"Kamu gak takut ikut mati kayak dua suami aku?"
Rion, pria 30 tahun yang tengah sibuk memeriksa beberapa file pekerjaan di ponselnya seketika menghela napas.
"Rania sayang, ini udah pertanyaan ke berapa kalinya kamu lontarin ke aku? Bahkan sebelum kita nikah, kamu udah sering nanya hal yang sama. Kamu kayak gak punya Tuhan, tahu gak?"
Rania adalah wanita 25 tahun yang kembali menikah untuk ketiga kalinya setelah dua suaminya terdahulu meninggal dunia sebab sakit. Rania janda beranak 2 sebelumnya. Dan Rion merupakan pria bujangan yang ia dapatkan.
"Atau kamu doain aku biar cepat nyusul dua suami kamu itu? Iya? Biar bisa nikah sama berondong?" todong Rion memicingkan matanya.
Rania mendengkus, "aku gak penyuka berondong," katanya.
Rania menaiki kasur, lalu membaringkan diri sembari memandang Rion yang kini menelan ludah. Rania terkekeh geli melihat raut wajah suaminya.
"Sini, aku kangen," kata Rania sambil membuka lebar kedua kakinya.
"Oh, Tuhan," erang Rion karena pemandangan indah di pangkal paha Rania menggoda gairahnya.
"Aku cek anak-anak dulu. Gak enak kalau main tanggung," ujar Rion
Rion keluar dari kamar, lalu menuju kamar kedua putranya. Lebih tepatnya putra tirinya. Setelah memastikan kedua bocah itu tertidur pulas, Rion kembali ke kamar.
"Sayang..."
Rania tersenyum manis menyambut Rion. Pintu tidak lupa Rion kunci agar tidak ada yang tiba-tiba masuk mengganggu mereka. Rion tahu kalau Rania tidak suka kesenangannya diganggu.
"Udah selesai? Kok gak bilang?" tanya Rion.
"Baru selesai semalam. Aku juga baru keramasnya tadi pagi pas kamu berangkat kerja."
Rania memang sedang datang bulan beberapa hari belakangan sehingga Rion harus puasa untuk menyentuhnya. Walaupun benda pusaka milik Rion tidak pernah bisa puasa dengan sentuhan Rania.
"Pelan-pelan, aku gak bakal ke mana-mana," kata Rania sambil tertawa renyah karena suaminya itu begitu tergesa melepaskan seluruh pakaiannya.
"Kalau tahu udah selesai, tadi pagi aku garap lahan dulu sebelum kerja," keluh Rion di ceruk leher Rania.
Rania mendongak untuk memberikan Rion akses agar bisa bebas mengekspos kulit lehernya. Rania juga menarik simpul tali di dadanya sehingga kain super tipis yang ia kenakan terlepas begitu saja.
Kedua payudara Rania tertekan oleh dada bidang nan keras milik Rion. Dua daging kenyal kesukaan Rion itu tak berpenghalang apa pun lagi saat ini. Rion semakin bergairah saat kulit dada mereka saling bersentuhan.
"Kenapa kamu gampang banget bikin aku horny sih?" bisik Rion di ceruk leher Rania.
"Aku harus pinter-pinter jadi istri biar suami tampanku ini gak jajan di luaran sana," balas Rania terkekeh.
"Aku pasti udah gila kalau horny sama perempuan lain sedangkan istri aku sempurna kayak gini," puji Rion.
Rania suka dipuji. Ia semakin merasa bahagia dan juga bergairah karena kalimat yang Rion ucapkan. Kakinya juga terbuka kian lebar kala Rion makin menekan tubuhnya sehingga inti mereka saling bergesekan.
"Nghh... Aahh..."
Rania tidak tahu kenapa Rion bisa begitu sangat menginginkannya. Padahal pria itu bisa saja mendapatkan wanita yang lebih dari Rania. Apalagi status Rion yang masih muda dan sudah hidup mapan.
"Saatnya minum susu," gumam Rion di depan kedua payudara padat Rania.
Rania pintar merawat dirinya. Meski sudah memiliki anak 2, tapi tubuhnya masih terlihat seperti wanita muda yang belum pernah menikah ataupun memiliki anak. Rion bangga pada kemandirian Rania selama ini. Apalagi wanita itu pernah menikah 2 kali dan hanya berlangsung sebentar.
Percintaan mereka kali ini aman dan panas hingga berulang kali Rion mengisi rahim Rania dengan benihnya. Pria itu juga ingin menjadi seorang ayah yang sesungguhnya. Ia ingin Rania hamil janin miliknya.
***
"Ma, nanti Abang mau main ke rumah Oma ya. Boleh?" tanya putra sulung Rania yang kini berusia 4 tahun.
"Adek juga," sahut putra bungsu Rania.
"Gak ada yang anterin, Sayang. Papa kerja. Di rumah aja main ya sama Mama dan Mbak," jelas Rania.
"Gak mau!"
Kedua putra Rania serentak berujar demikian sehingga wanita itu hanya bisa menghela napas lelah. Keras kepala yang didapat dari dirinya.
"Nanti Papa anterin. Tapi Papa jemput pulang kerja ya, gak boleh nginap di rumah Oma," sahut Rion.
"Kenapa?" tanya keduanya bersamaan lagi.
"Rumah sepi gak ada dua jagoan Papa," jawab Rion tersenyum.
"Tapi nanti beliin mainan dulu sebelum pulang ya, Pa?" tawar si bungsu.
"Iya."
"Hore!" seru keduanya dengan girang.
Rania tersenyum di dalam hati meski raut wajahnya mencebik. Rion menaikkan sebelah alisnya melihat wajah istrinya.
"Mama tambah cantik kalau gitu ya?" tanyanya menggoda Rania.
"Hu'um. Papa suka Mama marah-marah, kan? Adek sering dengar Mama teriak marah-marah ke Papa tengah malam," kata si bungsu.
Rion tersedak kopi yang hampir ia telan. Sedangkan Rania memerah dengan mata yang menatap ke sembarang arah. Sial. Apakah anaknya sering mendengar hal mesumnya bersama Rion?
"Ayo habisin, nanti ditinggal Papa!" seru si sulung karena tidak paham dengan apa yang terjadi pada kedua orangtuanya.
"Oke!" seru si bungsu melupakan apa yang baru saja ia katakan.
Rion melirik Rania yang juga kembali menyantap sarapannya. Wanita itu pasti tengah menahan malu saat ini. Sedangkan Rion menahan kekehan geli karena tidak menyangka suara Rania akan sekeras itu sampai terdengar ke kamar putra mereka.
Usai sarapan, Rion melangkah ke ruang tamu bersama kedua putra Rania. Sedangkan Rania kembali ke kamar untuk mengambilkan ponsel Rion yang tertinggal.
Rania mengernyit saat menatap sebuah pesan masuk dan beberapa panggilan tak terjawab dari nomor adiknya. Kenapa adiknya malah menghubungi Rion bukan menghubunginya?
Rania mendial kembali nomor sang adik, lalu terdiam mendengar suara manja adiknya memanggil 'Mas Rion' pada suaminya.
"Ini aku. Kenapa kamu telpon suamiku?" tanya Rania menahan kesal.
"O--oh, Mbak, maaf, aku kira Mas Rion. Mas Rion mana? Aku ada perlu sama dia."
"Udah berangkat kerja. Hapenya ketinggalan. Bilang aja ada perlu apa. Nanti aku sampaikan," tuntut Rania.
"G--gak usah, Mbak. Gak jadi. Udah ya."
Panggilan berakhir begitu saja. Rania dibuat bingung dengan apa yang baru saja ia alami. Adiknya sering menghubungi Rion? Kenapa Rion tidak pernah mengatakannya? Apa mereka ada... Tidak. Rania tidak mau berpikiran yang negatif dulu.
"Sayang, kenapa lama? Anak-anak udah gak sabar," Rion melangkah masuk kamar dan merangkul pinggang ramping Rania.
"Ajeng sering telpon, Mas? Kenapa?"
Seketika raut wajah Rion berubah. Ia mengerjap, lalu melepaskan rangkulannya saat Rania menyikut perutnya.
"Jawab, Mas! Jangan sampai pikiran buruk aku jadi kenyataan ya! Aku bunuh kalian berdua!" seru Rania kesal.
"Jaga nada bicara kamu. Anak-anak bisa dengar dan salah paham," balas Rion mencoba menenangkan Rania.
"Kamu sama Ajeng ada apa?! Jawab!"
Rion memejamkan mata dan menghela napas sebelum mengatakan hal yang membuat Rania limbung seketika. Rania sampai berpegangan pada meja riasnya sehingga Rion maju menahan kedua lengan sang istri.
"Maaf, aku gak jujur," sesal Rion.
***
Ajeng jeng jeng jeng...
Tebak, selingkuh? Atau...
5 jawaban yg benar aku kasih free cerita Rania.
KAMU SEDANG MEMBACA
SHORT STORY NEW
Romance[MATURE 21+] Semua cerita hanyalah karangan penulis saja. Jika ada kesamaan nama tokoh, tempat atau kejadian, itu hanyalah ketidaksengajaan. Harap bijak dalam memilih bacaan sesuai usia. Follow dulu jika ingin mendapatkan notifikasi update. Start, 0...