak dan Summer butuh sebuah pelarian.
"Kau sudah menikah dengan pemuda dari New York."
Suara tuan Welles menggema di ruangan itu, kembali melingkupi Summer dengan rasa sakit.
"Dia pria yang baik, kau akan baik-baik saja."
Lagi, suara itu terdengar menggema, membuat jiwanya seolah di paksa untuk menerima kenyataan yang tidak bisa ia raba ke benarannya.
"Lupakan Leon."
Summer menahan napas, mengingat nama Leon membuat dadanya kembali sesak. Pria itu, yang selalu ia puja, selalu ia sebut dalam doa, tapi kenapa takdir tidak berpihak pada mereka.
"Leon berselingkuh. Malam itu kau memergokinya di rumah sedang bercumbu dengan seorang pelacur. Setelah itu kau datang ke bar ku untuk minum dan menceritakan semuanya sambil menangis. Aku baru akan mengantarmu pulang saat pria itu membawamu pergi."
Summer memejamkan matanya, suara tuan Koofin kembali membuat gendang telinganya berdengung. Benarkah ia semudah itu di bujuk untuk pergi bersama orang asing? Semurahan itu kah dirinya? dan minuman? Sejak kapan Summer akur dengan alkohol hingga membuatnya mabuk?
"Keesokan harinya saat aku bersiap-siap untuk membuka bar, Ruth mendatangiku dan memintaku menjadi saksi pernikahanmu dengan pria itu, kau menikahinya dan mencampakkan Leon, seperti yang pria itu lakukan padamu!"
Summer membekap mulutnya sendiri, menahan isakan yang lolos, menangis untuk perbuatan buruk yang mungkin sudah ia lakukan pada Leon, pada kekasihnya.
Summer masih menelungkup, menangis entah untuk berapa lama. Kemudian ia terduduk, bisa saja kan tuan Koofin berbohong, bisa saja Ruth juga membohonginya, dan tuan Welles? ya Tuhan, bagaimana bisa pria yang sudah ia anggap sebagai ayah itu berbohong? untuk apa ia membohongi Summer yang ia katakan sudah seperti anaknya sendiri?
Suara deru mesin di luar menarik Summer dari pikirannya. Ia beranjak, menatap pria yang keluar dari mobil dengan jas rapi itu dari balik jendela kamar. Pria asing itu, yang dalam semalam menjadi suaminya. Mungkin.
Tidak menunggu lama hingga pintu kamar itu terbuka, menampilkan sesosok pria yang tampak terkejut dengan kondisi kamarnya yang kacau.
Summer hanya diam, memperhatikan pria itu mulai bicara tentang apapun yang tidak bisa ia tangkap baik, juga membereskan pakaian di lantai dan meletakkannya di keranjang kotor.
"Bisa ceritakan bagaimana kita menikah?" tanyanya setelah menimbang cukup lama.
Pria itu mengernyit, menatapnya seolah sedang di ajak bicara orang gila.
"Dua hari yang lalu aku pergi ke Woodstock, urusan pekerjaan. Kita bertemu di Bar, aku mengajakmu berkenalan karena tertarik dan setelah itu kita bermalam di sebuah motel. Jangan menatapku begitu karena saat itu kita berdua mabuk."
"Lalu?"
Pria itu melipat tangannya di depan dada, tampak tidak sabar. "Pagi-pagi kau menangis, menyesal telah melakukannya denganku dan memintaku menikahimu. Dan sampailah kita di sini, sebagai pasangan suami-istri."
"Fiksi." Gumam Summer entah karena apa. Jelas sekali penjelasan pria itu sesuai dengan yang ia dengar dari tuan Welles, tuan Koofin, juga Ruth. Tapi entah kenapa, jauh di dalam hatinya, Summer merasa ini seperti sebuah karangan. Semuanya hanya fiksi.
![](https://img.wattpad.com/cover/170201809-288-k365035.jpg)
KAMU SEDANG MEMBACA
Summer's Desire
Romance[END] [18+] Summer ingat hari itu, saat ia mempersiapkan pernikahannya dengan Leon. Gaun pengantin, venue, bahkan makanan sudah ia siapkan dengan sempurna. Tidak ada yang ganjil, ia tidur dan bangun tanpa melewati keganjilan apapun, kecuali malam it...