Riley tahu bahwa selama ia bernapas, ia tidak pernah merasa menjadi manusia yang baik. Segalanya buruk, entah dari lingkungannya tumbuh, pekerjaan yang ia geluti sebelum menjadi seorang Murray, juga dalam urusan cinta. Riley adalah orang yang tidak beruntung.Namun semua pikiran itu mendadak enyah saat ia bertemu dengan keluarganya sekarang. Ia bahagia, ia mengakui itu walaupun noda hitam masa lalu masih membayangi langkahnya. Kemudian ia bertemu Summer, wanita yang bisa dengan mudah menjungkir balik hatinya. Wanita yang membuatnya bahagia sekaligus takut kehilangan dalam waktu bersamaan.
Lalu satu pikiran itu muncul. Benarkah dalam cinta merelakan adalah hal yang bisa di jadikan pembuktian? Tapi kenapa Riley tidak merasakan itu? Dadanya sesak memikirkan Summer bahagia tanpanya, ia bahkan tidak bisa lagi membayangkan hal itu.
Buru-buru Riley bangkit dari kursinya, menyambar kunci mobil dan berjalan setengah berlari menuju lift. Persetan dengan menjadi manusia baik. Persetan jika wanita itu tidak mencintainya. Karena Riley akan membuat Summer membalasnya dengan perasaan yang sama.
Riley tiba di rumah dan harus kecewa karena Summer sudah tidak ada di sana. Mungkin Dawn memang sudah membawa wanita itu ke Bandara sesuai instruksinya. Langkahnya terayun kembali ke pintu, mengendarai mobilnya dan dalam hati ia berdoa agar ia tidak terlambat.
Ia masih memaki kemacetan Manhanttan saat ponselnya berdering. Telpon dari Remy. Ia mengernyit, perasaannya tiba-tiba memburuk.
"Summer menghilang." Ucap Remy setelah sambungan telpon terbuka.
Riley menepikan mobilnya, rasa bingung dan khawatir menghambur menjadi satu. "Apa maksudmu? Dawn mengantarnya ke Bandara. Aku-"
"Apa kau masih tidak mengerti?!" Bentak Remy dari seberang sana.
Riley tertegun, bibirnya tiba-tiba kelu hanya untuk menyuarakan isi kepalanya.
"Ya. Dawn sudah berkhianat. Selama ini ia sudah mengkhianatimu!" Riley menyadarinya namun Remy membuatnya semakin jelas. "Aku tidak mempercayainya karena itu aku mengerahkan pegawaiku untuk mengintai. Tapi sepertinya aku kalah cepat." Lanjut Remy lagi.
Riley memejamkan mata dan berusaha berfikir, tidak ada waktu untuk mengumpati diri, yang harus ia prioritaskan sekarang adalah mencari keberadaan Summer. Untuk keselamatan wanita itu. Kemudian ia mengotak-atik ponselnya membuka aplikasi lacak yang diam-diam ia instal di ponsel Summer, saat wanita itu menghilang pagi kemarin.
"Aku memasang aplikasi lacak di ponsel Summer." Ucap Riley. "Posisi ponselnya terhubung langsung dengan ponselku." Lanjutnya masih mengotak-atik ponsel. "Ketemu."
"Kirim lokasinya." Ucap Remy. "Aku akan langsung mengutus pegawaiku kesana."
Riley melakukan instruksi Remy, tangannya gemetar tapi ia harus tetap tenang. "Aku sudah mengirimnya."
"Oke."
"Remy, pastikan Summer baik-baik saja." Riley memejamkan matanya, menarik napas. "Tolong."
"Akan ku lakukan." Dan sambungan telpon terputus.
Riley mengatur napasnya namun beberapa detik kemudian ia kembali melajukan mobil. Tidak mungkin ia diam saja saat Summer mungkin dalam bahaya. Ia menyeberangi sungai East terus ke selatan mengikuti titik lokasi Summer yang masih terus bergerak itu. Sebelah tangannya memegang kemudi, dan sebelah lagi masih dengan ponselnya.
Sampai ia di jalanan sepi dengan pohon rindang di kanan dan kirinya. Perasaan buruk tiba-tiba menggelayuti hatinya, ia menarik napas berkali-kali. Kemudian ia berbelok menuju jalan setapak tidak jauh dari jalan poros itu.

KAMU SEDANG MEMBACA
Summer's Desire
Lãng mạn[END] [18+] Summer ingat hari itu, saat ia mempersiapkan pernikahannya dengan Leon. Gaun pengantin, venue, bahkan makanan sudah ia siapkan dengan sempurna. Tidak ada yang ganjil, ia tidur dan bangun tanpa melewati keganjilan apapun, kecuali malam it...