1 - A white ice flower that Bloomed

1.4K 113 2
                                    

Boston

Pria itu menatap sebuah undangan yang di letakkan di meja dengan nama Zac dan Ran tertulis dengan tinta emas di atasnya. Ia tersenyum kecil, akhirnya semua ini berakhir baik untuk mereka berdua.

Pintu di seberang yang di batasi kaca tebal itu terbuka, membuatnya mendongak sekaligus mengernyit. Ia melepaskan senyum di bibir saat matanya beradu dengan mata Miles Gordon yang kini sudah duduk di depannya berbatasan kaca.

Miles mengambil pesawat telepon di dekatnya, menempelkannya di telinga dan menunggunya untuk melakukan hal yang sama sebelum bersuara dingin.

"apa kau rindu ayahmu sampai bersedia datang ketempat kumuh ini?"

"Siapa yang kau sebut ayah?" Ia menatap Miles dengan senyum sinis. "Di depanku saat ini, yang kulihat hanya seorang penjahat."

Miles mendengus. "Anak kurang ajar."

Ia mengabaikan sebutan anak dari pria yang sangat ingin ia lupakan itu. Tentu saja kedatangannya kesini bukan untuk berbasa-basi.

"Zac akan menikah minggu depan." ucapnya sambil menunjukkan undangan yang ia pegang pada Miles.

Miles berdecak. "Aku tau mereka akan melakukannya. Berurusan dengan pemuda-pemuda bodoh itu sangat membuang waktuku!"

Ia mengendikkan bahunya. "Zac adalah kasus yang unik bukan."

Miles menatapnya. "Apa yang ingin kau katakan?"

Ia menumpu kan sikunya di atas meja, mencondongkan tubuh ke arah Gordon. "Saat kau meminta Ran menggoda Zac aku yakin tujuanmu bukan untuk menghabisinya. Kau ingin mereka jatuh cinta. Dengan begitu Mark akan sakit hati, Zac merasa di khianati, juga Ran akan merasa bersalah menyakiti orang yang ia cinta. Mereka akan mati dengan sendirinya. Yah seperti membunuh 3 lalat dalam satu tepukan. Hebat sekali." ucapnya tertawa sinis. "Aku tidak percaya seorang Gordon bisa merencanakan hal menjijikkan itu!"

Miles ikut tertawa walaupun suara sumbangnya terdengar memekakkan telinga. "Apa kau kesini hanya untuk mengolok-olok ayahmu? Nak sebaiknya kau pulang dan tinggalkan aku sendiri!"

"Kenapa kau memilih cara drama seperti itu?" tanyanya mengacuhkan ucapan Miles. "Ini bukan gayamu, kau bisa saja menghabisi mereka sekaligus tapi kenapa kau memilih cara yang banci seperti itu?"

Miles meredakan tawanya, ia menatap tajam Putranya itu walaupun bibirnya sama sekali tidak bergerak untuk menjawab.

"Kenapa kau, dengan sikapmu yang brutal memilih cara itu?" tanyanya dengan penekanan di setiap kata.

"Seorang singa yang hampir mati kelaparan bahkan tidak akan tega memakan anaknya sendiri."

Ia mengepalkan tangan dan memukulkannya ke meja, rasa sakit tidak ia hiraukan karena kini perasaannya campur aduk.

Sebelum datang kesini ia sudah menyiapkan hatinya, ia tau tindakan Miles akan kasus Zac adalah karena keberadaannya. Miles ingin ia menangkap pria itu sendiri dan tidak langsung membunuh Zac karena pria itu berarti untuknya.

"Jangan kau pikir aku akan memaafkanmu setelah mengetahui semua ini!" ucapnya menggeram.

Miles tersenyum, ia memundurkan tubuhnya, bersandar pada bangku dengan sebelah tangan masih memegangi telpon. "Aku tidak akan meminta maaf pada apapun yang kau alami sejak kecil. Ini adalah pekerjaan yang kupilih untuk menghidupimu!"

"Walaupun harus sampai mengorbankan ibuku?"

Senyum di wajah Miles pudar, berganti kesedihan yang tidak mampu di sembunyikan.

Ia mengusap wajahnya kasar. Memilih berdiri, ia mendaratkan satu tangannya di kaca pembatas, menatap lurus Miles yang masih terpaku. "Aku tidak akan mengganggumu lagi, tapi demi kemanusiaan aku tetap akan mengambil tanggung jawab sebagai walimu disini." Ia menunduk, hingga wajahnya hampir menyamai wajah Miles. "ah ya, aku hampir lupa. Aku kesini, juga untuk merayakan sesuatu. Aku telah resmi mengganti namaku menjadi Riley. Oh apa kau ingat sesuatu? ya, Riley adalah nama yang diberikan ibu padaku, sebelum kau merenggut ibu juga hidup seorang anak bernama Riley 12tahun yang lalu!"

Summer's DesireTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang